17. Winata

12 1 0
                                        

Akhirnya setelah beberapa saat keduanya terdiam dihalte, arkan menelpon rayan dan menyuruhnya untuk mengantar shani pulang, walaupun dengan jalan kaki karena motornya ia tinggalkan tadi.

"Ngapain sih kalian?" Arkan mulai mengintograsi sang adik dan rayan.

Shani sama sekali tak menjawab pertanyaan arkan, ia fokus dengan kapas dan obat merah dihadapannya, mengobati luka dipinggir bibir rayan, arkan yang memaksanya, bukan kemauan shani sendiri.

"Dek" Panggil arkan, karena pertanyaannya sama sekali tak terjawab oleh kedua orang didepannya.

"Tanya rayan ka" Shani menyudahi kegiatannya kemudian pergi menuju kamarnya.

Sisi tegas dari arkan keluar tanpa perintah jika menyangkut adiknya.

Siapa pun akan ia serang dengan berbagai pertanyaan jika membuat adiknya kesal bahkan sampai menangis.

"Gw salah bang" Rayan menunduk, setelah mengakui jika dirinya bersalah.

Arkan mengacak rambutnya kasar, hingga beberapa saat keadaan ruangan begitu hening.

"Tadi sore tersebar video keributan dirumah anda kira kira ada apa ya pak" Tanya seorang wartawan ditelevisi, tiba tiba saja mata arkan tertarik dengan beritanya.

Bagaimana tidak, sang ayah yang kini menjadi pusat pembicaraan dari acara itu.

Arkan dan rayan terdiam, menyimak, apa yang akam bayu katakan pada media, tak heran jika kejadian tadi sore mengundang perhatian media, para tetangga merekamnya dan menyebar video itu.

"Anak saya hamil sama laki laki yang lawan saya, saya juga heran padahal saya sudah didik anak saya dengan sangat baik" Arkan beralih menatap rayan tajam, tangannya ikut mengepal.

"Bukankah pacar anak anda adalah putra dari yuda Algareza?"

"Tanggung jawab lo bangsat" Arkan mencengkram kerah baju dari rayan.

"Gw gak ngapa-ngapain sama adek lo bang" Tukas rayan dengan yakin, perlahan arkan mulai melepaskan cengkramannya.

"Lo tinggal cek ke rumah sakit kalo lo gak percaya" Ucap rayan lagi kembali meyakinkan arkan.

lawan bicaranya terdiam, ia pun sedikit tak yakin jika shani melakukan hal itu, adiknya gadis baik baik.

"Lo ikut gue" Perintah arkan berjalan lebih dulu untuk pergi.

Langit lebih suram malam ini, karena salah satu bintangnya tak bercahaya.

Dia menangis, apa aku harus menyanyikan lagu kesukaannya agar dia kembali tersenyum?

Atau mencubit pipinya?

Aku sedang hilang ide untuk membuatnya kembali tersenyum.

Tapi walaupun sedang bersedih, aku yakin cacing cacing dalam perutnya pasti berteriak karena kelaparan.

Malam ini aku membuatnya, makanlah.

Sepucuk surat diatas kotak nasi itu selesai shani baca, ia tersenyum walauoun dengan air mata yang tak terbendung.

Beberapa berita tentangnya, emnyebar diinternet.

Putri keluarga winata mendapat banyak perhatian, akibat salah pergaulan.

Kira kira begitulah judul artikel yang berlalu lalang dilayar ponselnya.

Keluarga winata memang sudah seperti sekumpulan selebriti, mudah mendapatkan perhatian, dan jujur saja shani sendiri merasa risih.

Sejak tadi arkan tak datang untuk menanyakan keadaannya seperti biasa, bahkan membuka pintu kamarnya saja tidak.

Ia tak melihat arkan, batang hidungnya saja sama sekali tak nampak.

"Apa maksud kalian?" Tanya arkan dingin, setelah media menjauhi mereka.

Bayu mendecih, bibirnya tersenyum menyungging.

"Pulang" Perintah bayu pada arkan, nenahan nada tinggi andalannya, arkan memutar matanya, kemudian menuruti perintah ayahnya, memang lebih baik masalah ini dibicarakan dirumah.

rayan, arkan dan kedua orang tunaya bergegas utnuk pulang, rencanannya untuk berunding tentang masalah ini.

Walaupun tanpa kehadiran dari oramg tua rayan.

"Pulang aja kamu sana" Usir bayu, mendorong bahu rayan, sang objek mendengus kemudian benar benar pergi.

"Ini semua salah dia sendiri"

"Dia yang bikin keributan, sampai terendus media"

Arkan melepas jaketnya saat ketiganya baru saja membuka pintu utama.

"Biarkan saja arkan, dia yang salah" Tambah desti, ia mengusap punggung arkan dengan lembut, seolah kegarangannya ta pernah ada.

Arkan menjauhinya. "Apa yang ayah katakan itu bisa saja membuat kehidupan shasha hancur kedepannya"

Bayu mengangkat sebelah alisnnya, apa urusannya dengan gadis itu, pikir bayu.

"Itu bukan urusan ayah arkan" Bayu mendorong pelan tubuh sang anak untuk pergi  kekamarnya, karena ini sudah cukup malam.

"Ini semua karena kalian sendiri yang asal bicara" Arkan ikut duduk diatas sofa, seperti biasan saat keluarganya berkumpul.

"Kamu yang asal bicara arkan" Bayu balik menuduh.

"Ini semua salahnya, jangan bela dia lagi" Arkan menutup telinganya rapat rapat jika untuk pendapat desti.

"Pergi arkan ayah sedang puskng" Usir bayu, arkan pun mendengus.

Ceklek.

Ia membuka pintu kamar adiknya, tak dikunci.

Aroma dari pengharum ruangan yang tergantung didepan pintu menyambut kedatangan arkan, ia menghampiri adiknya yang masih sibuk dengan tumpukan buku tugasnya.

"Kamu udah makan dek" Arkan menyadari adanya kotak berisi makanan tak habis diatas nakas.

"Udah" Shani tersenyum manis, sang kakak mengusak puncak kepalanya ia tahu jika keadaan adiknya sedang tak baik baik saja.

Ia tahu apa yang shani rasakan, ketakutan.

Ia duduk diujung ranjang shani, sebelah kakinya juga berada diatasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SUARA [ √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang