Seperti rencananya beberapa jam lalu rian benar benar mengajak teman temannya itu untuk datang ke rumahnya, tentu saja untuk mengerjakan tugas, bukan untuk berdiam diri ataupun mengobrol.
Untung saja jevan dan rian membawa motornya masing masing jadi tidak terlalu memakan banyak waktu seperti beberapa waktu lalu.
Ternyata sedikit membantu juga kehadiran si laki laki sombong itu, pikir shani.
"Ka aku pulang sama rian deh kayaknya" Ucap shani pada arkan, via telepon.
"Kenapa baru bilang dek" Gerutu arkan dari sebrang sana, shani meringis, dirinya memang bersalah karena telat menghubungi kakaknya itu, mungkin kini arkan tengah menunggunya didepan gerbang sekolah.
"Maaf ka lupa" jawab shani dengan penuh rasa bersalah.
"Yaudah gapapa, jangan pulang telat lagi ya"
"iya" Arkan menutup sambungan. shani kembali menghampiri teman temannya yang sudah sejak tadi menunggunya untuk melanjutkan separuh jawaban dari soal tugas mereka.
Shanj kembali menjelaskan materinya hingga mereka benar benar mengerti.
"Ngerti?" Tanya shani, selang beberapa menit setelah ia selesai menjelaskan.
Ketiganya mengangguk, walaupun masih terlihat ragu.
Rian meregangkan tubuhnya. Kemudian beranjak untuk mengambil sesuatu dari arah dapur.
Shani, vanya dan jevan mengemasi bukunya masing masing.
Rian kembali dengan beberapa jantung makanan yang sudah ibunya siapkan, inilah alasan utama vanya dengan senang hati dan sedikit memaksa untuk datang ke rumah rian.
Makanan yang selalu ibu rian berikan setiap datang ke rumah.
Akhirnya mereka beranjak keluar rumah untuk pulang.
"Van lo yang anterin shasha, gw anterin ini anak gajah ke penangkaran" Ucap rian dengan entengnya, sembari menepuk nepuk punggung vanya, yang sedikit emosi, namun sedikit terbawa perasaan juga.
Shani seketika menoleh, tak terima jika harus pulang dengan laki laki yang tak ia sukai karena kesombongannya ini.
Walaupun sebenarnya tak mau, tapi akhirnya shani pulang bersama jevan, karena tak ada pilihan lain.
Tak ada yang memulai obrolan, bersuara pun hanya hembusan angin saja yang terdengar.
Beberapa menit berlalu saat diperjalanan, rinai hujan mulai berjatuhan.
Tak lebih dari lima menit jevan memberhentikan motornya didepan sebuah halte karena hujannya berubah menjadi deras dalam waktu yang sangat singkat.
Jevan berjalan meninggalkan motornya, dan shani yang masih terduduk diatas jok. "Ko malah duduk disitu?"
"Gak liat hujan gede" jawab jevan dingin, shani mendengus.
Ia pun ikut duduk dibangku halte namun berjauhan dengan jevan, sekitar dua bangku yang dikosongkan.
Shani menunduk, menggesek gesekan kedua telapak tangannya karena angin dingin yang terasa menusuk nusuk kulitnya yang hanya terbungkus seragam dan jaket tipis berwarna putih polos dengan aksen moomin didada sebelah kirinya.
Beberapa menit kemudian ia mulai melamun menatap jalanan sepi yang tabah menerima semua guyuran air hujan yang masih sangat deras, tiba tiba saja shani tercekat karena sebuah jaket jeans yang memilik wangi khas laki laki dilempar tepat diwajahnya.
"Pake" Suruh jevan dengan nada bicara yang dingin dan ekspresi datarnya, shani mendengus kemudian menaruh kembali jaket berwarna biru muda itu dibangku yang berada disamping tempatnya duduk, ia tak butuh bantuan si sombong.
Tak lama shani kembali terkejut karena akhirnya jevan memakaikan jaket itu dengan tangannya sendiri, karena shani yang ngeyel padahal wajahnya sudah pucat karena kedinginan.
"Jaket gw bersih" Suaranya singkat, shani tak meliriknya sama sekali, ia tak ingin jika menatap jevan dan terjadi sesuatu seperti yang sering terjadi pada drama drama percintaan di televisi.
Jevan memang keras kepala, tapi perlahan dapat bersifat manis walaupun biasanya dingin dan seolah hanya perduli pada dirinya saja.
Saat tangan jevan baru saja usai untuk memakaikan shani jaket, sebuah mobil berwarna putih dengan beberapa ciparatan dari jalanan yang membuat bagian bawahnya kotor berhenti didepan halte.
Shani mengangkat wajahnya dan mendapati seseorang yang sangat ia kenal tengah menatapnya tajam.
BUGGG
Sosor Rayan memukul wajah jevan, shani tak tinggal diam ia melerai keduanya sebelum pertengkaran yang lebih besar terjadi.
"Udah yan" Shani menjauhkan tubuh kekasihnya itu, namun rayan tetap memberontak dan meluapkan emosinya untuk mengahajar jevan.
"Bawa pulang sono pacar lo" Jevan mendorong dada rayan, suaranya dengan nada menghina.
Setelah bersuara untuk terakhir kalinya itu jevan menerobos hujan kemudian menigglakan shani dan rayan.
"Pulang" Ajak Rayan dengan ekspresi yang masih terlihat kesal, ia menarik tangan shani untuk masuk ke dalam mobilnya.
Sepanjang perjalan shani hanya mengarahkan wajahnya kearah jendela, menatap jalanan yang mereka lewati, tak berniat mengajak rayan berbicara, karena tahu emosinya sedang meledak ledak
"Pake" tiba tiba saja Rayan memberikan hoodienya yang masih kering, shani menerima benda itu namun tak mengalihkan tatapannya.
Ia kecewa dengan rayan yang sudah mulai berani bersifat kasar, padahal dia tak tahu yang sebenarnya.Shani membuka tasnya untuk melihat keadaan album yang ia terima tadi siang, harap harap tak ada bagian yang basah.
Rayan menoleh sekilas, "Album?"
"Iya" Ucap shani pelan, rayan mengambil alih benda itu karena penasaran.
"Album langka?" Rayan kembali bertanya dengan hangat seolah kejadian beberapa menit lalu tak pernah terjadi.
"Iya" Shani bersandar kemudian menunggu respon Rayan.
"Beli dimana?" Shani terdiam sejenak, setelah album itu kembali ke tangannya.
"Gak beli" Rayan menoleh, kemudian mengerutkan keninganya.
"Terus?" Shani mengehala nafas panjang, bodoh sekali ia bahkan baru berpikir jika Rayan akan marah soal si penggemarnya itu.
"Ada yang kasih" Rayan memberhentikan mobilnya setelah keduanya tiba didepan gerbang rumah shani.
"Dan kamu terima gitu aja?!" Nafas Rayan kembali memburu, amarahnya kembali naik.
"Aku bisa beliin kamu apa aja yang kamu mau, aku gak suka kamu asal terima barang barang kayak gitu" Shani mendecih, rayan itu terlalu possesiv, salah satu sifatnya yang tak pernah shani sukai.
"Kamu tinggal bilang sama aku kalo mau apa apa bukan gini caranya, aku bakal simpen ini besok aku beliin kamu yang baru" Ucap Rayan, mengambil alih dari tangan shani.
"Aku gak pernah larang kamu pergi sama siapa aja yang kamu mau, aku gak pernah nuntut kamu buat terus waktu buat aku, aku gak pernah maksa kamu buat lakuin apa yang aku mau. tapi kamu kayak gini"
"Egois tau gak" shani meninggalkan Rayan yang masih terdiam ditempat duduknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/208842799-288-k77780.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA [ √ ]
Teen FictionShani sabila dayuga. Gadis 17 tahun yang berjuang untuk tetap kuat dari semua nasib menyedihkannya tentang kedua orang tuanya yang membuang dan selalu menghina layaknya seorang musuh. Kisah manis tentang hidupnya seolah sirna seketika saat ibunya m...