“Aku manusia paling bodoh, karena masih mampu melihat seseorang yang aku sayangi menangis"
—
Kornea gadis itu menangkap seseorang, didepan gerbang rumahnya.
Si laki laki bertopi itu, shani tersenyum kearahnya walaupun ia sendiri tak dapat melihat wajah milik orang itu dengan jelas.
Ia tersenyum, diam diam, karena rayan masih berada satu tempat dengannya, bersiap untuk pulang, setelah memaksa untuk datang, beberapa jam lalu.
"Kamu kenapa sih" Rayan ikut menoleh kearah gerbang, untung saja sebelum mata rayan melihat kehadirannya si J itu sudah pergi.
"Penggemar rahasia kamu?!" Shani menggeleng, malas, jika semuanya dimulai dan diakhiri dengan pertengakaran seperti ini, bukankah lebih baik tidak bertemu saja jika ujung ujungnya tak ada kesan percaya sama sekali didalamnya.
Rayan sudah berubah, bukan lagi yang dulu, yang selalu bersikap sangat manis, walaupun terkadang sibuk dengan aktifitasnya sendiri.
"Aku pulang" Pamit rayan dengan dingin, tak ada kata lagi, ia benar benar pergi begitu saja.
Shani mengangkat bahunya dan beranjak masuk kembali kedalam rumahnya, tapi suara seseorang dan bantingan didepan gerbang berhasil membuat gadis itu kembali memutar tubuhnya.
Shani berlari kearah dua orang didepan gerbang, satu kepalan tangan pria ber-jas mendarat diwajah lawannya yang hanya menerima pukulan itu, pasrah.
"Ayah.." Shani mencoba melerai pertengkaran ayah tiri dan kandungnya, ah maksudnya kekerasan dari bayu untuk hadi.
Shani menghalangi hadi dengan tubuhnya karena keadaan sang ayah sudah lemas, dengan sudut bibir yang mengeluarkan darah.
"Minggir kamu!" Bayu menarik tubuh shani ke sembarang arah, kemudian kembali menghajar hadi, pria itu sudah tergeletak diatas aspal yang masih lembab.
"Lepaskan dia!" Shani mencoba melepaskan cengkaraman tangan bayu dikerah pakaian sederhana milik hadi.
"Diam kamu!" Kini shani yang menjadi korban, bayu menarik paksa pergelangan shani dengan kasar, hingga langkah gadis itu pun layaknya seorang bayi yang baru belajar berjalan, sesekali lututnya mencium aspal, hingga terlihat beberapa luka dikulitnya.
"aku harus memberinya pelajaran paman" Teman setia hadi itu mencoba mendorong gerbang, namun mendapat tahanan dari lawan bicaranya.
"Biarkan saja" Tangan hadi menepuk punggungnya, agar ia kembali tenang.
Tangannya mengepal, nafasnya pun tak beraturan, ia sudah kehilangan kesabarannya pada bayu, karena sudah membuat hadi terluka seperti ini, tambah lagi dengan shani yang ia perlakukan dengan semena mena.
"Diam, kamu lihat dia seperti apa jangan pernah membela si miskin itu" Perintah bayu, setelah keduanya memasuki rumah, mungkin agar media tak mencium kabar ini, reputasinya sebagai pengusaha sukses nan baik hati serta kepala dari keluarga yang sangat harmonis itu akan hilang begitu saja.
"Apa hak anda melarang saya menemui ayah saya" Tanya shani tapi masih dengan nada sopannya.
"Saya berhak atas apapun!"
Ceklek
Deruh nafasnya terdengar cukup keras. terlihat pula keringat didahinya, dapat ditebak jika arkan berlari untuk segera menghampiri ayah dan adiknya setelah malihat kehadiran dua pria yang tak ia kenal digerbang rumah.
"Ada apa ini?" Tanya arkan. Bayu mengangkat bahunya, seolah tak pernah bersalah, sedikit pun.
"Pria miskin didepan gerbang itu ayah dia" Bayu mendecih kemudian meninggalkan keduanya.
"Terus apa salahnya kenapa ayah menghajar dia?" Arkan kembali menghampiri ayahnya.
"Dia mencoba merusak keluarga kita, cukup?!"
—
Laki laki itu melambaikan tangannya kearah jendela kamar shani yang masih setia dibuka, walaupun jam dinding menunjukan angka delapan, malam.
Shani berhasil mengalihkan pandangannya dari lembaran buku yang sedang ia baca.
Setelah beberapa kali melakukan hal itu, si laki laki misterius itu menunjuk kotak surat, mengisyaratkan shani untuk mengambil hadiahnya malam itu.
Shani tersenyum. Kemudian meninggalkan kamarnya untuk pergi ke depan gerbang.
Obrolan beberapa rekan bayu pun terdengar dari arah ruang utama, teman teman sesama pengusaha sukses, bayu tidak mungkin berteman dngan sembarang orang.
"Itu anakmu?" Tanya salah satu temannya, menyadari shani yang berjalan melewati pintu ruangan itu yang sengaja dibuka.
"Iya sini sha" Panggil bayu dengan lembutnya, tangannya pun melambai.
Untuk pertama kalinya, kata kata dengan nada super lembut itu terdengar dari mulut sang ayah tiri.
Tentu saja untuk menaikan namanya, sebagai pengusaha sukses dengan keluarga yang harmonis, didepan media dan rekannya.
Shani menghampiri beberapa orang itu dan memperkenalkan dirinya.
"Cantik sekali, seumuran dengan anak saya" Shani tersenyum canggung, bayu pun ikut mengangguk dan mempersilahkan shani untuk duduk disampingnya.
Arkan yang baru saja melewati ruangan itu pun ikut menyimak akting so baik ayahnya, niatanya untuk mengambil makanan dari dapur pun seolah hilang.
"Seperti kata media keluarga winata memang sempurna" Ungkap Regi, rekan bayu.
Bayu pun tertawa senang dengan hal itu, memang itu yang ia inginkan, pujian.
"Om shasha pamit ke kamar dulu" Pamit shani menganggukan kepalanya kearah semua rekan bayu, agar lebih sopan.
Hampir semua responnya pun begitu hangat, tak ada yang mampu bersikap sombong pada keluarganya.
Seperti niatan utamanya beberapa menit lalu, shani membuka pintu utama, menerjang angin yang saat itu sangat dingin, demi hadiah dan surat dari si J.
"Tersenyumlah shani!" Dari kejauhan laki laki berjaket dan topi berwarna hitam itu berteriak, meminta shani untuk tersenyum.
Suaranya terdengar tak asing, shani mengerutkan keningnnya beberapa saat.
- ayo tunjukan kebaikan kalian dengan memberi vote. ( ๏ิ₃๏ิ)
*kissfly buat kalian
![](https://img.wattpad.com/cover/208842799-288-k77780.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUARA [ √ ]
Teen FictionShani sabila dayuga. Gadis 17 tahun yang berjuang untuk tetap kuat dari semua nasib menyedihkannya tentang kedua orang tuanya yang membuang dan selalu menghina layaknya seorang musuh. Kisah manis tentang hidupnya seolah sirna seketika saat ibunya m...