Part 1 Menikahi Lelaki Songong

11.4K 339 5
                                    


"Maaf, Pak. Aku tidak bisa, walaupun bapak membayar satu milyar tetap tidak bisa."

"Lalu berapa yang kau minta, heh?" Sambil mendengkus kesal, Ravael melempar cek kosong ke wajah Nabila. Gadis berkerudung orange itu tertunduk lesu dengan jemari tangan sedingin es.

"Tulis berapa yang kau inginkan, lalu tanda tangani surat kontrak nikah seratus hari denganku."

"Maaf, Pak. Aku tetap tidak bisa. Nikah kontrak tidak dibenarkan dalam agama kita."

"Dasar gadis sombong. Sudah miskin masih saja belagu. Kalau kau tidak mau, aku akan memecatmu!"

"Aku mohon jangan, Pak. Adikku perlu biaya untuk berobat," ratap Nabila sambil berjongkok menghiba memohon belas kasihan bosnya yang sombong.

"Kalau begitu tanda tangani surat perjanjian nikah kontrak kita. Kupastikan kau tetap bekerja dan uang tetap mengalir," ucap Ravael dengan bibir sedikit terangkat dan senyuman sinis. Merasa dia telah menang. Tetapi Ravael salah, bukan Nabila jika tanpa argumen.

"Nikahi aku sesuai syariat, Pak. Walaupun hanya untuk seratus hari, setelah itu bapak bisa menceraikanku. Setidaknya pernikahan kita tetap sah," jawab Nabila dengan mantap.

"Baiklah kalau itu maumu, dasar gadis bodoh!"

Dalam satu hentakkan tangan Ravael menarik lengan Nabila.

"Ayo ikut denganku. Kita akan menikah sekarang juga," ucap Ravael.

Nabila hanya dapat pasrah menerima perlakuan bosnya yang songong. Terngiang penjelasan dokter bahwa Rafasha, adik satu-satunya divonis kanker sumsung tulang belakang.

Terbayang biaya pengobatan yang tidak sedikit. Dari mana dia akan mendapat uang untuk biaya berobat Rafasha jika Ravael memecatnya. Tetapi menikahi pria sombong dan angkuh seperti Ravael juga bukan pilihan yang mudah. Tetapi demi adiknya, dia sanggup berkorban apapun.

Hanya Rafasha satu-satunya keluarganya saat ini setelah kedua orang tua mereka meninggal karena kecelakaan. Setelah orang tua mereka meninggal, Nabila dan adiknya diurus oleh pamannya, adik almarhum papahnya.

Berjalan ke area parkir kantor dengan lengan tetap dipegang erat oleh Ravael membuat Nabila serasa sulit bernapas. Tatapan mata karyawan pun mengikuti langkah mereka. Hanya saja mungkin karena takut kepada Ravael, mereka pura-pura acuh.

"Pak, tolong lepaskan tanganku. Bapak tenang aja aku tidak akan kabur," ucap Nabila.

"Hahaha... kau selain bodoh ternyata juga lucu," jawab Raveal dengan tawa terbahak-bahak.

"Kalau aku bodoh, lalu mengapa bapak memilihku? Bukankah masih banyak karyawati lajang di sini," gumam Nabila hampir tak terdengar. Tapi sayang, kuping Ravael terlalu sensitif. Dalam sepersekian detik, mata setajam mata elang itu mendelik.

"Kamu!"

"Eh, maaf, Pak," ucap Nabila terlihat ketakutan.

"Ah, sudahlah. Cepat masuk. Aku sudah meminta penghulu menunggu di rumah. Kita segera ke sana."

Tak melihat ke arah Nabila, Ravael membuka pintu mobil. Dalam hati Nabila mengumpat, sungguh bosnya ini lelaki yang sombong, kaku dan tidak peka. Ravael bahkan tidak membukakan pintu untuk Nabila.

Setelah Nabila naik dan duduk di samping Ravael, Mang Dirman lantas menjalankan mobil melaju memecah kepadatan kota Jakarta. Sekitar satu jam, mobil pun berhenti di sebuah rumah bergaya moderen yang sangat mewah. Rumah tingkat tiga dengan halaman depan yang sangat luas.

Nabila turun dari mobil Ravael dengan canggung. Di depan pintu sudah ada seorang perempuan paruh baya yang menyambut kedatangan mereka dengan sopan.

"Mari Den, Non. Oma Aden sudah menunggu di dalam," ucap Mbok Darmi mempersilahkan Nabila dan Ravael masuk.

"Terima kasih, Mbok. Cukup panggil Nabila aja, Mbok," balas Nabila sambil membungkuk dan menelangkupkan kedua tangan.

"Ayo, bisa lebih cepat," cicit Ravael sambil melangkah masuk. Nabila hanya dapat membuntut di belakang.

Di ruang keluarga, sudah duduk seorang lelaki paruh baya yang ternyata adalah paman Nabila. Nabila kaget melihat pamannya sudah ada di sini.

"Paman kok sudah ada di sini?" Sambil menatap kaget wajah pamannya.

"Kau pikir apa yang tidak bisa kulakukan, Nabila?" tanya Ravael seakan mengejek gadis di sampingnya. Nabila hanya mendengkus kesal.

"Paman tadi dijemput sopir Den Ravael," jawab Paman Nabila. Nabila hanya dapat mengangguk tanda mengerti. Di dalam hati dia masih tak habis pikir, apa sebenarnya rencana bosnya. Sedang semua penghuni rumah mempersiapkan acara akad nikah, Ravael tiba-tiba menarik kasar lengan Nabila menuju pojok ruangan. Ravael berbisik kepada Nabila.

"Aku menikahimu demi Oma, dia sakit dan waktu hidupnya tidak lama lagi. Dia memintaku segera menikah, jadi kita harus berpura-pura jadi pasangan bahagia di hadapan Oma. Kau mengerti?" tanya Ravael yang lebih mirip sebuah perintah.

"Baik, Pak. Aku mengerti," jawab Nabila tanpa berani memandang wajah bosnya.

"Dan satu lagi, jangan panggil aku dengan sebutan 'Pak' di hadapan Oma, kau paham?"

"Paham, Pak, eh, Mas," ucap Nabila terbata.

"Bagus!" Sambil berlalu Ravael meninggalkan Nabila. Lelaki tampan itu kemudian sudah berada di hadapan seorang penghulu dan didampingi oleh Paman Nabila.

Sesaat kemudian, dari sebuah kamar keluarlah seorang perempuan yang duduk di kursi roda. Dari raut wajahnya sangat mirip dengan Ravael. Raveal bergegas menyambut Omanya dan membawa ke ruang tengah. Dengan canggung namun takjim Nabila meraih punggung Oma bosnya.

"Inikah calon cucu Oma, Vael?" tanya Oma pada cucu kesayangannya.

"Benar, Oma. Namanya Nabila Puspitasari. Dia sudah yatim piatu," jawab Ravael memperkenalkan calon istrinya.

"Tidak apa, Sayang. Dia gadis yang ayu," ucap Oma memuji paras Nabila.

"Terima kasih, Oma."

Acara akad nikah segera dimulai. Tanpa riasan apapun, Nabila duduk di samping Ravael. Pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu menjabat tangan penghulu dengan mantap.

"Saya nikah dan kawinkan saudara Ravael Rangga Aji dengan Nabila Puspitasari binti Rudi Hermawan dengan mas kawin uang tunai sebesar seratus juta rupiah dibayar tunai," ucap penghulu. Sedetik kemudian dibalas lantang oleh Ravael.

"Saya terima nikah dan kawinnya Nabila Puspitasari binti Rudi Hermawan dengan mas kawinnya uang tunai seratus juta rupiah dibayar tunai," jawab Ravael mantap. Berikutnya yang terdengar adalah ucapan serempak mereka yang ada di ruangan.

"Sah!"

"Sah!"

"Sah!"

.

.
.
Next?

Mohon krisan, komen, like dan share ya pembaca. Kira-kira bagaimana selanjutnya nasib Nabila? Like 1k gas pol lanjut. Semoga terhibur.
😍😍😍

💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖

Deadline Cinta NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang