Kenalkan gue Adam, seorang mahasiswa yang telat bangun. Bolos kuliah dan mager, itu kerjaan gue. Baru bangun dan mengejar menyelesaikan skripsi 1 tahun setelah teman-teman seangkatanku lulus. Gue bangun karena ada aroma kopi yang disajikan seorang barista. Dan barista itulah sebenarnya booster yang mampu membuatku bangun dan berlari mengejar.
Ada aroma di setiap kopi yang disajikan oleh seorang barista, tapi tidak setiap barista mampu membuat aroma yang konsisten. Bukan soal skill dan bukan soal daerah asal kopi itu, namun resep gaib yang kadang dibubuhkan dalam secangkir kopi yang dihidangkan.
Datang ke Bandung dengan status "titipan" di kampus Bandung Tech adalah sebuah beban sekaligus hiburan. Bagi gue anak muda asal Jabotabek, Bandung adalah surga dunia yang diimpikan. Apalagi sambil kuliah ngekos jauh dari orang tua yang rutin mengirimkan dana segar setiap bulan. Maka, minum, clubing dan seks bebas adalah teman akrab, kecuali mereka yang dekat dengan masjid.
Lalu gue bagaimana? Syukur gue punya ibu kos yang galaknya hampir mirip dengan nyokap gue di Jakarta. Tiap gue keluar pasti ditanyain "Dam mau kemana? jangan malam-malam pulangnya" Boro-boro bawa cewek ke kamar kost, deket ama cewek aja ditanyain mulu. Mana betah cewek diinterogasi kayak gitu. kabur semua.
Ini cerita gue waktu nyusun skripsi. Saat itu gue tak sengaja masuk ke sebuah kafe bernama Halil Coffe di daerah Dago Bandung, hanya sekedar ngopi melepas stress. Semester genap tahun ke empat kuliah, gue baru tersadar harus segera mengakhiri ini semua. tugas akhir membuat skripsi adalah tantangan akhir yang harus segera gue selesaikan. Bersyukur gue berada di Bandung, kota yang memiliki banyak tempat menarik dan yang penting membangkitkan mood gue menulis skripsi.
"Hai Dam!, mau pesan apa sekarang?" suara Kia membuyarkan lamunanku. Oh iya, kenalin! dia Kia, dia adalah Barista yang selalu menyajikan Kopi terenak di kota ini buat gue. Dia adalah mood booster gue juga. Bukan hanya wajahnya yang cantik dan ayu yang selalu bikin kangen, tapi racikan kopi yang disajikannya selalu membuat tidur gue dihampiri mimpi-mimpi indah. Setiap bangun gue pasti keingetan dia. Yang spesial dari Kia dan membuat gue bertanya-tanya adalah "kok nyaman yah dia membuat kopi, bergulat dengan mesin dan air panas berbalut pakaian serba longgar dan berkerudung? Keren"
"Biasa Kia, racikan spesial yang bikin semangat" Itu pesanan gue. Kopi Latte dengan corak khas bunga di atasnya.
"Oke" Dia segera beranjak ke belakang meja dan menyiapkan racikan spesialnya.
Menulis skripsi sambil ditemanin secangkir kopi spesial itu adalah sebuah kenikmatan yang baru gue temukan di kafe Halil ini. tempat yang nyaman yang berlokasi di daerah perbukitan utara kota Bandung yang selalu memfasilitasi para pengunjungnya dengan berbagai macam kebutuhan, seperti rebahan, melamun, nonton bola, mabar dan juga kerja termasuk nulis skripsi.
"Secangkir Latte dengan aroma khas yang bikin kangen sudah datang, selamat menikmati" Kia datang membawa kopi pesanan gue.
"Makasih yah Kia"
"sama-sama mas Adam, semangat" dia tersenyum tipis, bibirnya sedikit terbuka yang memperlihatkan gigi gingsulnya. dia pun segera kembali ke belakang meja barista dan menyiapkan pesanan dari pelanggan yang lain.
Aku mengambil tempat di balkon yang dilengkapi sebuah sofa warna merah dengan meja kaca yang nyaman dihiasi pemandangan kota bandung dari ketinggian "This is a Paris van Java". kota sejuta cerita yang buatku betah dan nyaman tinggal di kota ini.
Sambil mengayunkan jari-jari, gue tak rela jika kopi buatan Kia ini gue diemin gitu aja. gue ambil kuping cangkirnya. ada kertas dengan tulisan, kopi ini, punya jiwa yang tak rela penikmatnya mengerjakan kesia-siaan. maka tetap semangat, semoga skripsinya segera selesai. tulisannya diakhiri dengan emoticon Smile yang dia buat dengan tinta warna ungu.
Waktu menunjukkan jam 20.30. Kia dan Fika terlihat sibuk merapihkan meja barista, tanda Kafe akan segera tutup. terpaksa, gue harus segera cabut. setelah merapihkan semua barang yang gue bawa. tak lupa gue pamit.
"Kia, gue pulang dulu"
"Iya mas Adam, hati-hati di Jalan"
Gue melangkah menuju pintu keluar menuju parkiran yang hanya menyisakan beberapa motor, termasuk motor yang gue pakai. Mesin kuhidupkan, dan helm pun segera gue pakai. saat gue mau tarik gas, gue lihat Kia sedang menunggu di depan Kafe tak jauh dari parkiran. gue hampiri dia dan menawarinya tumpangan. tapi dia hanya menjawab "Tidak Mas Adam, terima kasih, sebentar lagi juga kakakku menjemput"
"Oh ya sudah. hati-hati di jalan. euh Kia, besok libur?" tetiba gue bertanya, berharap Kia menjawab yah
"Yah mas Adam, Alhamdulillah aku libur" yes
"Ada waktu untuk sekedar piknik dan mengobrol besok?"
"Ada"
"Jam 15 gue jemput yah di sini"
"Oke"
"Bye, Assalamualaikum"
"Waalaikum salam"
***
YOU ARE READING
Gerimis di stasiun Tugu
Kısa HikayeKumpulan Cerpen yang pernah ikut berjuang berlari dan mendaki terjalnya kompetisi. Mengalir seadanya tanpa sentuhan apapun. Banyak rasa yang bisa dirasakan, bahkan rasa yang tak pernah ada sekalipun. CInta, Kenangan, Rindu bahkan perisahan. selamat...