8 (Pengakuan)

1K 150 5
                                        

ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ

''Jadi yang semalam itu benar Papamu?,'' Eunha bertanya di sela-sela meminum jus jeruknya. Sore ini kantin kampus lumayan sepi. Enak untuk mengobrol dan bersantai. Suasananya tidak terlalu bising.

''Ya, sesuai apa yang aku ceritakan padamu kan? Dia laki-laki tapi wajahnya terlalu manis''

Eunha tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Perempuan cantik itu menyetujui ucapan Daniel.

''Lebih manis dari wajahku,'' Eunha mengerucutkan bibirnya lucu dan Daniel terkekeh.

''Tipe wajah kalian berbeda. Kamu cantik, sedangkan Papaku manis''

Eunha tidak bisa untuk tidak tersenyum,'' terima kasih sudah memujiku cantik.''

''Kamu perempuan, sudah pasti cantik. Memang kamu mau di puji tampan?''

''Tidak,'' kesal Eunha.

Daniel menyandarkan punggungnya pada kursi dan berucap sedih, ''Papaku demam dan aku khawatir.''

''Tinggal jenguk apa susahnya sih?''

''Niatku mau kesana malam sekalian menginap. Semoga laki-laki itu tidak di sana?''

''Laki-laki? Siapa?,'' Eunha bertanya penasaran.

''Jung Jaehyun—teman dekat Papaku yang mungkin sebentar lagi akan menjadi orang tuaku''

''Jadi kamu resmi menyerah? Sayang sekali, padahal kamu sudah mencintai Papamu selama empat tahun loh,'' mendadak perempuan cantik itu sedih.

''Begitulah. Oh iya sudah jam lima, aku harus pulang''

''Hati-hati Dan, salam untuk Papamu semoga cepat sembuh''

Daniel mengangguk,'' ngomong-ngomong semalam aku mengatakan kalau kamu pacarku.'' Buru-buru, laki-laki bertubuh bongsor itu lari. Meninggalkan Eunha yang siap mengamuk.

''DASAR SIALAN,'' teriak Eunha dan seluruh orang yang ada di kantin menoleh ke arahnya. Lupakan dia yang di cap perempuan baik dan anggun. Masalahnya, dia sudah memiliki pacar dan apa-apaan Daniel yang tanpa meminta ijinnya terlebih dulu mengatakan kalau dia pacarnya? Ingin sekali Eunha mengumpat lagi. Dia tahu kalau dia di gunakan oleh Daniel untuk membuat Papanya cemburu, tapi tetap saja membuatnya kesal.

''Anjing,'' umpat Eunha dalam hati.

.

.

.

''Pa? Papa di mana?''

''Di dapur''

Daniel melepaskan jaketnya dan menaruhnya asal di sofa ruang TV. Dia sedikit berlari menuju dapur untuk menemui Papanya yang sedang demam. Tidak lupa, dia membawa satu kantung keresek berisi ayam goreng bumbu pedas—kesukaan Papanya.

Sesampainya di dapur, dia meletakkan kantung keresek di dekat Papanya dan langsung memeluk erat tubuh kurus yang memunggunginya,'' Papa sedang apa?''

''Membuat kopi. Papa sudah makan, untuk besok pagi ya ayamnya?''

Daniel mengangguk membuat Seongwoo tersenyum. Sayang sekali, dia baru saja menghabiskan satu bungkus nasi goreng yang di bawakan Jaehyun.

''Pa, jangan kebanyakan minum kopi''

Si Papa memutar tubuhnya. Tampilannya yang seperti anak kecil reflek membuat laki-laki berusia 19 tahun itu terkekeh dan mencubit gemas kedua pipinya.

''Paaaa—lucu sekali plester penurun demamnya. Gambarnya lucu''

Laki-laki berusia 37 tahun itu menempeli dahinya dengan plester penurun demam untuk anak-anak. Ulah siapa lagi kalau bukan si sialan Minhyun. Dia juga mengenakan piyama berwarna biru tua bermotif kotak-kotak, lalu jaket tebal berwarna abu-abu yang sedikit kebesaran.

''Papa tidak lucu beruang,'' Seongwoo menyentil pelan dahi anaknya itu lalu mendengus.

''Baiklah, baiklah, Papa tidak lucu. Papa manis seperti gula pasir,'' Daniel tersenyum lembut dan mengusap pelan pipi Papanya yang sedikit berisi itu.

''Gombali Eunha saja sana, jangan gombali Papa,'' kesalnya.

''Eiii, Papa cemburu pada Eunha?''

''Tentu tidak bodoh''

Keduanya seolah lupa kalau sedang menjauhi satu sama lain. Terlihat jelas di mata masing-masing, kalau keduanya saling merindukan saat-saat seperti ini. Mengobrol santai dan saling menggoda satu sama lain.

''Rasanya sudah lama ya Pa kita tidak seperti ini?,'' tanya Daniel tiba-tiba dan sukses menciptakan suasana canggung.

''Tidak usah mendramatisir keadaan, kamu yang memilih pergi dari rumah''

''Dan Papa membiarkanku pergi dari rumah, iya kan?,'' Daniel pura-pura tersenyum dan menarik tubuh Papanya supaya lebih dekat.

Seongwoo diam. Tidak tahu harus berucap apa.

Daniel berhenti mengusap pipi Seongwoo dan menggenggam kedua tangan laki-laki yang berdiri di hadapannya itu, lalu di kecup lembut,'' aku mau mengakui sesuatu pada Papa.''

''Apa?,'' jantung Seongwoo mendadak berdetak sangat cepat.

''Aku mencintai Papa—lebih dari rasa cinta seorang anak pada Papanya''

Untuk kedua kalinya Seongwoo diam.

Daniel melepaskan genggamannya pada tangan Seongwoo dan mengecup kening Papanya yang di tempel plester penurun demam,'' cepat sembuh ya kucingku.''

Seongwoo terpaku. Sudah lama sekali Daniel tidak memanggilnya kucing. Sungguh, dadanya sesak sekali dan dia mendekatkan tubuhnya pada Daniel. Memeluknya erat dan menangis.

''Aku hebat kan sudah mengaku cinta pada Papa?''

ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ

TBC

Papa | OngnielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang