Bab 10

2K 225 20
                                    

Matahari tampaknya telah memunculkan wajahnya. Cuaca cerah, langit di atas Ilsan berwarna kebiruan tanpa awan. Meskipun salju belum sepenuhnya mencair, hari itu entah mengapa terasa begitu hangat. Burung-burung berkicauan di pucuk ranting pepohonan ginko, suaranya terdengar merdu hingga membangunkan seorang gadis dari tidur malamnya yang sangat nyenyak.

Sohyun menggeliat, sesekali menguap dan meregangkan kedua tangannya. Tak lupa juga menelengkan kepalanya ke kanan dan kiri agar otot-otot di lehernya tidak kaku. Sementara kesadarannya telah bangun, Sohyun melangkahkan kaki mendekati jendela dan menyibakkan tirai berbahan renda warna putih itu agar sinar matahari dapat masuk ke kamarnya yang kecil. Dari atas balkon apartemennya yang berada di lantai lima, Sohyun dapat melihat pemandangan jalanan kota yang mulai sibuk. Beberapa pejalan kaki saling berinteraksi, menikmati akhir pekannya. Ada yang jogging atau hanya sekadar bermain bersama keluarga di sekitar taman. Lalu lintas belum terlalu padat dari yang ia bayangkan sehingga hal itu benar-benar membuat Sohyun rileks.

Apartemen sederhananya itu mendadak memiliki suasana seolah berada di surga. Tak biasanya Sohyun senyaman ini, hari ini ia begitu senang dan bahagia. Mungkin karena semalam ia tak harus melembur, tugas-tugasnya sudah terselesaikan kemarin di kantor. Ditambah lagi, Sohyun tak harus terlibat dengan urusan bosnya tadi malam. Ia benar-benar damai.

Gadis itu keluar kamar. Setelah berbenah diri, ia ikut membantu ibunya menyiapkan sarapan. Namun, baru membuka pintu kamarnya, aroma sedap langsung menyeruak memenuhi rongga hidungnya. Aroma jahe, cabai dan bawang yang masih panas. Ah, Sohyun mengenal masakan ini.

"Bibi, pasta kedelai ya?"

"Kamu sudah bangun, Nak? Bisa bantu bibi sebentar? Tolong tuangkan sup pastanya ke dalam mangkuk ya, lalu letakkan di atas meja makan."

"Baik, Bi."

Sohyun dengan senang hati melaksanakan perintah bibinya. Sebenarnya, gadis itu ingin sekali memanggil bibinya dengan sebutan "eomma". Namun, entah mengapa Sohyun lebih terbiasa dengan kata "bibi". Beruntunglah karena Bibi Lee tidak terlalu mempermasalahkan soal nama panggilan. Sohyun walaupun anak angkat, tapi tetaplah bagian dari keluarganya dan sudah ia anggap sebagai putri kandung sendiri.

"Hei, Beomgyu! Kau rapi sekali, mau ke mana?"

Beomgyu pun terlihat menghampiri meja makan. Ia mengenakan kaca mata bacanya. Sohyun menggelengkan kepala ketika menyadari kebiasaan adiknya yang suka sekali membawa komik ke manapun, termasuk ke meja makan. Merasa tak diacuhkan, Sohyun mengganti obrolan.

"Apa matamu tidak sakit membaca komik terus-terusan?"

"Selama itu menjadi sebuah hiburan, kenapa harus takut sakit mata?" jawab pemuda itu kemudian. Matanya masih fokus ke komik yang ia pegang.

"Kau tidak mau membantuku merapikan meja makan?"

"Aku kan masih kecil. Noona lebih dewasa dariku, jadi pekerjaan seperti ini seharusnya Noona yang melakukannya."

"Ah, pandai sekali bicaramu. Eh, Oppa dan Eonni mana? Kok belum kelihatan."

"Eonni-mu sudah berangkat ke tempat kerjanya pagi-pagi sekali. Kau tau kan? Sekarang sedang akhir pekan. Banyak sekali orang yang menghabiskan waktunya dengan melakukan yoga dan senam. Sedangkan Oppa-mu, dia sedang istirahat di kamarnya. Badannya kurang enak sejak semalam, tolong jangan kau ganggu," sahut ibunya yang berjalan dari dapur.

Sohyun mengangguk paham. Memang seharusnya Minhyuk beristirahat. Kakaknya itu pasti lelah seharian cari kerja. Dan belakangan wajahnya selalu pucat. Sohyun sedikit khawatir, namun ibunya meyakinkannya bahwa Minhyuk baik-baik saja.

Problematic Boss ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang