Ig : @Anantapio26_
Laju motornya tiba-tiba menepi tepat di sebuah halte, membuat timbul sebuah tanya di benak Laisa. Ia lantas duduk berteduh di bawah kanopi halte. Wajahnya berubah pucat. Sepertinya angin dan air hujan mulai melemahkan paru-parunya yang rentan. Nanta terbatuk-batuk dengan tangan memegangi dadanya yang terasa begitu sesak.
Pertanyaan Laisa yang berputar di benaknya sudah terjawab. Ia ingat kalau paru-paru Nanta memang rentan. "Nan. Dingin, ya?" tanyanya penuh dengan rasa kekhawatiran.
Dengan wajahnya yang berubah pucat Nanta malah tersenyum.
Untuk senyuman Nanta yang satu ini membuat Laisa berdecak sebal dan memutar bola matanya dengan gemas. Sebab, Nanta selalu tidak mau mengakui rasa sakitnya. Laisa ingin, setidaknya Nanta menganggukkan kepalanya.
"Nggak perlu sekhawatir itu," ujar Nanta dengan nadanya yang tenang.
"Makanya, ayo kita ke dokter. Biar flek di paru-paru kamu ilang," sungut Laisa gemas.
Nanta tidak menyahutnya. Ia hanya diam dan menundukkan kepalanya.
"Dan berhenti merokok," lanjut Laisa masih ingat saat melihat Nanta menghisap tembakau gulung yang ditawarkan oleh temannya satu bulan yang lalu.
"Kan, aku udah berhenti merokok," sanggah Nanta mencari pembelaan.
"Iya, berhenti kalo ada aku. Giliran nggak ada, pasti merokok lagi," balas Laisa.
Iya! Harus Nanta akui. Begitulah dirinya, belum bisa berhenti merokok untuk sepenuhnya.
"Bangor!" rutuk Laisa setelah beberapa saat hening.
Nanta tertawa kecil. "La," panggilnya kemudian.
"Hm," sahut Laisa masih kesal.
"Sini, deh," pinta Nanta, matanya tertuju penuh pada Laisa.
"Orang udah di sini," ketus Laisa enggan membalas tatapan yang sebenarnya hangat untuk ia pandang.
Kemudian Nanta menggeser posisi duduknya untuk lebih dekat dengan Laisa. "La," panggilnya lagi pada Laisa yang berada di sisinya.
"Hm," sahut Laisa masih sama. Dua bola matanya pun tertuju lurus ke depan.
"La," panggil Nanta lagi.
"Apa, sih?" sahut Laisa kesal tapi berusaha untuk tetap sabar.
Nanta tersenyum lagi. "Aku mau tanya sama kamu," ujarnya.
"Tanya apa?" respon Laisa.
"Apa perbedaan hujan dan kamu?" tanya Nanta kemudian menghela napas panjang.
"Ya, beda, lah. Hujan itu air. Aku, ya manusia," jawab Laisa tidak sadar dengan maksud pertanyaan Nanta. Lalu ia merasakan tangannya digenggam dengan penuh kehangatan meski sebenarnya ia tahu Nanta sedang kedinginan.
"Bukan itu maksud aku, La," ujar Nanta dengan tenang.
"Terus apa?" tanya Laisa dengan cepat. Nadanya terdengar masih kesal.
"Perbedaannya adalah jika hujan jatuh ke bumi dan kamu jatuh ke hati ini." Nanta mengarahkan tangan Laisa pada dadanya.
"Tuh kan, gombal!" sungut Laisa menarik tangannya dan mendorong tubuh Nanta pelan.
"Bukan gombal, La. Tapi itu kan fakta," ujar Nanta selalu tenang.
"Apaan, sih?" sahut Laisa jutek. Gadisnya masih asyik ngambek.
"La," panggilan Nanta dan lagi-lagi tidak disahut. Laisa memilih diam. Rupanya gombalannya kali ini sama sekali tidak berpengaruh. "Laisa," panggilnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Ananta'S (END)
Romance(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Versi revisi on Innovel/Dreame) "Tentang semua yang tak perlu kamu ketahui. Namun, hanya perlu kamu pahami." Sebenarnya ini kisah tentang seorang Ananta Sadewa yang aku kemas dalam bentuk orang ketiga, bahk...