6

14.6K 1K 100
                                    

Sarah menatap suaminya Malik lembut, begitu'pun Malik menatap sarah isterinya dengan tatapan lembut, penuh cinta, dan kasih di kedua manik hitam pekatnya yang bersinar terang saat ini. Menandakan betapa bahagia sekali hati laki-laki itu detik ini.

Tangannya yang kekar, lebar, dan sedikit berbulu, merayap lembut menuju perut rata telanjang sarah. Mengelus selembut bulu, menatap dengan tatapan sendu kali ini disana. Sarah yang pintar, dan peka, tau apa yang sedang di pikirkan oleh benak suaminya saat ini, tau jenis tatapan suaminya yang isinya tatapan perandaian di sana.

"Andai papa mau menunggu sebentar lagi, aku yakin kamu pasti hamil, Sayang. "Ucap Malik pelan, yup seperti tebakan Sarah.
Tentang hal itu. Hamil.

Sarah tersenyum lirih, menangkap tangan kekar suaminya yang mengelus naik turun perutnya dengan lembut di bawah sana.

"Dokter tidak memfonismu mandul, masih banyak kesempatan, dan keajaiban."Ucap Malik dengan nada penuh harapan kali ini.

Bohong, kalau hati kecilnya tidak menginginkan sosok seorang anak yang akan melengkapi, dan meramaikan hari mereka. Itu hanya ucapan mulutnya semata agar hati isterinya tidak sakit tadi.

Tapi, demi Tuhan...entah kenapa hati Malik tidak suka, dan benci apabila sampai Allisya hamil anaknya. Malik jamin, mungkin ia tidak akan terlalu suka, dan memuja anak yang sudah ia tunggu selama sekian tahun lamanya, seperti katanya tadi. Anaknya dengan wanita itu, andainya wanita itu berhasil hamil anaknya, akan Malik serahkan sepenuhnya untuk ayah, dan ibunya.

"Tapi rahim aku terluka parah. Itu mungkin yang membuat aku susah hamil."Ucap Sarah, dan ingin menjauh, dan melepaskan pelukannya dengan tubuh suaminya, tapi Malik tak membiarkannya.

"Maaf, seharusnya aku nggak mengungkit sumber luka kamu. Cukup dengan kehadiranmu, aku merasa cukup, dan sempurna. Ada anak dengan kamu itu bonus dari Tuhan yang harus aku syukuri. Kamu hanya satu-satunya di hati ini. Selamanya"Ucap Malik lembut, dan dengan perlahan tangan kekar laki-laki itu dengan mudah membawa, dan mengangkat tubuh ringan tinggi semampai isterinya untuk ia baringankan diatas tubuh telanjang tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh tinggi tegapnya.

Sarah berbaring telentang sama dengan kondisi Malik, sama- sama telanjang. Malik bangun dengan mudah dari baringannya, mendudukan Sarah tepat diatas kedua pahanya, menimpa miliknya yang sudah menggeliat-liat di bawah bokong indah, dan berisi Sarah. Mencari sumber untuk memberinya kepuasan, dan kenikmatan dunia yang halal.

"Aku mau sekali lagi, "bisik Malik parau.

Sarah memggelengkan kepalanya cepat, dan kuat. Tak setuju akan ucapan parau yang terlontar dengan sangat seksi di mulut suaminya barusan.

"Nggak, Mas. Mas nggak boleh kecapean. Nanti malam juga Mas akan---"

"Peduli setan, Sar!"

****

Suasana rumah yang besar, dan megah ini selalau sepi, dan hening. Begitu'lah yang di lihat, dan di dapat Allisya di rumah yang sudah ia tinggali selama seminggu lamanya.

Seperti tak ada kehidupan di sini. Pelayan akan ramai di saat pagi hari, dan sore hari saja, membersihkan rumah, memasak sarapan pagi, makan siang di panaskan untuk ia makan seorang diri. Mengingat Tuan Malik, dan Mbak Sarah yang sama-sama kerja, dan pulang di waktu sore hari hampir menjelang magrib, . Menjelang Malam akan ramai, dan setelah makan malam akan kembali sepi. Pelayan yang ramai seakan hilang entah kemana. Tanpa Allisya tau kalau para pelayan yang jumlahnya hampir sepuluh orang itu tinggal di pavilium di belakang rumah besar yang ia pijak detik ini.

Jam juga sudah menunjukkan pukul 12 siang. Tidak Allisya lihat sedikit'pun batang hidung Mbak Sarah, dan suaminya. Allisya menebak, mereka pasti masih di kamar. Menghabiskan waktu untuk bersama, dan mengobrol, mengingat ini hari minggu, dan waktu bersama kedua orang itu sangat singkat menurut Allisya. Allisya amati, mereka hanya bertemu intens di malam hari, setelah mereka sama-sama pulang dari pekerjaan mereka yang melelahkan.

Surrogate Mother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang