BASTIAN sudah tahu, begitu dia melihat kemilau cahaya kuning lembut dari balik pintu masuk, Jaac dan Laren pasti berusaha membuat ruangan makan di sana menjadi formal dan berlebihan layaknya tempat dinner di restauran bintang lima.
Bahkan ada dua balon helium besar nan cantik yang bertuliskan 'congratulations' dan 'calon dokter' berwarna putih-biru disangkutkan di kursi makan yang kosong. Belum-belum Bastian sudah meringis. Dan Bastian semakin ingin menghantam sesuatu kala dia melihat ada tiga kotak kado di sisi meja makan. Yang benar saja? Katanya cuma makan malam! Kenapa malah terlihat seperti acara ulang tahun balita?
Ella di sebelahnya melongo. Kantuknya telah hilang sepenuhnya. Dia menatap Bastian, "Kau..."
Bastian menelan kenyataan asin ini. "Mereka pasangan yang mengerikan--kakakmu dan sepupuku itu."
Dua orang yang Bastian sebut 'mengerikan' tidak menampakkan batang hidungnya. Jangan katakan kalau mereka sedang mencocokkan gaun dan tuksedo di atas sana. Lihat saja, Bastian akan mengolok mereka habis-habisan. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi.
"...Dokter?" cicit Ella.
"Aku sarjana kedokteran."
"Seharusnya aku tahu." gumam Ella pada dirinya sendiri.
Memang. Bastian membatin. Sekarang kau sadar tidak bisa lagi berpura-pura sakit perut demi mencari perhatian, little devil.
"Lho! Sudah pulang?" Jaac muncul dari lorong dapur--dengan bagian depan tubuh masih berlapis celemek merah bercorak bunga. Dahi putihnya berkilat akibat keringat. Kedua tangannya memegang panci--gelagat yang penuh hati-hati setengah canggung. Asap mengepul dari dalam panci.
Suasana hati Bastian berubah geli melihat dandanan Jaac yang seperti 'ibu-ibu rumahan'. Hancur sudah reputasi Jaac sebagai pemuda paling berwibawa. Namun tetap saja, Bastian menahan tawanya mengingat Jaac masih dianggap berbahaya ketika memegang air mendidih seperti itu.
"Aku sudah bilang akan pulang sebelum makan malam." Bastian membela diri. "Really, Jaac? Aku bersikeras balon-balon itu dimusnahkan saja."
"Ide Laren. Sebenarnya, itu bisa diterbangkan nanti malam--atau besok." Jaac meletakkan pancinya di tengah meja dengan perasaan lega. Dia menyengir pada Ella. "Hai, El. Kau terlihat kecapekan. Tapi maukah kau mandi dan berganti pakaian lebih dulu? Aku bisa mencium bau masam dari sini."
Ella mendesis. "Untung kau kakakku."
Jaac terkekeh saat melihat Ella berjalan dengan kaki dihentakkan. "Aku bercanda!" serunya. Kemudian beralih pada Bastian. "Mungkin kau sumber kemasaman itu."
Bastian menggerutu. Memangnya siapa yang sedang berkeringat itu?
***
Malam itu pukul delapan tepat.
Jaac dan Bastian telah merapikan diri, memakai pakaian bersih, harum, enak di pandang; cukup kaus dan celana khaki. Laren memakai atasan berwarna cream, dan mengatur rambutnya menjadi jalinan rumit namun tetap indah dengan wajah berkilauan.
Ella turun paling akhir ke ruang makan. Tidak ada lagi gaun dalam kamusnya. Dia hanya mengenakan piyama bermotif kartun berwarna biru--yang, ekhem, serupa dengan warna mata Bastian. Hidungnya berkerut kala melihat Jaac yang duduk di sebelah Laren, alih-alih duduk di kepala kursi seperti biasa. Jelas sekali kakaknya itu tidak ingin menyia-nyiakan moment langka di rumah ini dengan pacarnya. Rasa kesal Ella pun segera luntur lantaran mengetahui tempat yang disediakan untuknya berada di sisi Bastian.
Dan apa tidak keterlaluan kalau jarak kursi mereka hanya sepuluh senti? Bisa-bisa sikut mereka berciuman. Kalau Ella sih tidak keberatan, toh, dia hanya membutuhkan tangan kanannya saja untuk makan, sementara tangan kirinya bersandar di meja. Dia tidak pernah memotong daging. Ella tidak berbakat melakukan itu. Pernah satu kali, Ella membuat piringnya pecah menggunakan tenaganya, dan Jaac menjauhkan benda itu dari Ella selamanya. Posesif sekali bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Little Lady
Romance#Romance #Drama #(A little bit)Comedy •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• Bastian bersumpah kalau Bella dulunya adalah bocah perempuan yang manis walau agak merepotkan. Sekarang, 7 tahun telah berlalu. Bella membuat peru...