Kedua tangan Myung Soo perlahan terkulai, jelas saja membuat pelukannya melonggar dan akhirnya terlepas. So Eun bisa merasakan kalau pria itu paham dengan maksud pertanyaannya.
“Jujurlah padaku.” So Eun sudah kembali duduk tegak, ucapannya tegas begitu pun tatapannya pada Myung Soo.
Tak segera mendapat tanggapan, So Eun pun kembali bicara. “Kau terkejut dengan pertanyaanku? Sore ini aku memang aneh, tiba-tiba membicarakan soal kehilangan lalu melontar tanya tentang cinta pertama. Tapi aku tak akan bertindak jika tanpa alasan, kau tahu sendiri hal itu.”
Myung Soo masih diam, tak tahu harus mulai dari mana.
“Baiklah, akan kukatakan alasanku. Tadi siang aku datang ke pengadilan untuk menemuimu, bermaksud memberi kejutan tapi ternyata kau yang memberi kejutan padaku. Aku menyapanya, tenang tak ada perlakuan kasar yang kuberikan lalu aku menemui kakakmu untuk bertanya, Hae Soo Eonni hanya memberiku sedikit informasi.” So Eun ternyata bisa setegar itu walau sebelumnya ia menangis dan kini giliran wajah Myung Soo yang disapa air mata.
“Maaf.” akhirnya Myung Soo bersuara.
“Sejak kapan?”
“Kemarin, baru bertemu lagi dengannya kemarin setelah enam tahun lamanya.”
“Jadi wanita itu berkata benar kalau tadi adalah pertemuan kedua mereka. Kau begitu peduli padanya, apa selama tiga tahun ini kau selalu memikirkannya?”
So Eun benar-benar tak memberi jeda agar Myung Soo bisa tenang sesaat, pertanyaannya seperti menyudutkan namun ajaibnya Myung Soo tak tersudut kali ini karena ketika sejenak mengingat kembali hidupnya tiga tahun terakhir ini ia baik-baik saja, tanpa ada bayangan Ji Yeon. So Eun menjadi sumber ketenangan yang akhirnya bisa ia rasakan setelah patah hati untuk kedua kalinya oleh orang yang sama.
“Kau boleh tidak percaya, tapi aku tak memikirkannya lagi selama bersamamu.”
“Lalu sekarang?”
“Aku terusik melihat keadaannya.”
“Rasa iba atau cinta yang masih ada?”
Kali ini pertanyaan itu menohok Myung Soo, bisakah membedakannya sungguh dirinya pun tidak yakin.
“Kenapa diam? Tidak bisa menjawabnya?” mata So Eun mulai berkaca-kaca kembali, ketakutannya hadir lagi.
“Aku sangat takut kehilangan, tapi lebih tidak bisa hidup di bawah bayang wanita lain.” So Eun meraih tasnya dan bersiap pergi.
“Tunggu, mau ke mana?” Myung Soo menahan tangan So Eun.
“Memberimu waktu, jangan temui aku jika hatimu masih penuh keraguan.” dilepaskannya kasar tangan Myung Soo kemudian So Eun segera berlari.
Tinggallah Myung Soo dengan hati yang perih, pikirannya pun berserabut apakah ia telah menyia-nyiakan kehidupan damainya selama tiga tahun ini karena terusik masa lalu.
Myung Soo mengambil karangan bunga yang tadi diletakkannya di samping. “Cinta yang selalu bersemi dan kuat menerjang apa pun.” digumamkannya kembali kata-kata So Eun soal makna dibalik rangkaian bunga tersebut dan sesak memenuhi ruang hatinya.
Saat langit mulai menggelap Myung Soo baru meninggalkan Yeouido, ia tancap gas langsung menuju apartemen tanpa singgah di mana pun. Sesampainya di apartemen ia luangkan waktu untuk membersihkan badan sebelum larut dengan dokumen-dokumen yang memang dibawanya beberapa dari kantor. Menenggelamkan diri dalam pekerjaan bisa jadi solusi sementara yang ampuh, karena saat itu ia bisa menjadi tegas berbeda jika terkait perasaan seperti yang dialaminya sekarang. Lewat tengah malam rasa lelah menyergapnya dan tanpa kesulitan apa pun Myung Soo segera terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Myung&Sso Short-chapters Stories
Fanfic1. A Story in Autumn 2. It Started With a Scandal 3. First Love's Charm 4. Interlude 5. Shattered, Not Broken