ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ
Setelah obrolan singkat pagi itu—keduanya saling menjauh. Daniel sudah tinggal di apartemen dekat kampus yang ia sewa dengan uang tabungannya sendiri. Selama satu bulan ini, Seongwoo tinggal sendiri. Dia sengaja pulang larut supaya langsung tidur. Makan mulai tidak teratur, hanya kopi hitam dan rokok yang selalu mengisi mulutnya setiap hari tanpa terlewat.
Seongwoo merasa kosong—dia kehilangan sosok Daniel di hidupnya. Komunikasi pun sudah jarang di lakukan. Bahkan, satu bulan ini mereka hanya berbalas chat sebanyak tiga kali. Tidak ada panggilan telepon apalagi panggilan video call.
Seongwoo rindu—rindu kehadiran Daniel di sisinya. Rindu suaranya. Rindu cerewetnya. Rindu pelukan hangatnya.
''Woo—kamu menangis?''
''Hah?''
''Pipi kamu basah,'' Jaehyun mengusap lembut pipi kiri Seongwoo. Dia terdiam cukup lama. Bisa-bisanya dia memikirkan Daniel di saat makan malam berdua dengan Jaehyun. Dan apa-apaan dia yang menangis? Lemah sekali.
''Aku sudah kenyang, bolehkah aku pulang terlebih dulu?''
''Silahkan. Hati-hati di jalan dan terima kasih sudah menemaniku makan malam''
Seongwoo menganggukkan kepala dan memaksakan senyumnya. Dia memakai jasnya kembali dan berlalu dari acara makan malam di rooftop salah satu hotel mewah di pusat kota.
.
.
.
Sungguh, dia tidak tahu apa yang membawanya kesini. Bukannya pulang ke rumah, dia justru mendatangi apartemen Daniel setelah keluar dari parkiran hotel. Dia berdiri cukup lama di depan pintu apartemen bernomor 101. Setengah hatinya ingin masuk ke dalam sana dan setengah hatinya ingin pergi secepatnya.
Seongwoo bimbang. Dia lama berpikir dan akhirnya menekan tombol dan memasukkan password yang sudah di beri tahu Daniel—tanggal lahirnya sendiri. Tidak berselang lama terdengar bunyi klik, buru-buru dia membuka pintu dan masuk. Menutupnya kembali dan mengganti sepatunya dengan sandal.
Matanya memicing. Ada sepasang sepatu wanita di sana. Dia ragu. Haruskah dia berjalan lebih dalam ke apartemen atau berbalik dan pergi meninggalkan apartemen? Kepalanya menunduk dan telapak kakinya bergerak-gerak. Dia sedang berpikir. Namun, belum juga memutuskan pilihannya, suara perempuan tertangkap indera pendengarannya.
''Daniel, terima kasih ya, aku pulang dulu''
Suaranya lembut.
''Aku antar sampai depan, ayo''
Seongwoo bingung. Apa yang harus dia lakukan? Bersembunyi atau pura-pura baru datang?
''Papa?''
Sialan, dia sudah ketahuan Daniel.
''Hai,'' sapanya canggung pada anak laki-lakinya yang tentu terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.
Perempuan yang suaranya lembut itu membungkuk pada Seongwoo dan tersenyum manis. Cantik dan terlihat berkelas. Pakaiannya sopan dan rapi,'' selamat malam Tuan, saya Eunha.''
''Selamat malam, saya Seongwoo—Papanya Daniel,'' dia mengulurkan tangannya terlebih dulu dan di sambut Eunha. Mereka berjabat tangan sebentar lalu Eunha berpamitan pulang.
''Mengapa tidak di antar?,'' Seongwoo bertanya setelah Daniel menutup pintu apartemennya. Keduanya saling berhadap-hadapan di dekat pintu.
''Aku hanya berkewajiban mengantarnya sampai luar pintu. Dia tipe perempuan yang mandiri dan tidak mau di manja. Ngomong-ngomong dia bawa mobil sendiri Pa, tidak usah khawatir''
Daniel berucap panjang lebar dan Seongwoo mendengarkannya dengan baik. Lagi-lagi hatinya terbagi menjadi dua kubu. Yang satu merasa senang karena Daniel mengenal perempuan baik dan mandiri, sedangkan yang satunya lagi merasa cemburu.
''Pa? Melamun?,'' Daniel menggerak-gerakkan tangannya di hadapan wajah Papanya.
''Tidak, Papa hanya mengantuk,'' bohong Seongwoo.
''Papa mau menginap?''
''Boleh?''
''Tentu, tapi setengah jam lagi aku akan keluar. Sudah ada janji dengan Jaehwan dan Hyunbin,'' Daniel melirik arloji di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan pukul 21.30.
''Jadi satu bulan ini kamu sering keluar malam dan pulang larut?''
''Tidak Pa, malam ini kedua kalinya aku keluar malam,'' Daniel berucap sembari menempelkan punggung tangannya pada dahi Seongwoo. Dengan jarak yang lumayan dekat, dia melihat wajah Papanya yang sedikit pucat.
''Papa demam,'' ucap Daniel lagi lalu memeluk Seongwoo erat.
''Kamu makan teratur kan? Uang sakumu masih?''
Daniel menjawab pertanyaan Seongwoo dengan anggukan. Dia semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Seongwoo,'' aku rindu Papa.''
Seongwoo menangis dan membalas pelukan Daniel.
''Pa''
''Hm?,'' Seongwoo hanya bergumam. Sekuat tenaga dia menahan isakannya.
''Aku berpacaran dengan Eunha''
Empat kata yang baru saja Daniel ucapkan sukses membuat air mata Seongwoo turun semakin deras.
''Maaf Pa, aku menyerah''
ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ ᴖᴥᴖ
TBC