10. Replacements

13 0 0
                                    

BERMULA dari minuman yang Bastian berikan padanya, dari sanalah kesialan itu datang. Ella memang tidak alergi wortel, tapi dia tidak pernah terbiasa. Dia ragu.

Namun, Ella tidak ingin menyakiti hati Bastian dengan menolak minumannya. Dan yang lebih menyebalkan, Ella tidak mau semangat Jaac hilang mendadak serta binar antusias di mata Laren lenyap. Mereka bertiga menantinya--menunggu Ella menyelesaikan minumannya penuh harap.

Brengsek.

Malam itu, untuk pertama kalinya Ella merasakan betapa ampasnya rasa sayur wortel itu--tidak ada manis-manisnya, menurutnya. Malahan dia merasa ingin muntah, tapi, tentu saja bukan Ella namanya kalau dia tidak pandai berakting.

Tengah malam. Anak pikiran Ella membawanya kembali membayangkan rasa memualkan jus wortel, dan Ella beranjak keluar dari kamarnya. Lalu, sayup-sayup dia mendengar Jaac bercerita di bawah. Sudah ditekankan bahwa Ella adalah gadis dengan rasa penasaran yang tinggi, maka ia pun menguping--rasa mualnya bisa ditunda ternyata.

"...belajar dari sebuah pengalaman. Dulu Ella mengejar-ngejar Nero sama seperti yang dia lakukan padamu..."

Untuk pertama kalinya, Ella menyesal karena telah mencuri dengar seumur hidupnya. Ia merasa kualat. 'Itu' bukanlah cerita yang ia harapkan menyinggung telinganya. Ella terduduk di lantai--meringkuk, melamun.

Nero yang cerdik dan licik. Betapa permainan yang anggun dan sempurna. Dia menjaga reputasinya dengan baik. Dulu maupun sekarang, orang-orang melihat dan mempercayai bahwa Ella-lah yang mengejarnya.

Itu sebuah kenyataan.

Ella merasa tolol bukan main. Dia pikir menyembunyikan hubungan mereka dari Jaac merupakan jalan paling aman. Sebab, kalau tidak diam-diam, Jaac jelas bakal melarang Ella pacaran--sementara Ella menginginkan seorang Pangeran demi mengusir rasa sepi di hati dan di rumahnya. Dia masih terlalu muda untuk mengerti bahwa Nero memanfaatkannya.

Masa kecilnya berangsur-angsur suram dan muram setelah Jaac kuliah. Nero begitu menjijikkan baginya. Ella telah menyerah pada takdir... Ella menggelengkan kepala keras-keras. Dia tidak menyukai tekanan batin seperti ini.

"...pada kenyataannya kau adalah satu-satunya orang yang aku harapkan menjadi suami Ella kelak."

Deg. Deg. Deg.

Walau jantung Ella berpacu cepat, dia tahu hal itu tidak akan terjadi. Sebab... Bastian pasti hanya akan menganggapnya sebagai adik. Ella sudah pernah mendengar Bastian mengatakannya. Pemuda itu adalah kakaknya. Bastian sudah membuat pengakuan.

Namun, Ella juga sangat mau--

"Tunggu!"

Ella tersentak.

"Kau sendiri yang bilang adikmu terlalu belia. Your mean?"

Percakapan di bawah sana membuat dahi Ella tidak berakhir mulus. Ella selalu mengernyit.

Lima tahun mendatang?

Mustahil. Ella menebak Bastian akan menyusul Jaac tak lama lagi. Meminang wanita impiannya.

Ah, betapa kakak yang aneh si Jaac ini. Dia terus menekan Bastian. Padahal Ella sangat bersyukur sekali Bastian mau menjadi dekat dengannya, walau sebagai kakak-adik, itupun sudah sangat luar biasa.

Ella menyandarkan tubuhnya. Kedua tangan melingkari kakinya yang menekuk. Suara-suara di bawah sana menemani malamnya. Ia pun mengulas senyum sendu. Saat ini rumahnya terasa ramai, nyaman, dan menyenangkan--mengabaikan adu mulut Jaac dan Bastian. Kendati agak mengecewakan karena dia hanya bisa mendengar tanpa ikut bercakap-cakap--apalagi berdebat dengan Jaac merupakan vitamin baginya, Ella tahu dia akan membayar berapapun agar malam-malam selanjutnya tetap berjalan seperti ini. Ella bahkan sanggup memberikan nyawanya asalkan Jaac aman bersama orang-orang seperti Bastian dan Laren disini.

My Possessive Little LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang