Tiga minggu berlalu, Myung Soo yang belum genap sehari ada di Seoul sepulangnya dari Jerman, harus menghadapi kekukuhan kakeknya soal perjodohan hingga lagi-lagi memantik keributan di kediaman mereka.
"Aku yakin kalau investasi bukanlah alasan utamanya. Haraboji tidak semerana itu sampai-sampai butuh uang banyak untuk orkestra dan Haraboji pun tahu betul keuangan Pine Orchestra baik-baik saja. Yang membuatmu merana adalah tidak memiliki besan yang sederajat, tapi setelah ayahku mampu memenuhi hal tersebut, Haraboji tetap menyiksanya."
"Aku tak menyiksa ayahmu, jalan yang dipilihnya membuat dia tersiksa. Kau mau mengikuti jejaknya?"
"Oh, ayolah, kalau bermusik adalah jalan yang salah, kenapa Haraboji menikahi Halmoni? Seharusnya pilih wanita berdarah pebisnis sejati. Silau? Karena bagaimanapun, keluarga Halmoni bukan pemusik biasa. Status sosial, persetan!" Myung Soo beranjak, ia terlalu lelah untuk meneruskan perdebatan.
"Kim Myung Soo, pembicaraan kita belum selesai."
"Keputusanku bulat untuk menolak perjodohan. Aku akan menikah dengan tunanganku, kalau perlu hari ini juga."
Soon Jae geram. "Kalau bersikeras, pergi dari sini dan juga Pine Orchestra!"
"Pergi dari rumah ini tak masalah buatku. Tapi, berbeda dengan Pine Orchestra. Jangan lupa, meski aku tak mendapat kekuasaan penuh di sana, mendepakku tidaklah semudah itu. Ada hitam di atas putih, dan itu legal. Mengusirku berarti kita akan berhadapan di pengadilan, jangan mempermalukan keluarga kita. Kita keluarga, 'kan?" Myung Soo tersenyum, membungkuk lalu benar-benar pergi dari hadapan kakeknya.
Tujuan Myung Soo sekarang tak lain adalah rumah So Eun, memang sudah direncanakan kalau ia akan melanjutkan pembahasan soal pernikahan sekembalinya dari Jerman. Tapi, tadinya Myung Soo mau menunggu beberapa hari lagi namun rencana berubah karena ulah sang kakek.
Myung Soo memacu kecepatan mobilnya agar cepat tiba di kediaman So Eun akan tetapi ketika sampai di sana, hanya senyap yang menyambut dan kedua matanya disuguhi pemandangan berupa kondisi rumah yang sebagian furniturnya ditutup kain. "Mwoya?" gumamnya pelan kemudian berteriak memanggil So Eun.
Tak ada jawaban, Myung Soo bergegas memasuki kamar So Eun dan memeriksa lemarinya. Sebagian kosong, setelah itu Myung Soo menyadari kalau salah satu koper So Eun tidak ada. Ponsel pun diambilnya untuk menghubungi So Eun.
Seketika Myung Soo lemas, nomor So Eun tak bisa dihubungi. Ia lalu duduk bersandar pada lemari, terakhir bertemu dan mengobrol dengan So Eun adalah satu hari sebelum keberangkatannya ke Berlin, kota pertama dari dua kota di Jerman yang menjadi tempat dihelatnya konser dan itu merupakan pertemuan berikutnya setelah ia menemui So Eun di rumahnya tempo hari. Keduanya memang jarang bertemu apalagi So Eun sudah lama tak ada di Pine Orchestra. Tapi memang, jangankan bertemu, berkomunikasi lewat ponsel pun jarang.
Myung Soo mengingat lagi pertemuan terakhirnya dengan So Eun, yang jika ditelaah memang bukan hari yang seperti biasanya.
***
Sehari sebelum berangkat ke Berlin, Myung Soo menghadiri rapat terkait program edukasi Pine Orchestra. Setelah itu tak ada jadwal apapun, akhirnya ia putuskan untuk menyambangi salah satu akademi musik yang berafiliasi dengan Pine Orchestra. Satu telepon dari So Eun mengubah rencananya, gadis itu meminta bertemu sekarang juga. Tak pernah pergi berkencan jadi alasan dan setelah mempertimbangkan sejenak, Myung Soo pun menyanggupi permintaan So Eun hingga rencana berkunjung ke akademi dibatalkan.
"Terima kasih mau menemaniku," ini adalah ucapan pertama So Eun saat Myung Soo menjemput.
"Walau heran kenapa tiba-tiba kau ingin melakukan sesuatu yang disebut kencan, tapi baiklah, kenapa tidak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Myung&Sso Short-chapters Stories
Fanfiction1. A Story in Autumn 2. It Started With a Scandal 3. First Love's Charm 4. Interlude 5. Shattered, Not Broken