Dua

24.6K 1.6K 22
                                        

Suasana hectic dihari Senin ditutup dengan baik oleh anak buah Anggun. Tidak ada selisih, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Anggun baru saja akan memulai evaluasi hari itu ketika Puspa masuk membawa beberapa box pizza dan minumannya.

"Dari siapa?"

"Ibu Gunadi. Beliau menunggu mbak Anggun di banking hall." Anggun mendesah lelah, menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia segera memimpin evaluasi dan setelahnya membiarkan anak buahnya menikmati kiriman makanan dan minuman dari nasabah prioritasnya sebelum mereka pulang kerumah masing-masing. Sejak Anggun menjabat sebagai pemimpin, istri pak Gunadi itu sering mengiriminya makanan dengan jumlah yang tidak sedikit. Tidak hanya makanan sebenarnya tapi juga beberapa souvernir dari luar negeri. Sebagai pengusaha bapak dan ibu Gunadi sering melakukan bisnis trip keluar negeri. Selain reward dari beberapa bank karena memiliki dana mengendap yang banyak didalam bank tersebut.

"Anggun, bisa kita bicara?" Anggun mengangguk. Dia mengajak ibu Gunadi keruangannya.

"Tolong ibu, Anggun."

Ibu Gayatri berkata terus terang.

"Kalau menolong ibu dengan menikah dengan pak Gunadi, maaf Bu, saya tidak bisa."

"Kenapa? Karena saya atau karena selisih usia kamu sama pak Gun?"

"Kedua-duanya, selain itu saya tidak mencintai bapak. Ibu tahu kan pernikahan itu bukan sesuatu yang bisa dimainkan, saya inginnya sekali menikah untuk seumur hidup, Bu."

"Saya sama Pak Gun itu sudah menikah selama dua puluh lima tahun. Tiga bulan lagi ulang tahun pernikahan kami yang ke dua puluh lima. Pak Gun itu orangnya setia dan ngga neko-neko. Meski saya ngga bisa ngasih keturunan tapi Pak Gun tidak pernah bermain dibelakang saya. Saya sudah sering meminta dia menikah lagi tapi selalu ditolaknya, hingga dia lihat kamu, beliau jatuh hati pada pandangan pertama sama kamu. Pak gun terpukul saat kamu nolak beliau. Makanya beliau bersikap kekanakan waktu itu. Saat saya ingin membantunya mendapatkan kamu, kamu malah pindah. Sampai saat ini beliau masih menginginkan kamu Nggun."

"Saya minta maaf Bu, kalau kehadiran saya kembali ke kota ini membuat ibu cemburu."

"Sama sekali tidak, cah ayu. Saya malah bersyukur kamu kembali ke kota ini, itu berarti doa-doa saya terjawab. Saya selalu berdoa agar kamu berjodoh dengan pak Gun. Kalau kamu keberatan menerima pak gun karena saya, maka saya bersedia menggugat cerai bapak. Saya hanya ingin membahagiakan bapak diusia senjanya, selama ini pak Gun sudah membahagiakan saya, sekarang waktunya saya membahagiakan pak Gun. Mau ya cah ayu jadi istrinya Pak Gun."

Anggun kehilangan kata-kata saat melihat raut wajah ibu Gayatri yang menaruh harapan besar padanya. Dia sendiri tidak tahu harus berbuat apa mengingat usianya sudah tidak bisa dikatakan muda. Sebenarnya dirinya tidak habis pikir bagaimana ibu Gayatri dengan santainya memintanya menjadi istri dari suaminya sendiri.

"Pendekatan dulu dengan pak Gun. Biar Anggun tahu sifat dan watak pak Gun."

"Bagaimana kalau setelah menikah dengan saya pak Gun tetap tidak memiliki keturunan Bu?"

"Rejeki, mati itu ditangan Gusti Pangeran, nduk. Termasuk anak. Kalau memang sampai tutup usianya pak Gun tidak punya anak, ya berarti itu sudah takdirnya. Kami sebenarnya sudah ikhlas nerima, tidak punya keturunan sampai sekarang. Tapi namanya ikhtiar tetep harus dilakukan kan cah ayu. Tolong pertimbangkan permintaan wanita tua ini."

Anggun terdiam. Ia merasa sangat lelah. Kedua orang tuanya sudah memintanya untuk segera menikah mengingat umurnya yang sudah tidak muda lagi, tapi menikah dengan orang yang seusia bapaknya apakah itu pilihan yang bijak atau justru malah menjerumuskan dirinya kedalam suatu hubungan yang justru akan menyakiti nanti.

"Sebenarnya kami sudah ketemu orang tuamu, bapakmu tidak bisa mengambil keputusan karena semua diserahkan kepadamu. Tapi intinya kedua orang tuamu tidak keberatan, lagipula menurut neton dan fengshui, kalian berdua ini sebenarnya cocok."

Anggun terkejut, kedua orangnya sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Anggun tahu kedua orang tuanya saling mengenal dengan pasangan Gunadi ini.

" Bu Gun, saya masih belum bisa."

"Minta petunjuk Gusti Pangeran, cah ayu. Tanya pada hatimu, saya jamin pak Gun bisa membahagiakanmu sebagai lelaki dan suami."

"Maaf Bu Gayatri, kenapa ibu melakukan ini? Saya pikir tidak ada wanita yang mau dimadu. Apa ibu tidak sakit hati melihat pak Gun dengan wanita lain?"

"Saya hanya ingin membahagiakan pak Gun. Membalas kebaikannya selama ini pada saya. Kalau dibilang sakit hati, saya tidak sakit hati, karena hubungan saya dan pak Gun saat ini sudah sampai pada taraf saling menyayangi. Bukan lagi perasaan menggebu-gebu untuk memiliki pak Gun hanya untuk saya. Hubungan kami sudah seperti sahabat. Bahkan kami sudah tidak melakukan hubungan suami istri lagi sejak enam tahun yang lalu."

Anggun hanya bisa terdiam mendengar perkataan ibu Gayatri. Ia tidak habis pikir dan kehilangan kata-kata.

"Tolong, cah Ayu. Kamu satu-satunya wanita yang cocok untuk Pak Gun."

Ibu Gayatri berkata mantap. Anggun hanya mengangguk tanpa bisa berkata-kata. Otaknya jelas saja menolak, tapi disudut hatinya yang paling dalam Anggun ingin berhubungan dengan orang yang bisa membahagiakannya dan membimbingnya menuju surgaNya.

"Saya pamit dulu. Tolong pikirkan lagi permintaan wanita tua ini, cah ayu. Maaf kalau saya bersikap egois, saya percaya nak Anggun tidak akan mengecewakan kami."

Gayatri bangkit dan memeluk Anggun dengan hangat dan penuh kasih sayang. Setelahnya wanita paruh baya itu pergi dengan anggun keluar dari ruangan Anggun yang terduduk dikursinya seraya memijit pangkal hidungnya.

Selama hampir satu jam Anggun terduduk dikursinya dengan mata terpejam. Permintaan Gayatri berputar-putar di otak pintarnya. Ia tidak habis pikir bagaimana mungkin seorang wanita sesempurna itu mau berbagi suami dengannya. Jika dibandingkan dengan dirinya, sebenarnya hanya satu kelebihan Anggun, muda. Lainnya Anggun yakin dirinya berada dibawah Gayatri. Wanita itu masih cantik diusia senjanya. Lemah lembut dan baik, selain itu berasal dari keluarga kaya. Meski pendidikannya jauh dibawah Anggun tapi insting bisnisnya diatas Anggun. Jika Anggun hanya bisa jadi budak korporat, Gayatri bahkan sudah memiliki kerajaan bisnis sendiri, tiba-tiba saja Anggun merasa rendah diri, dibanding Gayatri dia bukanlah apa-apa, hanya upil diujung hidung yang sekali bersin langsung terhempas ketanah dan terbang dibawa angin. Terlepas dari istri seorang Gunadi Dharmahadi, Gayatri adalah wanita sukses dalam bisnis dan keluarga. Meski tidak memiliki keturunan tapi dia bisa membangun keluarga yang harmonis dengan Pak Gunadi dan keluarga besarnya.

"Belum pulang, mbak?" Pak Agus salah satu satpam yang berdinas malam menyapa Anggun.

"Sebentar lagi, pak."

"Baik mbak, kalau begitu saya bilang ke Pak Gun, kalau sebentar lagi mbak Anggun pulang."

Anggun mengernyitkan keningnya ketika mendengar Pak Agus menyebut nama Pak Gun, lelaki yang dari tadi berputar didalam otak cantiknya.

"Pak Gunadi ada disini?" Anggun bertanya memastikan. Ia bertanya-tanya apakah Pak Gun datang dengan istrinya atau datang setelah istrinya. Anggun melirik jam tangannya sudah satu jam berlalu dari waktu pulang ibu Gayatri. Sekarang sudah pukul delapan, ada apa lelaki itu menunggunya.

"Iya mbak, sudah setengah jam nunggu mbak Anggun di pos satpam."

Anggun mendesah lega. Itu berarti pak Guandi tidak datang bersama dengan istrinya. Ia masih belum bisa berfikir jernih dan bersikap atas permintaan ibu Gayatri pada dirinya.

"Saya pulang sekarang saja. Sudah malam."

"Iya mbak."

Anggun segera membereskan pekerjaannya dan mengambil tasnya untuk kemudian keluar dari gedung bank Centro. Benar saja di area parkir dirinya melihat wrangler Rubicon milik Pak Gunadi terparkir manis disamping mobilnya. Gunadi segera menghampirinya dan menyapanya begitu anggun keluar dari dalam gedung.

"Pulang, Diajeng?"

"Selamat malam, Pak Gun. Iya saya mau pulang."

"Ayo, saya antar. Ini sudah malam. Mobilmu kamu tinggal disini saja." Dan tanpa menunggu persetujuan Anggun, Gunadi sudah menarik Anggun dan membawanya masuk kedalam mobilnya.

***

Love Bank / E-book / KaryakarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang