Tiga belas

21.2K 1.2K 12
                                    

Acara  pernikahan Gunadi dan Anggun berjalan dengan lancar. Undangan tiga ribu orang yang disebar Gunadi dan Anggun pada kolega dan kerabat mereka menyisakan kelelahan fisik yang amat sangat pada keduanya. Gunadi memilih tinggal di hotel setelah acara resepsi karena tidak ingin merasa tidak nyaman pada keluarga Anggun.

"Kita ngga bawa baju ganti loh mas."

Anggun sempat protes karena Gunadi langsung meminta menginap di hotel.

"Tenang saja, semua sudah saya siapkan. Mungkin sekarang sudah dikamar."

"Mas Gun sudah merencanakan ini ya? Nanti aku bilang gimana sama bapak ibu?"

Gunadi hanya tersenyum. Ia membimbing Anggun memasuki suite hotel dan melihat dua buah koper ukuran besar sudah ada didalam kamar.

"Saya sudah bilang sama bapak ibumu. Kamu tenang saja."

Anggun membongkar kopernya dan terkejut melihat isinya. Semua perlengkapannyang dibutuhkan  ada disana. Ia membongkar kopernya satunya dan melihat perlengkapan Gunadi juga ada disana.

"Saya hanya merasa tidak enak kalau dirumahmu nanti kita ngga keluar-keluar kamar. Kalau dihotel kan tidak ada yang protes atau ngomong tidak enak. Kamu pasti capek kan yang."

Anggun mengangguk. Ia memang merasa sangat lelah dan ingin segera beristirahat. Ia tidak menyangka Gunadi akan mengundang banyak orang ke resepsi pernikahan mereka. Kakinya terasa pegal.

"Mandi dulu yang, baru istirahat. Saya sudah memesan makanan untuk kita."

Anggun kembali mengangguk. Ia segera kekamar mandi dan berencana berendam sebentar untuk merilekskan tubuhnya. Anggun baru saja memejamkan matanya ketika merasa air jacuzzinya bergerak dan seseorang sudah mengambil tempat di seberangnya dan mengangkat kakinya. Ia membuka matanya dan melihat Gunadi sedang memijit kakinya.

"Eh mas gun, ngga usah."

Anggun mencoba menolak karena merasa tidak enak melihat Gunadi memijit kakinya. Baru beberapa jam saja sudah jadi istri durhaka meminta suaminya memijit kakinya. Seharusnya dia yang memijit kaki suaminya bukan sebaliknya.

"Sudah tidak apa-apa. Saya tahu kaki kamu pegal kelamaan berdiri dan pakai sepatu hak tinggi itu."

"Saya sudah biasa pak Gun. Dikantor kan pakai sepatu hak tinggi dan berdiri lama."

"Sudah, rileks dan nikmati saja, yang."

Gunadi tersenyum. Anggun tidak membantah dan menikmati pijatan Gunadi. Setelah dirasa cukup, Gunadi menyelesaikan pijatannya dan memandikan Anggun. Setelah selesai dan memakaikan handuk Anggun, ia kemudian mandi dibawah shower. Anggun terperangah melihat tubuh polos Gunadi. Ia mengagumi tubuh Gunadi yang masih kencang diusia tuanya. Melihat istrinya terpesona, Gunadi malah ingin menggodanya. Ia sengaja berbalik badan dan memperlihatkan asetnya pada Anggun.

"Bagaimana menurutmu, yang?" Gunadi memperlihatkan senjatanya yang sudah tegak berdiri kepada Anggun. Gadis itu terkejut melihat betapa besar dan tegangnya senjata Gunadi. Ia tidak menyangka milik Gunadi sebesar itu. Ia kira Gunadi membual saat bilang kalau senjatanya diatas rata-rata.

"Ini belum ereksi sempurna loh yang, kamu ngga mau pegang?"

Anggun meneguk ludahnya dengan kasar. Wajahnya bersemu merah karena malu sekaligus penasaran. Ia tidak membayangkan bagaimana rasanya bila senjata Gunadi itu memasuki miliknya.

"Mas Gun, aku pakai baju dulu ya. Dingin."

Anggun bergegas keluar dari kamar mandi dan mencari baju tidurnya. Gunadi tertawa geli melihat kelakuan istrinya yang malu-malu. Ia tidak menyangka diusianya yang tidak muda lagi dirinya menemukan kebahagiaan bersama istrinya yang lebih muda. Sebenarnya usia Anggun sudah cukup matang tapi melihat anggun yang tersipu-sipu saat melihat senjatanya ia yakin ini pertama kalinya bagi anggun melihat senjata milik pria meski usia Anggun tidak bisa dikatakan muda.

Love Bank / E-book / KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang