ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ
Tidur Seongwoo terganggu. Ponselnya terus berdering sedari tadi. Berisik dan dia menggerutu. Begitu membuka mata, seketika senyumnya terkembang di bibir tipisnya. Wajah polos Daniel adalah hal yang pertama kali di lihat setelah membuka mata. Seongwoo memajukan sedikit wajahnya dan mengecup bibir Daniel.
Semalam, dia kelelahan karena menangis dan berakhir tertidur di pelukan Daniel.
''Selamat pagi beruang,'' ucapnya lirih lalu mengusak surai Daniel. Anak laki-lakinya itu masih terpejam. Tidak terganggu ulah Papanya sama sekali.
Dia pun duduk dan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Mengambil ponsel di nakas dan mengangkat panggilan telepon dari nomor yang tidak di kenal.
''SEONGWOO''
Dia reflek menjauhkan ponsel dari telinganya. Orang gila mana yang berteriak sepagi ini? Ngomong-ngomong ini masih jam enam.
''Maaf, ini siapa?,'' tanyanya pada si penelepon. Suaranya sebenarnya tidak asing. Tapi dia sedang malas berpikir. Ini masih pagi dan dia juga masih mengantuk. Ingin sekali Seongwoo memeluk tubuh Daniel dan kembali tidur.
''Ini Taeyong, kamu melupakanku? Jahat sekali''
Mata Seongwoo langsung melebar,'' TAEYONG? ASTAGA.''
Dia menutup kembali mulutnya dan mengamati Daniel yang sedikit bergerak dan bergumam entah apa. Tangan kirinya terulur untuk mengusap surai anaknya itu. Mencoba memberikan kenyamanan.
''Aku di depan rumahmu sedari tadi. Memencet bel tapi tidak di respon, jariku sampai pegal tahu''
''Hah? Kamu di depan rumahku? Sepagi ini?''
''Aku tidak sabar bertemu denganmu makanya datang pagi-pagi. Cepat bukakan pintu, aku membawa banyak oleh-oleh untukmu''
''Sebentar, aku baru bangun tidur,'' mau tidak mau Seongwoo turun dari ranjang dan memutuskan sambungan teleponnya. Sekali lagi, dia mengecup bibir Daniel sebelum meninggalkan kamarnya untuk membuka pintu depan.
.
.
.
Setelah berpelukan lumayan lama, Seongwoo mempersilahkan teman dekatnya untuk masuk ke dalam. Laki-laki yang sepantaran dengannya itu sama sekali tidak berubah. Berpenampilan seenaknya walau sudah bertunangan. Telinganya di pasangi anting dan lehernya di lilit choker berwarna hitam. Belum lagi celana jeans yang dia gunakan itu—robek di bagian lututnya. Juga, kaos panjang yang kebesaran di tubuh kurusnya.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya heran,'' penampilanmu tidak berubah sama sekali—masih sama seperti jaman sekolah dulu.''
''Tentu, penampilanku adalah hal yang paling aku banggakan,'' ucap Taeyong semangat dan Seongwoo langsung memukul pelan bagian belakang kepala temannya itu.
''Kamu juga tidak berubah, masih suka memukul, menyebalkan,'' bibir Taeyong mengerucut lucu dan Seongwoo terkekeh.
''Duduklah, aku buatkan kopi,'' dia berlalu ke dapur dan meninggalkan Taeyong di ruang tamu.
Lak-laki berpenampilan nyentrik itu memandang sekeliling. Matanya yang tajam menangkap deretan bingkai foto di lemari hias yang di letakkan di sudut ruangan. Dia berjalan mendekat dan memandangi foto-foto yang ada di dalam sana.
Dia terkekeh. Ada foto miliknya yang mengenakan pakaian sekolah. Ada juga foto Minhyun dan foto anak laki-laki berpipi tembam. Tiba-tiba Taeyong merindukan sosok anak laki-laki itu. Sudah sebesar apa ya dia sekarang?
''Ini kopimu, gulanya setengah sendok''
Kegiatannya yang sedang memandangi foto itu berhenti ketika Seongwoo datang membawa nampan yang berisi dua cangkir kopi hitam dan setoples kue kering.
''Terima kasih,'' Taeyong menerima secangkir kopinya dan kembali duduk. Bersebelahan dengan Seongwoo.
''Kamu kapan sampai?''
''Semalam dan aku dengar kamu demam''
Taeyong menempatkan sebentar punggung tangannya pada dahi Seongwoo yang masih tertempel plester penurun demam.
''Tidak usah berlebihan, demamku tidak parah. Dan juga, kamu tidak lelah setelah penerbangan yang lumayan lama?''
Taeyong menggelengkan kepalanya,'' ngomong-ngomong Woo, kapan kamu akan menyudahi sandiwaramu dengan tunanganku?''
''Secepatnya, maafkan aku ya''
''Awas saja kalau kamu sampai jatuh cinta pada Jaehyun,'' ancam Taeyong yang tidak terdengar mengerikan. Seongwoo menanggapinya dengan senyuman.
''Tidak akan Tae, aku sudah jatuh cinta pada beruangku''
''Benarkah? Apa itu panggilan sayang?,'' Taeyong bertanya antusias yang langsung di jawab anggukan oleh Seongwoo.
''Pa?''
Kedua laki-laki yang sedang duduk itu menoleh pada sumber suara. Di sana ada Daniel yang sedang mengagaruk pipinya. Bajunya kusut dan surainya berantakan—khas bangun tidur.
''Woo—dia siapa?''
''Beruangku,'' ucapnya lirih lalu Seongwoo beranjak dari duduknya dan menghampiri anak laki-lakinya.
''Ada apa?,'' tanya Seongwoo.
''Aku kira Papa pergi,'' Daniel menguap dan matanya memicing. Menatap laki-laki yang duduk di ruang tamu.
''Dia siapa Pa?''
''Paman Taeyong, apa kamu lupa?''
''Hah?,'' ucap Daniel dan Taeyong bersamaan. Keduanya terkejut karena sudah lama tidak bertemu. Terakhir kali bertemu di Belanda. Kalau di hitung, sudah sembilan tahun mereka tidak bertemu.
Rasa penasaran Taeyong sudah terjawab. Anak kecil berpipi tembam yang ada di foto yang tadi sudah besar. Tubuhnya bongsor, bahkan tingginya melebihi dirinya.
Daniel—satu-satunya orang yang memanggil Taeyong dengan sebutan paman.
''Jadi Seongwoo jatuh cinta pada anaknya sendiri? Luar biasa''
ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ
TBC
