SELAMAT MEMBACA TANTE-TANTE DAN OM-OM!
(๑ơ ₃ ơ)♥
"Siapa yang mau ikut ayah ke karnaval, hayo?!" tanya Devan dengan semangat. Ia bahkan nampak berdiri di hadapan ketiga putranya yang tengah berbaring, sembari menonton kartun anak-anak di televisi.
Ketiga anaknya diam. Tidak sesuai ekspektasi Devan, seperti saat ia mengajak mereka ke supermarket.
Kepala tiga bongkahan daging bertulang itu, nampak digerak-gerakkan tak nyaman.
Mungkin yang tadi nggak dengar. Batin Devan. Ia kemudian berdeham pelan. Masih dengan posisinya yang berdiri menghalangi televisi yang ukurannya cukup besar itu. "Ayo-ayo, siapa yang mau ikut Ayah ke--"
"Yayah, awas!" Devan mematung seketika. "Mamas mau nonton, ketutupan!"
Eiy, jadi dari tadi dirinya diabaikan, nih? Astaga ....
Ayah muda itu cemberut maksimal. Sifat manjanya kembali naik ke permukaan pemirsa! Ia merajuk hanya karena diabaikan oleh putranya sendiri. Astaga, siapa sih, yang mengajari Aksa untuk bertingkah seperti itu?
Devan kemudian beranjak dari tempatnya tadi. Ia berjalan dengan malas ke dapur, menghampiri istrinya yang tengah memasak. Membuka lemari pendingin, lantas mengambil sebotol yogurt kemasan, dengan rasa stroberi. Berhubung ia masih kesal, lelaki itu akhirnya membanting pintu lemari pendingin dengan cukup keras. Membuat sang istri yang tengah memasak, segera menolehkan kepalanya.
"Kamu kenapa sih, Yah?" tanya Nadhira keheranan. Ia menatap suami tampannya, yang tengah meneguk minuman yogurt, dengan buas.
Botol kemasan 100 ml itu, segera tandas isinya dalam beberapa teguk. "Kesel," ujar Devan. Ia kemudian melempar kemasan botol yang sudah kosong tadi, ke dalam tempat sampah.
Nadhira semakin dibuat keheranan. Suaminya ini ... astaga, kenapa seperti anak kecil sekali, sih? Anaknya sudah tiga, tapi kelakuan masih saka seperti remaja. Ah iya, Nadhira bahkan nyarus saja melupakan fakta, jika seumur hidup suaminya itu, memang terbiasa bersikap manja.
"Kesal kenapa sih, Yah?" tanyanya lagi. Ia memutuskan untuk mematikan kompor, sebab sayur bayam yang ia tumis, sudah matang. Sembari meraih mangkuk, ia sempat mencubit pipi suaminya yang bersandar di pintu lemari pendingin. "Ini mukanya cemberut banget sih, ya Allah," ujar Nadhira gemas. "Siapa yang bikin kamu kesal, hah?"
Devan berdecak. Ia ingin merengek, tapi segera tertampar kenyataan yang datang tiba-tiba. Menegaskan jika dirinya sekarang sudah bukanlah remaja labil seperti dulu. Buntutnya bahkan sudah ada tiga, astaga.
Kendati melanjutkan aksi cemberutnya, Devan memilih menghela napas panjang. Lantas menjawab, "Anak-anak kamu, lah!" serunya. Rasa kesalnya masih ada. Ingat, sejak dulu dia tidak suka diabaikan.
Nadhira mengernyitkan dahinya tak mengerti. "Kok bisa?" tanyanya.
Sekali lagi, Devan menghela napasnya. Kali ini lebih panjang, seolah-olah dia akan mengikuti lomba menyanyi dan sedang terkena demam panggung. "Kamu tahu kan, ada karnaval yang baru buka minggu kemaren?" Nadhira mengangguk sembari mengingat-ingat. "Rencananya, aku mau ajak mereka ke sana."
"Bagus, dong!" Nadhira tersenyum senang. Sudah lama juga, ia tidak pergi ke karnaval seperti itu. Terakhir kalau tidak salah, saat dirinya tengah hamil si kembar Aksa dan Alden.
Devan berdecak pelan. "Bagus dari mananya?" tanya lelaki itu. "Aku ajakin anak-anak tadi, tapi merekanya pada nggak tertarik, tuh!"
Kedua alis wanita berlesung pipi itu, terangkat. "Loh, kok tumben?" tanyanya. Devan menggedikkan bahu tanda tak mengerti jalan pikiran anak-anak. "Memangnya kamu ajak mereka dengan cara apa?"
"Kayak biasanya aku ajakin mereka ke supermarket, lah," ujar Devan. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Bukannya direspons ayahnya ngomong, malah pada dicuekin."
Nadhira menahan senyumnya, kala mendengarkan suami tampannya itu bercerita. Terlihat sangat menggemaskan, karena lelaki itu, nampak melipat wajahnya dengan kesal.
"Terus?" Nadhira memancing suaminya itu, agar bercerita lebih panjang. Ingin lama-lama menikmati tingkah polos suaminya, karena mendadak, ia merindukan Devan yang menjadi adik kesayangan Zona.
"Terus, nabrak," gerutu Devan, membuat Nadhira tertawa pelan. "Ya itu. Aksa siapa yang ngajarin, sampe pinter banget ngomongnya?"
"Maksudnya?"
"Ya," sahut Devan. "Dia tadi bilang gini, katanya, 'Yayah awas! Mamas mau nonton ketutupan!'. Kejam banget emang anak kamu."
Nadhira tertawa mendengarnya. Selain karena Devan yang bercerita dengan wajah menggemaskannya kala terlihat bersungut-sungut, ia juga membayangkan bagaimana wajah Aksa—putra sulungnya—saat mengomeli sang ayah yang mengganggu acara menontonnya. Ia sekarang paham, kenapa anak-anaknya yang tampan itu, tidak mau memberikan respons apa-apa terhadap ajakan sang ayah.
"Duh, suamiku!" Wanita itu mencubit pipi suaminya, dengan gemas. "Ya pantas aja mereka nggak respons ajakan kamu," ujar Nadhira. Ia menangkup pipi suaminya dengan kedua tangan. "Habisnya, kamu gangguin mereka lagi nonton, sih! Sekarang kan, jamnya kartun favorit anak-anak, gimana sih, kamu?"
Ah iya. Devan sampai lupa. Ia jadi malu sendiri kalau begini, nih. Tetapi daripada ia semakin malu karena digoda istrinya, Devan memilih menurunkan tangan istrinya dari kedua pipinya. "Tangan kamu bau bawang," ujarnya yang berhasil membuat istrinya itu cemberut maksimal.
"Awas lo ya, Dev!" serunya berapi-api, sementara Devan, sudah tertawa terbahak-bahak.
Baiklah. Sepertinya, rencana untuk mengajak ketiga putranya jalan-jalan ke karnaval malam ini, gagal total. Ia akan mencobanya lagi lain kali. Ingatkan dia akan itu!
▶▶▶
BTS :*
Kok ya aku gemas sama dua pasangan oenyoe ini?:")
Tuluuuung, aku gamau selingkuh lagi
:'v100420
18.04.20
KAMU SEDANG MEMBACA
✔Tiga, Lima!
Short StoryBagaimana rasanya, menjadi orang tua dari tiga anak laki-laki yang super duper lincah seperti kecebong dalam air? Finish: 06/01/22 All right reserved ©2020 Winka Choi