Tiga, Lima! | 22 | Aksa Anak Siapa?

3.3K 471 4
                                    

"Yayah ... mau jajan," cicit anak sulung Devan, sambil menarik-narik ujung kaus putih oversize yang ayahnya kenakan.

Devan yang tengah meneguk air sambil berdiri---yang semoga saja tidak ditiru oleh anaknya itu---menoleh ke bawah, menyelesaikan minumnya terlebih dahulu, lantas memandang anaknya dengan serius. "Jajan apa, Mamas?" tanyanya. "Mamas jajan terus, nih."

Aksa yang merasa tertuduh 'jajan terus' itu, lantas menggeleng. "Enggak!" serunya. "Mamas baru mau minta jajan hari ini! Kemarin-kemarin enggak!"

Kemarin enggak, ya? Devan bertanya dalam benak, lantas menyunggingkan senyum paksa yang terlihat begitu menyebalkan. "Iya deh, terserah Mamas aja." Lelaki itu menarik kursi meja makan, lalu duduk di sana. Aksa mengikuti sang ayah.

"Yayah cepet, ayo ... Mamas mau jajan ...!" Aksa masih saja merengek. Menarik-narik lengan baju ayahnya itu dengan cukup kuat. Huh, Devan jadi khawatir kalau baju yang ia pakai sampai melar karena ditarik-tarik secara brutal oleh Aksa.

"Jajan apa, sih, Mamas ...?" Devan jadi gemas sendiri lama-lama. "Mamas jangan tarik-tarik baju Yayah, ah. Nanti melar lho, bajunya ...."

Kalau didengar-dengar, malah Devan yang jadi seperti merengek sekarang. Memang, sih, yang namanya Devan itu. Kadang-kadang, orang yang tidak terlalu mengenalnya jadi sulit membedakan yang mana ayah dan mana anak ketika Devan sedang bersama dengan Trio Kecebong. Ya, maklumlah. Apalagi ketika bersama dengan Nadhira. Orang akan berpikir jika Nadhira adalah seorang kakak yang sedang jalan-jalan bersama keempat adiknya.

"Jajan yang dijual Mamang-Mamang, Yayah!" jawab Aksa dengan bibir cemberut.

Oh iya, kalau bertanya di mana kedua adik Aksa---Alden dan Arsen---jawabannya adalah kedua putra Devan itu sedang bermain ke rumah bundanya---Oma Dinda. Aksa juga ikut tadinya, tetapi entah kenapa dia berlari pulang ke rumah dan datang-datang, malah meminta jajan seperti sekarang.

"Ya apa?" Devan tak mau kalah. "Mamang-Mamang yang mana dulu, maksudnya Mamas?"

Ya Tuhan, Aksa kesal. Kenapa sih, dia punya ayah yang seperti ini? Kenapa ayahnya itu tidak mau mengalah sama sekali? Atau apa, kek, gitu, 'kan?
"Yang itu ... yang jualan ... jajan! Pokoknya, Mamas mau jajan, Yayah. Ayo, cepet!"

Devan meringis prihatin terhadap dirinya sendiri. Kepalanya pusing, ya Tuhan. Aksa ini menurun dari siapa, sih, kalau boleh tahu?

Namun, pada akhirnya Devan tetap memilih mengalah. Lelaki tiga anak itu menghela napas panjang, kemudian memaksakan senyumnya. "Ya udah, ya udah. Mamas cepet sana panggil---"

"Nggak ...!" Aksa memekik kencang. Dia sudah curiga, ini, kalau ayahnya pasti akan berencana untuk menyuruhnya memanggil kedua adiknya. Oh, tidak. Aksa tentunya tidak mau jatah jajannya harus dibagi-bagi nanti. "Sama Mamas aja, Yayah ... jajannya sama Mamas aja ...!"

Nah, loh. Sekarang, giliran Devan yang mencurigai putra sulungnya itu. Kenapa, ya? Kok Aksa jadi aneh begini? Padahal, tadi dia berencana menyuruh Aksa untuk mengajak kedua adiknya atau kalau perlu, mengajak Raya sekalian biar nanti tidak rusuh---marah karena salah satu tidak diajak. Akan tetapi, reaksi yang diberikan oleh Aksa begitu mencurigakan.

"Kok gitu? Nanti Abang sama Adek ngambek, lho, karena nggak diajak." Devan mengerutkan dahinya, melihat reaksi Aksa yang tampak murung. Bibirnya cemberut dengan kepala yang menunduk. "Aunty Raya juga pasti bakal---"

Devan melebarkan kedua mata otomatis, seiring dengan dirinya yang tidak melanjutkan kalimatnya saat Aksa tiba-tiba saja menangis. Panik, dong, dia. "Mamas ... ya ampun, Mamas kenapa---"

"Mamas maunya sama Yayah ...." Bocah itu terisak-isak sambil membenamkan wajahnya pada dada sang ayah.

Sumpah, Devan kaget. Dia tidak mengerti kenapa putra sulungnya jadi menangis seperti ini. Maka, dengan cepat ia memilih membawa tubuh sang putra ke dalam gendongan. "Mamas kenapa, Nak?" tanyanya sambil mengusap punggung putranya dengan lembut. "Jangan nangis, ah, nanti mukanya jelek."

Aksa masih saja terisak. Membiarkan sang ayah membawa tubuhnya entah ke mana. "Mau jajan ...."

Sudah menangis begitu, tetapi Aksa tetap tidak melupakan tujuan awalnya untuk 'jajan'. Akhirnya, Devan memilih menghela napas panjang. Mau tak mau ia harus menuruti permintaan putra sulungnya daripada Aksa tidak mau berhenti menangis. Nanti, kalau suasana hati si sulung mulai membaik, dia akan bertanya kepada Alden, Arsen atau bahkan Raya kalau perlu. Pasalnya, tidak mungkin Aksa tiba-tiba menjadi seperti ini tanpa sebab, bukan?

▶▶▶

Membawa Aksa untuk 'jajan' sama dengan mengosongkan isi dompet dalam sekejap. Ya, agaknya, itu adalah perumpamaan yang paling tepat untuk menggambarkan bagaimana kondisi dompet Devan saat ini.

Ya, kalau boleh jujur, Devan memiliki dua dompet. Satu dompet yang memang selalu ia bawa ketika bepergian yang mana isinya jauh lebih kompleks dan satunya lagi dompet yang biasa ia bawa untuk 'jajan' anak-anaknya.

Kebetulan, di depan gang perumahan banyak sekali tempat-tempat yang menjual makanan. Ada minimarket juga. Berhubung tak jauh dari rumah terdapat sebuah taman, makanya banyak juga yang menjual jajanan seperti yang Aksa inginkan.

Sekarang, sambil berjalan dengan Aksa yang memimpin di depannya seraya menikmati sebuah corndog---makanan kekinian yang berasal dari Negeri Gingseng---sementara sang ayah tampak seperti babu yang menenteng jajanan milik Aksa.

Tadi, keduanya sempat mampir ke minimarket. Aksa bilang, ia ingin membeli makanan ringan yang banyak. Sudah Devan turuti. Aksa juga bilang kalau dia ingin membeli susu rasa pisang karena di rumah hanya menyetok susu full cream, itu juga sudah dituruti oleh ayahnya.

Lalu, saat melewati orang-orang yang berjualan di sekitar taman, Aksa meminta dibelikan banyak sekali jajan. Kalau tidak dituruti, Aksa akan menangis seperti bayi. Ya, tentunya Devan jadi tidak tega. Akan tetapi, dia tidak tahu, nih, nanti ketika di rumah akan bagaimana jadinya. Nadhira pasti bakal marah karena dia membelikan jajanan yang banyak untuk Aksa.

Bagaimana tidak banyak? Aksa saja membeli corndog sebanyak tiga buah---dan sudah dimakan satu olehnya. Lalu ada enam sosis bakar, dua bungkus cilok, lima telur gulung, satu permen kapas berwarna biru muda dan tentunya yang tidak boleh ketinggalan adalah es krim. Ah, kalau es krim tadi dibeli di minimarket, sih.

Ketika Devan protes sebab putranya itu jajan terlalu banyak---takut tidak habis, Aksa beralasan kalau nanti ia akan membaginya kepada kedua adik beserta dengan tantenya, Raya. Aksa juga dengan bijaknya bilang, "Yayah juga boleh makan jajannya, kok."

Aduh, Devan agaknya mulai tertekan. Maka dari itu, ia mengambil satu telur gulung dan memakannya dengan wajah masam. "Mamas coba bantu Yayah pegang ini jajannya satu."

Aksa menoleh sebentar. Dipikir dia mau membantu sang ayah? Tentu saja tidak ...! Aksa malah mengangkat bahunya tak peduli, lantas berujar santai, "Tadi Mamas ajak Yayah pake motor, tapi Yayah nggak mau. Jadi ya udah, deh."

Ya Tuhan ... Devan frustrasi.

"Mamas kok gitu sih, sama Yayah? Nanti Yayah mau ngambek aja!" Devan mencoba bernegosiasi. Ah, tidak bisa dikatakan negosiasi juga, sih, pasalnya Devan malah terkesan seperti sedang merayu---hampir merajuk. "Nanti jajannya Yayah kasihin ke Aunty Raya aja semuanya!"

Mendengar nama Tantenya disebut, membuat Aksa langsung menoleh dan berlari kecil menghampiri sang ayah. Memberikan senyum terbaik, lantas mengambil salah satu tentengan ayahnya seraya berujar, "Iya, iya. Ini Mamas bantuin Yayah, kok. Mamas, kan, anak baik, ya, Yah?"

Devan menyunggingkan senyum masam. "Iya, Mamas anak baik." Begitu jawabnya dengan wajah masam.

Sebenarnya, Aksa ini anak siapa?

▶▶▶
Jumat, 01 Oktober 2021
S

abtu, 02 Oktober 2021

Oke, gengs. Di aku bab-nya ngacak. Acak-acakan. Di kalian, gimana? :")
Intinya gitulah ya ... udah:)
Mungkin mulai bab depan (insyaallah mungkin dan nggak tau kapan) nggak kukasih nomor bab lagi. Atau pun kalo kukasih, ya, udahlah acak-acakan pun gak apa-apa:))
Capek anjir, aku ngaturin babnya hiks.

T-tapi, ini bisa dibaca acak-acakan kok, ya:v /maksa/
See ya!

✔Tiga, Lima! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang