14. Jacket

6 1 0
                                        

"Jaket gw mana" Shani mengalihkan matanya dari layar ponsel kearah samping, seseorang baru saja besuara padanya.

Shani mendengus kemudian mengeluarkan jaket jeans milik jevan itu, laki laki yang kini beralih duduk didepannya sangat takut jika ia tak mengembalikan benda itu, padahal ia sama sekali tak tak memakainya, hanya hari itu saja, shani pun tak menginginkannya, walaupun dapat ia akui jaketnya memiliki wangi yang enak.

"Uang sewanya mana?" Shani mengertukan keningnya, yang benar saja, perhitungan sekali dia, pikir shani.

Ia merogoh sakunya kemudian memberikan jevan sejumlah uang dari dalam sana, agar perdebatan itu usai.

"Becanda elah lo pake aja kalo butuh uangnya lo pake beli susu biar lo cepet tinggi" Ledek jevan, ia tertawa senang dengan semua ucapannya.

Shani menatapnya tajam, candaan macam apa itu, sama sekali tak ada lucu lucunya.

Jevan perlahan menjauhi meja shani, dengan leadaan yang masih tersenyum-senyum kikuk.

"Galak bro" Basa basi rian, yang sejak tadi menyimak temannya ini dari meja paling belakang.

Jevan tak menggubris sama sekali, ia masih merasa tampan, jadi tak berburuk sangka jika shani tak menyukainya.

"Semangat bro, demi masa depan" Dukung rian, dengan tangannya yang menepuk nepuk keras punggung sang sahabat, jevan mendelik kemudian kembali menatap layar ponselnya.

Line app

Uknown. Shanidyg

Selamat pagi tuan
putri...

Bagaimana kabarmu
hari ini

Ah aku gugup mengetik saja
seperti anak tk

Ada typo

Haha

Aku baik baik saja

Kamu lucu...

Apa sekarang aku
buta huruf?

Aku tidak salah baca?!

Kamu cantik, lebih lucu

Wajahku membiru karena
pujian itu

Hahaha

Aku kira kamu manusia
ternyata anak dewa krisna?

Tenang saja ku manusia
biasa, tapi rasaku untuk
kamu yang tak biasa

Aku sudah buat makan
siang untukmu tadi.

Makanlah

-

Shani tertawa kecil, ia semakin penasaran dengan laki laki misterius itu

Shani mencium bau dari kotak makanan itu, enak.

Apa si J itu seorang chef, makanan yang ia buat tak pernah gagal membuat nafsu makannya naik.

"Hei" Shani mengangkat wajahnya, vanya baru saja duduk disampingnya, entah baru datang atau baru kembali dari kelas lain yang sering vanya datangi, demi siswa siswa tampan dari kelas itu.

"Bu vina udah depan pintu" Rengek vanya, shani mengangkat alisnya, apa salahnya, pikir shani.

"Ya terus?" Vanya menggertakan giginya, dengan respon shani yang sama sekali tidak mengerti maksudnya.

"Tugas gw belom beres" Shani menghela nafasnya, kemudian tangannya menggerayap dilaci mejanya.

"Dasar si tukang nyontek" Hina vanya, sang objek tersenyum kikuk.

"Selamat pagi anak anak"

-

"Iya dek kakak lagi siap siap" Arkan memutuskan sambungan setelah bersuara dari sebrang sana, rumah salah satu temannya.

Shani memasang kembali earphonenya, sembari menunggu arkan, agar tidak terlalu membosankan.

I'll be loving you forever oleh New kids on the block.

Tanpa sadar bibirnya bernyanyi pelan, karena iringan dari lagu itu.

Ia sedikit mengayuhkan kakinya yang tak terlalu tergantung dibangku halte, dekat SMA Graha muda, sekolahnya.

Tak lama seorang laki laki datang dengan hoodie berwarna hitam polos dan motor antiknya, penampilannya cukup keren, tapi tidak untuk shani.

Ia menatapnya datar.

"Naek" Perintahnya, menyodorkan helm candangan miliknya.

Shani memutar matanya malas, sampai kapanpun ia akan lebih memilih untuk menunggu arkan walaupun lama, dari pada pulang bersama si aneh, jevan.

"Ga butuh ojek" tolak shani, ia mengalihkan pandangannya.

"Cih" Jevan tertawa kecil, lagi lagi saat ledekan yang shani lontarkan padanya sang objek malah tertawa, seolah itu adalah pujian.

Ia beralih duduk diatas motornya menghadap lawan bicaranya itu.

"Ngapain sih disini?"

"Nenek lu yang punya halte?" Jevan balik bertanya, dan saat ini ia sedang mencoba untuk membuat darah gadis didepannya naik.

Shani melirik jam tangannya, untuk melihat sudah berapa menit arkan berjanji.

Jevan merogoh tasnya, kemudian mengeluarkan sebotol susu coklat, shani menatapnya heran, dari mana ia tahu jika itu adalah minuman kesukaannya, apa mingkin hanya kebetulan saja.

"Berapa?" Tanya shani dingin, ia mengeluarkan. Selembar uang dari sakunya, jevan adalah laki laki paling perhitungan pertama yang ia kenal.

"Haha gak perlu" Shani mengangkat bahunya, tak lama ia kembali menatap jevan.

"Lo masukin racun?" Jevan tertawa renyah, apa sejahat itu ia dimatanya, pikir jevan

Selang beberapa menit arkan datang, terlihat terkejut dengan keberadaan jevan bersama sang adik.

"Bukan siapa siapa" sosor shani saat mulut arkan terbuka untuk mengatakan sesuatu.

"Masih gantengan kakak ya dek" Arkan menyisir rambut bagian depannya dengan kelima jemarinya, sembari bercermin pada spion.

"Iya iya" Shani cepat cepat menaiki motor arkan sebelum banyak pertanyaan yang lain terlontar dari mulut sang kakak.

"Duluan bro" pamit arkan dengan nada so akrab.

Jevan pun ikut mengangguk, tangannya juga melambai.









SUARA [ √ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang