Hari itu Sohyun kelihatan aneh. Ia menatap wajahnya di cermin terlalu lama. Mukanya memerah dan terlihat lingkar hitam di sekitar matanya—efek kurang tidur. Apa mungkin semua itu karena ciuman impulsifnya ke Jimin semalam? Hah, pusing! Sohyun terlalu sibuk memikirkan bagaimana pendapat Jimin soal ciumannya. Dan, disaksikan oleh banyak orang itu sangatlah memalukan. Belum lagi soal Yoongi yang ternyata mengantarnya pulang ke apartemen setelah pesta berlangsung, parahnya Sohyun dalam keadaan mabuk. Ibunya mempertanyakan siapa itu Yoongi, dan sempat tidak percaya setelah mengatakan kalau Yoongi merupakan atasannya di kantor.
Sohyun rasanya tak punya muka untuk berangkat bekerja pagi ini. Pasti orang-orang akan membicarakannya.
Namun, apa boleh buat. Ia masih mau bekerja di Genius. Hanya gara-gara dua masalah, membolos pun bukan solusi yang tepat. Ia harus menghadapinya, ya, harus! Sohyun pasti bisa bersikap normal seolah tak terjadi apa-apa. Kalau rekannya bertanya soal Jimin, ya ... tinggal jawab saja, "Dia kekasihku, tidak salah kan kalau kami berciuman?"
"Yeobo! Kau tidak segera berangkat nih?"
"Astaga, Oppa! Jangan muncul seperti hantu! Sejak kapan ada di sana?"
"Sejak Jimin terus meneleponku agar kau keluar apartemen. Dia menunggumu."
"Hah, apa?"
***
Sohyun mengelap keringat imajinernya, mengusap pelipisnya kasar. Jantungnya tidak mau tenang, padahal ia harus menghadapi lelaki yang berada di dalam mobil sedan putih memukau itu. Sohyun, langkahkan kakimu, kenapa kau malah diam di sana?
Hingga sang pemilik mobil pun turun dan menjemputnya. Barulah Sohyun sadar, sudah hampir sepuluh menit ia hanya berdiri dan menatap kosong di depan lobi apartemennya sendiri. Ia menelan ludah saat Jimin telah berdiri tegak tepat di hadapannya.
Sama halnya dengan Jimin. Pria itu bertingkah aneh. Seperti orang tidak punya percaya diri, seperti murid hendak menghadapi soal ujian. Jimin hari itu tak seperti Jimin di hari-hari sebelumnya, yang begitu dingin dan tidak pedulian. Jimin terus-terusan menggaruk tengkuknya dan memainkan bola matanya, menatap ke segala arah—seakan menghindari tatapan Sohyun. Yah, walaupun gadis itu juga cuma pura-pura memperhatikan Jimin untuk memendam malu.
"Mau ... berangkat bersama?" tawar Jimin.
"Ya?"
Sohyun kali ini lebih serius. Ia menangkap wajah Jimin yang entah mengapa hari itu terlihat lebih manis dari biasanya, seperti gula kapas berwarna merah muda yang sering di jual di pasar malam. Sohyun tersenyum lebar, hampir mempertontonkan semua giginya. Pipinya semakin memerah meskipun ia telah menyapukan blush on di kedua sisinya. Spontan, gadis itu mengusap kedua daging chubby itu sebagai bentuk pelampiasan rasa gemasnya terhadap Jimin.
"Baiklah, kalau Oppa nggak keberatan," jawab Sohyun akhirnya. Tanpa ragu lagi, Sohyun melingkarkan tangannya pada lengan kanan Jimin. Menarik pria itu menuju ke mobilnya yang hanya berjarak sepuluh langkah.
Di mobil, Jimin sengaja menyetel radio. Suasana sepi dapat memperkeruh keadaan canggung antara dirinya dan Sohyun. Makanya Jimin mengambil langkah itu segera setelah dirinya duduk di kursi kemudi.
Suasana pagi di Ilsan begitu sejuk. Tidak sedingin biasanya, es juga sudah mulai mencair. Sepertinya, musim semi yang hangat akan segera menyapa. Sohyun membuka kaca jendela mobil, membiarkan embusan angin menerpa wajahnya yang panas.
Jimin diam-diam melirik. Mencoba mencari topik pembicaraan, sayangnya seluruh kemampuan berbicaranya enyah entah ke mana. Tapi ... bukankah selama ini Jimin juga tak terlalu banyak bicara pada Sohyun? Jelas sekali, niat ingin mendengar suara Sohyun itu tiba-tiba melintas kuat di kepalanya, hingga berkembang menjadi sebuah obsesi lemah. Jimin berusaha menyingkirkan obsesi itu, namun sepertinya akan sangat sulit sejak Sohyun berani menciumnya kemarin malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematic Boss ✔
RomanceDia gadis ceroboh, pelupa, dan pembuat onar. Hari itu ia mendadak dipindahkerjakan ke sebuah perusahaan raksasa bertitel Genius Inc. Aneh? Memang. Karena posisinya yang selalu dianggap sebagai karyawan kelas bawah, tiba-tiba saja berubah drastis. Di...