12. Soundless

20 2 0
                                    

DUA hari berlalu sejak unek-unek Ella tumpah ruah, sekarang semuanya baik-baik saja.

Atau, mungkin bisa dikatakan ada beberapa hal yang tak mengenakkan terjadi dalam kurun waktu singkat itu. Misalnya, mulai hari itu Bastian tak pernah absen menelpon Ella (yang panggilannya selalu tak terjawab sebab ia memilih abai); Sakiel dan Maliq yang bagian tubuhnya (kecuali wajah) dibuat lebam-lebam oleh Ella, lalu mereka beralih merajuk; Alvan bersikap acuh padanya hanya karena Ella lebih banyak meluangkan waktu bermain dengan Fabian.

Tapi setidaknya, semua itu dibayar setimpal dengan perilaku Jaac yang sekarang lebih berhati-hati dalam merawat Ella.

Jaac tidak membutuhkan penjelasan. Dia selalu dapat menyimpulkan segalanya sementara Ella berbicara jujur dalam caranya sendiri--termasuk saat mengatakan kalimat sarkas.

Dan saat melihat kakaknya yang tak lagi arogan, kendati masih protektif, tentu Ella setuju mengubah perangainya. Mulut kecilnya tidak pernah lagi membentak, berbicara ketus atau mencaci Jaac seperti musuh bebuyutan. Karena, come on, mereka satu darah. Sebesar dan serumit apapun masalah mereka, keduanya masih berlindung di atap yang sama, bertemu muka setiap waktu, dan amat membutuhkan satu sama lain.

Pelan-pelan, Ella yakin Jaac akan memahami dan memakluminya. Semua ini bermula sebab mereka sama-sama keras kepala, ditambah tidak ada seorang penengah untuk melerai mereka--oh, jelas saja Laren tidak cukup kuat untuk melakukan hal berbahaya itu--maka Ella dan Jaac tidak dapat menghindari adanya pertengkaran akan masalah remeh-temeh. Selalu tentang hal-hal kecil yang berujung pada pitingan di leher (tentu saja Jaac mengambil kuasa penuh di bagian ini). Selain itu, semua baik-baik saja. Rumah nyaman mereka tampak hangat.

Jaac mulai paham, bahwa adiknya hanya kurang kasih sayang dan tidak punya panutan. Maka dari itu, Jaac ingin mengulang semuanya dari awal. Dia tidak merecoki Ella tentang teman lagi--tidak akan pernah. Dia justru akan mendukung dan mengomentari, tidak ada lagi dikte, titah dan penolakan. Yang Jaac tahu, Ella memang tidak memiliki IQ diatas rata-rata, tapi kemampuan berpikir gadis itu kurang lebih sama dengannya--selicik kancil. Dan berhubung Ella masih belum dewasa, barangkali dia tidak berpikir dua kali untuk membalas perbuatan orang-orang yang menyakitinya.

Ella bisa diandalkan. Ella bisa menjaga dirinya sendiri. Ella sangat pemberani--tak kenal rasa takut.

Hanya pemikiran semacam itulah yang dapat menghibur hati Jaac, bahwa Ella punya keahlian bela diri yang tak terkatakan betapa juaranya, sekaligus berada di bawah naungan teman yang sama hebat di sisinya--siapa lagi kalau bukan trio Ezhar. Dan belum lama ini, Jaac melihat dengan mata elangnya sendiri saat Ella diantar pulang oleh motor besar hitam milik Fabian, sepupu Laren. Jaac merasa senang dan tenang, itu harus. Namun, adiknya terkadang bisa bersikap tak terduga.

Malam itu juga Jaac bertanya, "El, kau tahu siapa itu Fabian?"

"Yang aku tahu dia bermarga Blake--adik sepupu Laren." balas Ella. "Bastian pernah menyebut namanya. Dua kali. Tapi saat aku bertanya apakah Fabian itu sepupunya juga, Bastian tidak pernah menjawab 'iya'. Apakah mereka abang-beradik? For god's shake, mereka sangat mirip!"

"Dengarkan aku, Ella. Hubungan mereka... rumit. Berbeda 180 derajat dari kita, percayalah. Jadi tidak sepantasnya kita ikut andil di dalam itu semua atau Bastian sendiri yang akan murka. Ingat, ya, itu masalah pribadi mereka. Seberapa tertariknya pun kau terhadap Bastian, kau tidak boleh memancingnya dengan berkata atau menceletuk sesuatu tentang Fabian. Kadang kau berpontensi--"

"Stop, Jaac. Aku sangat paham tentang itu--terutama dibagian 'tidak bercakap-cakap dengan Bastian'. Aku tidak tertarik."

"Nah, aku senang kau pengertian. Dan aku percaya kau tidak akan bertingkah."

My Possessive Little LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang