Ig : @Anantapio26_
Setelah cukup lama ia bergeming, tangan Nanta bergerak mendorong pintu mobil dan keluar dari sana. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana dan apa yang harus dilakukannya saat ini. Ia hanya terlalu takut sampai tanpa sadar bahwa dirinya menjadi begitu pemaksa akan kehendak Tuhan. Tubuhnya dihadapkan ke arah sungai. Sungguh, pemompa darahnya seketika begitu deras mengalir ke seluruh nadinya.
Nanta menghela pelan dan mencoba untuk menenangkan diri. Sentuhan hangat dari tangan Laisa meraba bahunya.
"I'm fine," ucapnya tanpa menatap Laisa yang kini berdiri di sampingnya.
"You are lying," balas Laisa.
"I'm fine if you have to go," ujar Nanta lagi dengan nada melirih.
"I will not go," tegas Laisa menatap Nanta yang tak kunjung membalas tatapannya. Laki-laki itu memejamkan matanya lalu menarik napasnya dengan berat.
"But you must go," ucap Nanta tidak mau dibantah.
"Aku nggak akan pergi." Laisa menatap Nanta dengan serius.
Nanta menarik napasnya lagi. "Mama kamu lebih penting daripada aku, La!" gertaknya tidak tertahankan.
"Jangan pernah banding-bandingin Mama sama kamu!" balas Laisa nyaris memekik. Air matanya rembes. Ia terduduk tatkala kakinya terasa tidak bertulang dengan otot-otot yang mulai lepas dari tubuhnya. Harus Laisa akui, bahwa dirinya begitu lemah tatkala harus memilih di antara dua orang yang ia cintai.
"Kamu dan Mama itu pilihan yang sulit. Jangan paksa aku untuk memilih," lirih Laisa merasa dadanya begitu sesak. Seolah-olah ada ribuan jarum yang menghujam keras isi hatinya.
Nanta merunduk lalu duduk menatap Laisa. Tangannya bergerak mengangkat wajah gadisnya. Ada satu yang ia percaya bahwa suatu hari nanti Tuhan akan mempersatukannya dalam ikatan suci.
"La. Kita cuma butuh jeda. Aku tahu kalo kamu lelah. Aku pun merasakan hal yang sama seperti kamu. Percaya sama aku, bahwa suatu hari nanti kita dipertemukan lagi. Entah bagaimana, biar Tuhan yang mengatur semuanya. Dan aku nggak akan nikah sampai kamu nikah dengan laki-laki yang sudah dipilihkan untukmu," ujar Nanta lantas menghela panjang.
Air mata Laisa jatuh, bergulir di pipinya yang halus. "Aku cuma mau kamu." Bibir Laisa bergetar. Dirinya takut. Begitu takut.
"Cukup sampai di sini kita menjadi ciptaan Tuhan yang pemaksa. Kita masih punya jalan yang panjang."
Laisa memejamkan matanya. Rasanya tidak ingin lagi melihat Nanta jika harus berakhir seperti ini.
"Kita butuh jeda, La," ulang Nanta. "Pulang, ya. Temuin Mama kamu," pintanya kemudian dan Laisa langsung menggelengkan kepalanya dengan tegas.
"Aku belum nepatin janji aku sama kamu," lirih Laisa.
"Janji kamu sudah ditepati kalo kamu udah pulang. Menemui Mama kamu, La." Tangan Nanta terulur dan menangkup wajah gadisnya. "Jangan takut," bisiknya.
"Tapi aku nggak akan pergi sebelum kesempatan ini berakhir." Laisa tetap menggeleng.
"Kesempatan kamu untuk menemui Mama kamu itu lebih berharga dari kesempatan ini, La."
Argh! Laisa ingin menjerit. Namun, semuanya tertahan begitu saja.
Kemudian Nanta merengkuhnya dengan hangat. "Jangan buat aku jadi manusia yang paling berdosa karena terlalu memaksa semuanya," pinta Nanta membisik di telinga Laisa.
Dengan tegas gadisnya menggelengkan kepalanya lagi.
"Tapi ini belum selesai," lirih Laisa penuh permohonan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Ananta'S (END)
Storie d'amore(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Versi revisi on Innovel/Dreame) "Tentang semua yang tak perlu kamu ketahui. Namun, hanya perlu kamu pahami." Sebenarnya ini kisah tentang seorang Ananta Sadewa yang aku kemas dalam bentuk orang ketiga, bahk...