3. Be Brave

84 4 0
                                    

.
.
.
.

SMA Charlie merupakan sekolah swasta yang elit dan tua, dikelola oleh Profesor Julius Olando yang sama dalam hal 'tua'nya.

Terdapat tiga bangunan kembar yang sama besar, tinggi dan panjang, berlantai empat dengan perpaduan warna marun kombinasi coklat. Gedung-gedung klasik itu mengelilingi sebuah lapangan yang luasnya 100 meter persegi; tempat dimana beberapa siswa-siswi duduk sembari bercengkrama, membaca buku atau sekadar berjemur. Yayasan itu memiliki tujuh ratus lebih pelajar di dalamnya.

Tiga bulan lalu, Ella datang sebagai murid baru kelas satu, yang langsung mengikuti dua ekstrakurikuler sekaligus: Teater dan Karate.

Sah-sah saja bagi Ella memilih dua karena dia bisa mengatur waktu dan—yang terpenting—sangat mampu di bidang itu. Ella bahkan menjadi bintang baru di hari pertama setelah unggul votes dari Meredith—dalam kasus Teater. Sebulan kemudian di ruang gym Karate, Ella sudah memecahkan rekor sebagai penyerang terbaik untuk junior—yang mana ia berhasil menumbangkan semua peserta perempuan (tanpa terkecuali) dan beberapa anak lelaki.

Walau begitu, Ella tidak serta merta dikenal sebagai murid berprestasi dalam bidang non akademik. Dia juga tidak populer di kalangan anak-anak club Basket dan Pemandu Sorak. Bahkan jarang menonjol di ruang kelasnya sendiri. Tapi, tetap saja, hampir separuh sekolah mengenal Carabella Jill Honora, sebagai adik dari Ignasius Jaac Honora—sang murid platinum SMA Charlie angkatan 2010.

Betapa tidak? Di sini Jaac dikenal sebagai murid genius, berkharisma, ramah, dan sangat ganteng. Dia merupakan alumni terbaik dari sekolah ini, sudah pasti. Semua orang mengagumi dan menyeganinya. Bahkan setelah lima tahun berlalu, nama itu masih dielu-elukan dan dipuja-puji oleh setiap guru. Jaac Honora begini ... Jaac Honora begitu ... dan sebagainya—seperti seorang sesepuh saja.

Berita bagusnya, Ella diperlakukan dengan baik oleh para senior dan guru-gurunya, sekaligus mendapat kepercayaan mereka. Dan jikalau Ella berbuat masalah, yang mendapat tekanan justru pihak lawannya.

Sampai di sini, kita tahu banyak dari mana sumber-sumber kejengkelan Meredith terhadap Ella berakar. Dan jiwa kecantikan Meredith semakin terbakar kala ia melihat Ella mencium pipi seorang lelaki luar biasa tampan di depan matanya.

Di depan matanya!

Lelaki itu mungkin agak tua untuk Ella pacari, tapi, jaman sekarang siapa yang peduli dengan umur? Di mana Ella memungut pemuda semacam malaikat itu, pikirnya.

Setelah sekian lama menganga dan menahan napas (efek terbius oleh makhluk tampan), Meredith sontak memekik. "Bitches! Apa cuma aku atau..."

"Bukan cuma kau," sela Katrin, teman sohibnya. Si gadis yang dikenal dengan rambut ponytail sewarna perak, yang otaknya lamban memproses sesuatu, namun kali ini berseru dan netra coklatnya tak berkedip sama sekali. "Kita memang melihat dia mencium seseorang! Walau di pipi, but, Gosh! He is the most handsome guy in the world!" jeritnya menggebu-gebu.

"Apa cuma aku," kata Tala, sohibnya yang lain. Seorang gadis berambut hitam dipotong bob, yang dikenal paling brutal dan bermulut kasar. "Atau lelaki itu memang terlihat tidak senang? Barangkali, si jalang Ella mencuri ciuman darinya."

Mata mereka beralih pada Ella, menatapnya lekat seperti harimau kelaparan.

Ella sedang berjalan mirip berlari kecil menuju gerbang sembari membenarkan letak topinya. Riak wajah yang ia tunjukkan itu—bagaimana mengatakannya?—perpaduan antara marah dan gugup?

Di tengah gapura, sudah ada tiga pemuda yang menanti Ella dengan berbagai macam reaksi: Si rambut merah—yang selalu memarkirkan headphone di lehernya itu—menyeringai sinis; si rambut hitam menaikkan alis, tersenyum tengil; sedangkan si pemuda berkacamata hanya berdiri diam dan mengamati. Ella bergabung dengan mereka. Si rambut merah menyenggol lengan Ella sambil mengatakan sesuatu. Mereka berempat berjalan masuk, berdampingan, beriringan.

My Possessive Little LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang