16. Black boy

6 1 0
                                    

“Mungkin aku harus lebih banyak belajar merelakan, jika kenyataannya dirimu memang miliknya”

Keributan diruangan utama rumahnya membuat shani tidak fokus sendiri dengan tugas dan beberapa buku dihadapannya yang siap untuk dibaca.

Sejak satu jam lalu teriakan arkan maupun rayan menusuk kedua lubang telinga shani, ditambah lagi suaranya yang menggelegar namun tak merdu.

Shani menghela nafasnya setelah beberapa saat menyembunyikan kepalanya dibawah bantal untuk sedikit menyamarkan kebisingan mereka.

Shani mengacak rambutnya kasar, mereka sangat mengganggu kegiatannya, untung saja kedua orang tuanya sedang pergi untuk menemui media, jika tidak mungkin kedua laki laki itu sudah diusir secara tidak manusiawi, karena yang mereka lakukan sangat menganggu, bukan hanya pendengaran tapi juga kenyamanan penghuni rumah.

Shani meninggalkan kamarnya untuk sedikit menertibakan, bahkan jika bisa membuat mereka diam.

Sebuah kaleng minuman bersoda yang baru saja diambil dari lemari pendingin juga berada digenggaman shani saat tiba diruangan utama, tempat kakak dan tamunya membuat keributan bersama playstation milik arkan.

Ia duduk diatas sofa, dibelakang arkan dan rayan yang fokus dengan layar televisi.

"Kalah lu, martabak keju meluncur perut gue" Sorak soray arkan setelah kembali mengalahkan rayan.

"Gak usah teriak teriak bisa gak sih"

"Dah lah bang bangkrut gue kalah mulu" akhirnya rayan menaruh joystiknya diatas permukaan karpet.

Arkan mengangkat bahunya, tak masalah ia sudah menang beberapa kali, rayan akan membelikannya makanan yang ia minta, martabak keju.

"Yah" Arkan mendengus kemudian ikut menaruh joysticknya.

Kini laki laki berwajah manis itu membaringkan tubuhnya diatas karpet sesekali menepuk nepuk perutnya yang hanya terbalut kaos putih.

"Yan laper"

"Ya terus?" Arkan melempar bantal yang ia pakai dan mendarat tepat diwajah targetnya.

"Beliin makanan lah geb pantesan adek gw sering ngambek orang pacarnya kagak peka" Rayan tersenyum, memang itu kenyataannya.

"Tapi gw perginya sama shasha ya bang" Izin rayan seelah merapikan rambutnya, dan berdiri

Shani mengangkat wajahnya, melirik sang kakak dan rayan.

"Asal dibawa pulang lagi" Arkan melambai lambaikan tangannya pasrah.

Rayan mengangguk pada shani, mengisyaratkan jika dirinya sudah siap.

Beberapa langkah sudah dilakukan untuk meninggalkan pintu utama dan mengahampiri motor rayan yang sudah terparkir dihalaman rumah keluarga winata, sejak tadi.

Kurang dari sepulah langkah lagi shani malah berjalan ke arah yang lain, ke arah gerbang, si J baru saja menggantungkan paper bag dipagar besi rumahnya.

Rayan yang menyadari itu ikut berlari, namun lebih cepat dari sang kekasih.

"Mampus lo bangsat" Shani memepercepat langkahnya, satu pukulan mendarat diperut laki laki itu, identitasnya masih tak terungkap, sama sekali.

Untung saja ia dapat melepaskan diri dari cengkraman rayan, sebelum hantaman dari kepalan tangan yang lain ia dapatkan

Rayan menarik pergelangan tangan shani untuk kembali ke rumahnya.

Setelah tiba didepan gerbang, paper bag yang tergantung dipergelangan tangannya pun ikut rayan rebut.

Ia melempar benda didalamnya kemudian menginjaknya, layaknya sampah yang menjijikan.

"Kamu gak bisa gitu dong yan" Ucap shani tak terima. Rayan mengangkat bahunya.

"Gak bisa apa?!" Bentak rayan, menendang benda itu hingga ke sebrang jalan.

"Dia temen aku" Ucap shani bohong.

"Aku bisa beliin apa aja yang kamu mau sha, kamu gak perlu jadi kayak cewe murahan kayak gini demi barang dari dia!" Shani menatap rayan kecewa, apa tak salah yang baru saja ia dengar.

Perempuan murahan.

Setelah beberapa saat rayan kembali menyadari ucapannya, ia mencoba menggenggam jemari shani, namun tentu saja mendapat penolakan.

Gadis itu berjalan cepat meninggalkan rayan, pelupuk matanya sudah siap mengelurakan kucuran air.

Pergi kemana rayan yang dulu, pikirnya.

"Sha!" panggil rayan, ia kembali mengejar shani, tidak perduli dengan keadaan sekitar, walaupun klakson dari mobil milik bayu beberapa kali berbunyi.

"Kenapa kalian ribut ribut didepan rumah saya?!"

"Mau membuat saya malu!" Tuduh bayu lagi, tatapan tajam dari desti pun mngiringinya.

Rayan menundukan tubuhnya mencoba untuk bersalaman, namun lebih cepat mendapat tepisan.

"Ngapain kalian ribut ribut dirumah saya" kini desti yang bersuara, rayan dan shani menunduk.

"Dasar tidak tahu malu! Mau semua orang tahu soal masalah kalian, mau bikin keluarga saya malu?!"

PLAKKK

Shani menahan pipinya yang terasa panas, rayan mengangkat wajahnya, terperanga, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Masuk!" Teriak desti menarik ribuan helai rambut anaknya, rayan menerjang tubuh bayu yang menghalangi langkahnya, untuk membantu shani.

"Pergi kau kurang ajar!" Bayu menunjuk gerbang yang sejak tadi sudah terbuka.

"Masuk!" Suara desti lagi lagi membuat rayan tak kehilangan nalurinya untuk melindungi gadisnya.

BRAKKK

Tinjuan dan tendangan berhasil rayan dapatkan, desti tak benar benar membawa shani pergi dari tempat itu.

Tangan shani menahan cengkraman sang ibu, air matanya juga terus berjatuhan, wajahnya memerah dan dalam keadaan terduduk diatas aspal halaman, ia sangat malu, karena beberapa orang tetangganya menyaksikan keributan mereka dengan rayan.

Tak lama seorang laki laki datang dan menepis kasar cengkraman desti dirambut shani.

Ia membawa shani hingga menjauhi dari area rumah keluarga winata.

Rayan ikut berlari kearah yang sama, menerobos kerumunan orang orang itu


SUARA [ √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang