Sohyun mendekap tubuhnya di bawah langit yang gelap. Hanya tersisa penerangan berbentuk tiang dengan warna kekuningan remang-remang, semak dan pohon yang berdiri tegak di belakangnya, serta pagar pembatas setinggi pinggang—yang membatasi daratan dan perairan—yang menghadang di depannya. Sohyun terbengong tak mengedipkan mata.Dingin. Ia merasakan aura itu kembali setelah sekian lama menerima delapan tahun bentuk kehangatan keluarga yang ditawarkan oleh Bibi Lee. Sohyun masih tak terbiasa saja, rasanya hidup tanpa mereka ... ternyata sehampa ini. Mungkin terlalu lama bergantung pada keluarga angkatnya, membuatnya berpikir bahwa ia tunawisma. Berkeliaran berjam-jam di tengah kota tanpa seorang pun peduli. Melamun di sepanjang jalan sampai hampir terserempet kendaraan dan terjatuh, tak ada yang memperhatikan.
Sohyun, Sohyun ... sekarang kau tak punya rumah. Belum tentu keluargamu menerimamu hari ini. Tidak apa kalau cuma sehari, tapi ... kalau selamanya bagaimana? Apa kau masih sanggup untuk hidup dan berjuang sendiri?
Ia ragu untuk kembali ke rumah sakit, tak berani pulang ke apartemen kecil Bibi Lee. Satu-satunya bantuan yang dapat ia minta adalah dari Jimin. Selesai berbincang kosong dengan Min Yoongi, gadis itu menghabiskan waktunya untuk berjalan tanpa arah di tengah kota. Hingga akhirnya sore tiba dan tak ada pilihan lain selain menelepon Park Jimin. Lantas, daripada memilih pulang ke apartemen milik kekasihnya, Sohyun meminta Jimin mengantarnya ke suatu tempat. Lokasi yang tenang, di mana ia bebas merenung semalaman.
Sohyun menatap sekelilingnya, mulai sepi. Tak seperti biasanya, tempat itu selalu ramai sebelum pukul 10.00 malam tiba. Atau, ini memang sudah waktunya tutup?
Sohyun mengambil ponselnya untuk melihat jam.
"Oh, tidak! Baterainya habis!" gerutunya.
Sohyun pun berdecak kesal, ia belum menuntaskan kesedihannya, tapi waktu terpaksa menyuruhnya pulang.
"Harusnya, taman sebagus ini buka lebih lama lagi. Kalau perlu, 24 jam penuh! Fasilitas publik kan seharusnya bisa dinikmati kapan saja," gumamnya memprotes.
Sohyun pun berbalik, bersiap untuk kembali ke parkiran—tempat di mana Jimin menunggunya. Sohyun sendiri yang minta, ia tidak mau diganggu. Di saat sedih begini, Sohyun lebih suka berteman dengan sepi dan membiarkan tiap hal berkelebatan di pikirannya tiada henti. Tanpa ada gangguan.
Namun, saat ia membalikkan badan, beberapa orang berpakaian gelap menyambutnya. Membuat Sohyun terkejut dan penuh waspada.
"Siapa kalian?"
"Tuan kami ingin bertemu dengan Anda," kata salah seorang dari mereka yang Sohyun sama sekali tidak kenal.
"Tuan siapa?? Aku tidak kenal dengan Tuanmu itu! Kalian pasti salah orang!"
"Kau yakin tidak mengenaliku?" Muncul seorang pria dengan suara yang Sohyun begitu kenal. Ketika pria itu datang, semua orang yang tadi menghalanginya, perlahan mulai menepi dan memberi jalan.
Ketika seutas senyum sinis orang itu perlihatkan, barulah Sohyun tersadar.
"Oppa?! Joohyuk Oppa?"
***
Jimin memegang selembar foto yang warnanya terlihat usang. Namun tampak jelas, bahwa Jimin merawat foto itu dengan baik di dalam dompetnya. Foto itu tak lusuh sama sekali. Ada empat wajah di sana, seorang perempuan dewasa, seorang lelaki dewasa, dirinya, dan seorang gadis cilik berumuran hampir lima tahun.
Dengan tangan kirinya, Jimin mengeluarkan sebuah liontin. Ibunya pernah berpesan untuk menyerahkan liontin itu pada orang yang tepat. Orang yang dicari Jimin selama bertahun-tahun setelah keluarganya terpecah belah. Mungkin gadis itu telah dewasa sekarang, dan tumbuh menjadi wanita yang cantik jelita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Problematic Boss ✔
RomanceDia gadis ceroboh, pelupa, dan pembuat onar. Hari itu ia mendadak dipindahkerjakan ke sebuah perusahaan raksasa bertitel Genius Inc. Aneh? Memang. Karena posisinya yang selalu dianggap sebagai karyawan kelas bawah, tiba-tiba saja berubah drastis. Di...