ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ
''Hallo Pa''
''Sudah di rumah?''
''Sudah''
''Papa pulang terlambat, kamu makan dulu ya''
''Aku akan ke kantor Papa, kita makan bersama''
''Tidak usah beruang''
''Dua puluh menit lagi aku sampai''
Klik
Sambungan telepon di putus sepihak oleh Daniel dan Seongwoo kesal.
''Lihat Hyun? Dia selalu melawan perintahku dan berakhir aku yang tunduk pada perintahnya''
Yang di ajak bicara hanya menyeringai,'' masih saling berbagi kecupan di bibir dengan anakmu?''
''Masih, bahkan kemarin pagi Daniel berani menciumku menggunakan lidah,'' Seongwoo menghela nafas lelahnya. ''Bukankah tidak ada hal semacam itu yang di lakukan orang tua dengan anaknya?''
''Ada''
''Siapa?,'' Seongwoo bertanya penasaran.
''Kamu dengan Daniel, hahaha,'' Minhyun—teman dekat sekaligus rekan kerjanya itu tertawa bahagia.
''Keluar dari ruanganku sialan. Pulang sana''
''Dengan senang hati Tuan Seongwoo. Selamat berduaan dengan anak tercintamu''
''Sialan''
Lagi-lagi Minhyun tertawa. Sebelum dia beranjak dari duduknya, laki-laki berwajah cantik itu menanyakan sesuatu yang membuat Seongwoo gelisah,'' Woo, kamu tidak menaruh rasa lebih pada anakmu sendiri kan?''
''Aku tidak tahu''
''Kamu bukan remaja lagi Seongwoo, tidak usah pura-pura bodoh untuk mengartikan perasaanmu sendiri''
''Aku perlu berpikir sebelum bertindak''
Minhyun mendengus,'' jangan terlalu lama berpikir, cinta tidak serumit itu Woo.''
''Kamu tidak ada di posisiku jadi diamlah''
''Benar, aku tidak berada di posisimu, tapi saranku—jangan membohongi hati dan perasaanmu sendiri''
Seongwoo hanya bergumam dan meminta Minhyun untuk keluar dari ruangannya. Dia melepas jasnya dan melonggarkan dasinya. Membuka laci mejanya dan mengambil satu batang rokok lalu menyulutnya dengan korek api.
Laki-laki berumur 37 tahun itu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju balkon ruang kerjanya. Menyesap benda berbentuk silinder itu sembari menatap pekatnya langit malam. Sesekali, asap berbentuk lingakaran-lingkaran kecil keluar dari belah bibir tipisnya.
Udara malam ini lumayan dingin. Dia mematikan rokoknya yang belum habis. Membuangnya begitu saja ke bawah dan menginjaknya dengan sepatu pantofel miliknya. Dia bergidik kedinginan sampai sepasang lengan kekar melingkari perutnya. Seketika tubuhnya sedikit menghangat.
''Cepat sekali''
''Hehe''
''Mengebut?''
''Sedikit Pa''
''Jangan di ulangi lagi''
''Tidak janji,'' Daniel semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh kurus Papanya.
''Kalau sampai kecelakaan, awas saja. Ngomong-ngomong kamu bawa makanan apa?''
''Ayam goreng bumbu pedas''
Seongwoo tersenyum lebar dan membalikkan tubuhnya,'' beli di tempat biasa kan?''
''Tentu''
''Kalau begitu ayo makan, Papa lapar,'' Seongwoo buru-buru menggandeng tangan Daniel dan membawanya ke ruang kerja. Mempersilakan anaknya duduk di sofa, lalu dia membuka bungkusan ayam goreng bumbu pedas kesuakaannya.
''Selamat makan beruang''
''Selamat makan juga Pa''
Keduanya larut menikmati betapa enaknya ayam goreng bumbu pedas yang di jual di kedai kecil sebelah motel. Keduanya tidak lagi mengobrol—sampai ucapan Seongwoo membuat Daniel terpaku sesaat.
''Kalau Papa menikah lagi tidak apa-apa kan? Kamu juga akan menikah nantinya dan kita berdua akan hidup terpisah,'' Seongwoo menelan gigitan paha ayamnya lalu meminum sebotol air putih dingin.
''Aku kan sudah bilang, aku tidak mau kalau Papa menikah lagi''
''Daniel, kamu tidak boleh bersikap egois pada Papa,'' Seongwoo meletakkan tulang ayamnya pada kantung keresek dan mengambil tisu untuk membersihkan tangannya.
''Papa yang egois bukan aku,'' ucap Daniel datar. Dia kecewa sekaligus marah.
''Kalau kamu menikah lalu Papa akan tinggal sendiri, begitu?''
''Pa, please''
''Besok Papa akan memperkenalkan Jung Jaehyun padamu, dia teman dekat Papa''
Setelahnya, Seongwoo berdiri lalu meninggalkan Daniel yang mati-matian menahan emosi. Satu tangannya sudah mengepal kuat. Ingin sekali dia meninju sesuatu sebagai pelampiasan. Nafasnya memburu. Dadanya naik-turun.
Dia sesak. Air matanya menetes tanpa permisi.
''Terima kasih Pa sudah membuatku menangis malam ini''
ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ
TBC