Part 4 Deadline Cinta Nabila

5.3K 240 5
                                    


💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖

Berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan yang sulit digambarkan. Lelaki halalnya justru  menemui perempuan lain. Ya, Ravael menemui pacarnya. Nabila hanya mampu menghela nafas, menghirup oksigen sebanyak mungkin. Rapalan doa dalam hati, sedikit memberi ketenangan untuknya.

Kerinduannya pada Rafasha, sejenak  membuat wanita sholehah ini melupakan kemelut rumah tangganya.

Langkah Nabila terhenti di depan ruang rawat inap Rafasya. Kondisi adik Nabila  seminggu terakhir  terus menurun. Membuat istri Ravael ini cemas. Dalam satu hari, perempuan ini  dua kali menjenguk adiknya. Dipagi buta sebelum berangkat ke kantor dan sore setelah pulang kerja.

Perlahan Nabila berjalan menghampiri adiknya yang terlelap dalam pengaruh obat penenang. Ya, Rafasya hanya dapat lelap jika diberi obat penenang. Tanpa obat itu, hanya rasa sakit yang dirasakan.

Diusap pipi sang adik yang semakin tirus. Bahkan tulang pipinya terlihat menonjol berbalut kulit. Nabila menangis tersedu. Andai boleh bertukar posisi, dia rela mengantikan derita Rafasya. Sungguh dia rela!

Puas menatap wajah sang adik, Nabila melirik jam tangan yang melingkar di tangan. Rupanya sudah masuk waktu salat Magrib.

Gadis itu segera bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menuju Musala yang ada di situ. Diambilnya air wudhu, segar rasanya  menembus pori-pori. Berwudhu memberikan efek relaksasi tersendiri bagi Nabila. Dia lalu memakai mukena dan sajadah yang sudah tersedia di Musala, Nabila menghadapkan wajahnya kepada sang pemilik hidup.

Ditumpahkan segala keluh kesahnya dalam rapalan doa dan harapan.  Permohonan untuk kesembuhan adiknya, hingga nasib rumah tangganya bersama Ravael. Hanya kepada Allah Swt Nabila mengadu dan memohon. Karena hanya Allah pemilik dan pembuat skenario kehidupan manusia.

Puas memohon kepada Allah dalam salat dan doa, dia bergegas ke kantin yang ada di rumah sakit. Perutnya sudah melilit meminta diisi. Perempuan ini lupa kalau belum makan malam, wajar jika perutnya keroncongan bak lonceng yang berisik.

Semangkuk soto dan teh hangat membuat badannya terasa hangat. Saat sedang menikmati makanannya, Nabila tiba-tiba terbayang wajah  suaminya. Meskipun sikap Ravael begitu dingin, angkuh dan sombong, namun mampu memberikan debar tersendiri. Bagaimanapun laki-laki itu mulai merasuki pikirannya. Siang tadi perjanjian suci itu dilafazkan, tetapi  gadis ini menerimanya atas dasar ketakwaan.

Ingin rasanya dia berbakti layaknya seorang istri, tetapi sayang suaminya tidak menginginkan. Wajah Nabila berubah sendu, seleranya untuk menghabiskan soto pun hilang.

Diteguknya sisa teh hangat, dia lantas membayar pesanannya dan berjalan menuju ruang rawat inap sang adik. Nabila akan menunggu dijemput oleh suaminya. Entah sampai kapan?

Dia merebahkan tubuh di sofa yang ada di ruang rawat inap Rafasha. Melepaskan rasa lelah yang menggelayut. Satu hal yang diakui olehnya, meskipun Ravael sosok pribadi yang angkuh, dingin dan sombong. Tetapi di sisi yang lain, lelaki itu sangat dermawan. 

Rafasha sekarang sudah dipindahkan ke ruang VIP. Ruang yang sebelumnya tidak akan pernah sanggup dibayar oleh Nabila. Suaminya juga meminta dokter memberikan pengobatan yang terbaik untuk Rafasha.

Nabila tertidur pulas, hingga sebuah tepukan di pundak membangunkannya dari mimpi  indah berjumpa dengan kedua orang tuanya.

“Hai, bangun! Dasar gadis malas, baru pukul 10.00  sudah tidur. Mendengkur pula,” ucap Ravael.

Merasa bahunya ada yang menepuk, Nabila pun tergagap.

“Aku masih ada di rumah sakit, Mas?” tanyanya sambil berusaha membuka mata yang lengket.

Deadline Cinta NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang