Ig : @Anantapio26_
Apa ini sudah tiba waktunya untuk saling melupa?
Mengapa takut pada lara
Sementara semua rasa bisa kita cipta?
Akan selalu ada tenang di sela-sela gelisah
Yang menunggu redaBeriringan dengan lagu itu, suasana kafe perlahan sunyi. Entah sudah berapa gelas kopi yang diminumnya hanya demi berharap kalau Nanta benar-benar bisa datang di malam ini. Sudah empat bulan berlalu dan Nanta tidak memberinya pesan apa pun, meski hanya untuk sekedar berkabar. Ah, sepertinya semesta sudah membuat Nanta melupakannya dengan cara yang semestinya.
"Maaf, Mbak. Kafe kami sebentar lagi akan tutup," ujar seorang pelayan mengingat sudah pukul sebelas malam.
Dengan wajah kantuknya Laisa mendongak. "Iya," balasnya.
"Ini cek pembayarannya," ucap pelayan itu lagi dengan memberikan secarik kertas pada Laisa.
Gadis itu bangkit lalu memberikan uang lebih pada pelayan kafe di hadapannya. "Sisanya ambil saja," ujarnya lantas pergi.
Laisa terduduk di bangku panjang depan kafe. Ia menunduk menatap ujung sepatunya. Membosankan. Tidak ada hal yang menyenangkan saat dirinya bersama Panji dan laki-laki itu menatapnya hanya karena menginginkan hal lain dari yang Laisa miliki.
"Nanta. Aku rindu kamu," gumamnya sambil terus menatap gemerlap bintang di langit. Senyumnya mengembang saat harus kembali mengingat betapa manisnya seorang Ananta.
Sebuah mobil melintas di hadapannya kemudian berhenti tidak jauh dari tempatnya. Laisa mengernyit. "Panji?" gumamnya saat melihat seseorang keluar dari dalam mobil dan berjalan mendekatinya.
Laisa mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Andai dirinya bisa melenyapkan Panji detik ini juga, pasti sudah ia lakukan.
"Sayang, aku udah cari kamu ke mana-mana dan ternyata kamu ada di sini," ujar Panji dengan nada bicaranya yang sok khawatir. "Aku khawatir banget sama kamu. Ayo, kita pulang, Mama kamu juga khawatir."
Laisa tidak peduli pada laki-laki buaya di hadapannya. "Gue bisa pulang sendiri," ketusnya dengan jengah.
"Sayang, wajar, kan, kalo aku khawatir."
"Gue nggak peduli," sarkasnya kemudian tanpa membalas tatapan Panji.
"Jangan begitu. Aku sayang sama kamu. Makanya aku jemput kamu."
"Denger. Gue bukan cewek yang bisa dibegoin sama cowok brengsek kayak lo!"
Panji tertawa. "Sampai kapan, sih, kamu benci sama aku? Padahal aku tulus cinta sama kamu."
Laisa mendengus. Sedikit pun ia tidak ingin menatap laki-laki di hadapannya. Laisa membencinya.
"Ayo, kita pulang," ajak Panji tangannya hendak merangkul Laisa. Namun, dengan cepat gadis itu menghindar.
"Jangan sentuh gue," tegas Laisa.
"Maaf. Aku cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa." Panji menurut. Ia hanya mengikuti Laisa di belakang. Diam-diam tangannya dengan geram mengepal. Ada satu hal yang harus ia bereskan.
![](https://img.wattpad.com/cover/209626894-288-k858961.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Ananta'S (END)
Romance(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Versi revisi on Innovel/Dreame) "Tentang semua yang tak perlu kamu ketahui. Namun, hanya perlu kamu pahami." Sebenarnya ini kisah tentang seorang Ananta Sadewa yang aku kemas dalam bentuk orang ketiga, bahk...