KTA'S 47 - Secangkir Teh

356 57 12
                                    

Ig : @Anantapio26_

"Ananta," panggil Andrew sambil mendekatkan minuman yang dipegangnya di depan wajah Nanta. Pemuda itu masih diam.

"Hei," tegur Andrew kemudian dan sukses membuat Nanta hampir terjerembab dari duduknya.

"Apa kamu tidak menikmati hari ini?" tanya Andrew menatap Nanta.

Pemuda di sampingnya malah menghela berat. Lalu membalas tatapan Andrew dengan malas. "Saya hanya ingin cepat-cepat pulang ke Indonesia," jawabnya.

Andrew mendesah panjang. "Ah, rupanya. Kau sedang merindukan seseorang," ujar pria itu sambil menikmati angin sore yang menerpa tubuhnya.

Kiara sontak ikut menatap Nanta. Andrew memang sengaja mengajaknya. "Merindukan seseorang. Siapa?" ulangnya disertai sebuah pertanyaan yang di selimuti rasa ingin tahu.

"Entahlah." Andrew mengedikkan bahunya kemudian termenung. "Om pun sedang merindukan seseorang," ujarnya menatap lepas ke arah permukaan air.

Pandangan Nanta langsung teralihkan ke arah Andrew.

"Jika Om tahu dia di mana sekarang, mungkin anak Om sudah seusia kalian," curah Andrew. Tanpa disadari hatinya terasa pilu. Ia rindu dengan anak semata wayangnya yang harus berpisah satu tahun setelah kelahirannya. "Anak Om harus ikut dengan ibunya."

"Ke-kenapa, Om?" tanya Nanta hati-hati.

Andrew menarik napasnya. "Hubungan Om dengan istri Om dulu sama seperti kamu dengan Laisa."

Nanta termenung.

"Lalu nama anak Bapak siapa?" celetuk Kaira ikut bertanya.

"Nama anak saya Humaira Khansa."

Wajah tertunduk Nanta seketika menegak saat mendengar jawaban Andrew. Ia tahu nama itu. Tapi apakah semuanya benar, jika Andrew adalah ayah kandung Humaira? Lagi pula setahunya, Humaira adalah anak dari Pak Subagio yang pernah berbaik hati menyumbangkan banyak buku ke pondok sastranya.

"Saya berharap jika suatu saat nanti saya bisa bertemu dengan anak saya, Humaira."

Tapi perkataan Andrew tidak main-main. Siapa pun yang mendengarnya pasti akan menilai jika yang dikatakannya itu penuh dengan kejujuran. Lalu apa ia harus mengatakannya sekarang? Ah, iya. Nanta harus mengatakannya sekarang. Pasti ada kerinduan yang sudah terlalu penuh di dalam sanubari Andrew. Mungkin pula Humaira akan merasakan hal yang sama, yaitu rindu yang begitu besar di hati mungilnya.

"Sepertinya saya tahu di mana anak Om." Nanta menatap Andrew dengan penuh keyakinan. Raut pria paruh baya di hadapannya pun seketika berubah, seperti menaruh harapan besar pada pemuda di depannya. "Dia teman saya," jelas Nanta mengembangkan senyumnya yang tenang.

"Bisa antar Om untuk menemuinya?"

"Dengan senang hati."

Apa ini balasan Tuhan untuk Andrew yang sudah membantunya untuk melawan sakitnya? Tuhan sungguh adil.

Andrew menatap langit jingga di hadapannya. Ia berharap Tuhan benar-benar sayang kepadanya. Lalu kembali mengedarkan pandangannya untuk menatap Kiara dan Nanta secara bergantian. Rautnya seperti memancarkan binar kebahagiaan.

Nanta pun bersyukur karena setidaknya di hidupnya yang selalu dianggap tidak berguna ini dapat membuat orang lain tersenyum bahagia. Iya, Nanta menganggap dirinya tidak berguna. Itu semua karena gertakan keras yang pernah keluar dari mulut ayahnya. Meski sudah lama terjadi, akan tetapi semuanya masih membekas di dalam ingatannya.

Senja perlahan lenyap di antara permukaan air luas di hadapannya. Namun, lalu lalang orang-orang semakin memadati tempat yang terkenal dengan nama patung Merlion. Bersama Andrew dan Kiara, Nanta beranjak dari tempatnya. Meninggalkan berbagai kisahnya di tempat yang sama dan pernah ia singgahi bersama gadisnya.

Kisah Tentang Ananta'S (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang