Ig : @Anantapio26_
Pukul tiga dini hari, ia terjaga dari lelapnya. Sudah seperti panggilan alam yang menjadi rutinitasnya untuk bangun di sepertiga malam. Namun, kali ini ada satu hal yang membuatnya berbeda, matanya menangkap aura di wajah Laisa yang begitu tenang. Nanta menarik napasnya. Disentuhnya helaian rambut Laisa lalu mengusapnya dengan halus.
"Apa aku harus terus memaksa Tuhan supaya hati kita benar-benar bersatu, La?" Ia menghela. Tidak ada sahutan dari Laisa.
Tubuhnya mulai beringsut turun dari brankar lalu berjalan menuju kamar mandi. Keran air ia putar sampai terdengar bunyi gemericik yang mengenai tangannya. Ia menengadah. Menampung air kemudian membasuhnya ke wajah, sampai terakhir ke ujung kaki.
Saat keluar dari kamar mandi, ia melirik Laisa yang masih terlelap dengan posisinya dan sibuk dengan alur mimpi-mimpinya. Pandangannya segera Nanta alihkan pada sehelai kain sajadah yang terlipat rapi di tepi sofa lalu menggelarnya sesuai dengan arah kiblat. Di waktu sepertiga malam ini, ia memiliki kesempatan untuk menagih janji sekaligus memaksa Tuhan agar mau mengabulkan doa-doanya.
Di salam terakhirnya ia menyapa semesta untuk ikut andil mengamini doa-doanya. Ia meminta, jika harus berpisah, semoga tidak ada luka yang menjarah relungnya juga relung milik gadisnya dan jika dapat bersatu, semoga terhindar segala sendu dan pilu yang begitu sembilu.
Tanpa disadarinya, Laisa terbangun dan mendengarkan semua doa-doanya meski dilafalkan dengan begitu lirih. Ruangan sunyi membuat semuanya terdengar jelas. Laisa membalikkan tubuhnya untuk menatap Nanta yang sedang menengadahkan tangannya pada Tuhan. Di dalam hatinya, diam-diam ia ikut mengamini doa-doa Nanta.
***
Pagi hari yang sunyi, mungkin sudah pukul enam lewat. Matanya menelusuri setiap sudut ruang untuk mencari sosok Nanta. Tidak ada. Lelaki itu tidak terlihat batang hidungnya sedikit pun, membuatnya lantas bangkit dan berjalan mendekati jendela yang terpampang besar berada di tengah ruangan. Ia berdiri di sana dengan mata yang kemudian mengedar ke arah luar.
Dari atas sini terlihat Nanta tengah melakukan proses terapi parunya dengan posisi duduk di atas rerumputan hijau nan sejuk. Ia tidak akan pernah bosan melihat pemandangan yang satu ini. Pemandangan yang memperlihatkan sosok setenang air yang tengah melawan rasa sakitnya.
Dering ponsel yang diletakkan di atas nakas berbunyi nyaring memecahkan keheningan paginya. Laisa meraih ponselnya. Ada nama Jonathan yang tertera di layar.
"Halo, Joe," ucap Laisa untuk lawan bicaranya di seberang saluran telepon.
"Hai, La. Kenapa kamu nggak ngomong kalo lagi ada di Singapore?" beruntun Jonathan. Sepupu Laisa yang satu ini memang selalu di luar dugaan.
"Kok tahu?" Laisa mengernyit heran serta mata yang tidak lepas menatap Nanta di bawah sana.
"Iya tahu, dong. Masa nggak tahu," sahut Jonathan dengan bangga. "Lagian lo ke sini kenapa nggak ngasih kabar?" lanjutnya mengulang pertanyaan.
"Joe, gue ke Singapore bukan buat main. Tapi temenin Nanta terapi di sini," jelas Laisa berharap kalau Jonathan mengerti.
Agaknya mendengar satu nama itu membuat mood Jonathan berubah jengah. "Nanta lagi ... Nanta lagi. Nggak sembuh-sembuh, tuh, bocah," oceh Jonathan menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap Nanta. "Lagi pula ya, La. Gue kasih tahu, mau dibawa sejauh apa pun Nanta terapi. Tetep aja, penyakitnya udah akut. Nggak bakal sembuh," ujarnya lagi.
Bagian ini Laisa sudah paham. Jonathan dan Nanta memang sejak dulu tidak pernah bisa disatukan dan pasti ada saja topik yang bisa dijadikan bahan pertengkaran antara mereka berdua. Hal itu berawal dari perasaan Jonathan terhadap dirinya yang harus pupus karena ia lebih memilih Nanta. Iya, ia lebih memilih Nanta, karena baginya laki-laki itu ibarat awan teduh yang memberinya ruang untuk tidak berpeluh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Tentang Ananta'S (END)
Любовные романы(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Versi revisi on Innovel/Dreame) "Tentang semua yang tak perlu kamu ketahui. Namun, hanya perlu kamu pahami." Sebenarnya ini kisah tentang seorang Ananta Sadewa yang aku kemas dalam bentuk orang ketiga, bahk...