Part 11 Musibah

6.6K 317 18
                                    

#Deadline_Cinta_Nabila

Waktu terus berputar bak rangkaian suratan takdir yang indah. Tidak terasa 2 bulan sudah Nabila dan Ravael menjalani takdirnya untuk bersama terikat dalam biduk rumah tangga.

Walau sikap Ravael tidak sekasar di awal pernikahan, tetapi tetap ada sekat di antara mereka. Entah apa itu? Apakah sebuah keegoisan untuk mengakui perasaan atau rasa lain yang belum usai. Nyatanya jalinan asmara Ravael dan Amera tetap berlanjut. Tentu tanpa sepengetahuan Nabila.

Seperti siang ini perempuan cantik nan seksi itu mendatangi kantor Ravael. Nabila yang saat itu sedang fokus menyelesaikan berkas laporan keuangan perusahaan tiba-tiba mematung menyaksikan tubuh molek nan aduhai melenggang memasuki ruang kerja suaminya.

Sebelum memasuki ruang kerja Ravael, Amera bahkan sempat melirik ke arah Nabila saat melintas. Tatapan kebencian dan meremehkan jelas terlihat. Tatapan mata dua wanita itu sempat bertemu. Amera tersenyum mengeringai penuh kemenangan.

“Permisi Nyonya Ravael 100 hari, kami akan berkencan. Suamimu sudah menungguku sejak tadi,” ucap Amera saat di hadapan Nabila.

Mendengar ucapan perempuan itu, tanpa dapat dicegah, setetes kristal meluruh di pipi. Tergesa dia menyapu dengan ujung jarinya, tak ingin karyawan lain melihat.

Kasak-kusuk pun tak terelakkan, bagaimana pun semua karyawan di kantor ini tahu bahwa Amera adalah kekasih Ravael.

Tidak sedikit mereka berbisik-bisik, ada yang menatap penuh iba kepada Nabila. Dan tidak sedikit juga yang malah mempertanyakan keabsahan pernikahan yang terjadi antara bos mereka dan Nabila.

Tidak berselang lama Ravael dan Amera pun keluar untuk makan siang. Nabila yang menyaksikan Amera bergelayut manja di lengan suaminya tak urung berlari ke toilet.

Dia menangis di sana tanpa ada seorang pun yang tahu. Setelah puas menumpahkan kekecewaannya, dia kembali menyelesaikan tugasnya. Parahnya konsentrasinya buyar, tak satu pun pekerjaannya yang selesai.

Gontai dia melangkah memasuki lift, ingin segera pulang tujuannya. Tak perduli jika dia harus ditegur kepala devisi atau bahkan dipecat sekali pun.

Jiwanya lelah, hanya istirahat yang diperlukan Nabila saat ini.
Saat langkah Nabila sudah ada di halaman kantor, tiba-tiba ponselnya bergetar. Diusap layar itu dan terlihat Mang Dirman memanggil.

“Ada apa, Mang?”

“Non Nabila di mana sekarang? Ra-fas-ha, Non!”

“Ada apa dengan Rafasha, Mang?”

“Non langsung ke rumah sakit sekarang ya, Non.”

“I-ya, iya, Mang. Aku ke sana sekarang.”

Tergesa Nabila memutus panggilan dengan Mang Dirman dan segera memesan taksi on line. Tidak berselang lama, taksi yang dipesan pun datang. Gelisah Nabila selama perjalanan menuju rumah sakit.

Cemas hatinya memikirkan kondisi sang adik. Sejak menikah Nabila menikah dengan Ravael, Oma memberi tugas tambahan pada Mang Dirman menjaga Rafasha setelah mengantar ke kantor.

Perjalanan menuju rumah sakit terasa lamban karena kemacetan jalanan Jakarta di siang hari. Selama perjalanan Nabila terus saja berurai air mata, entah mengapa dia meresa waktu bersama adiknya tidak akan lama lagi.

Setibanya di depan gedung rumah sakit dan membayar ongkos taski, Nabila berlari menuju ruang ICU tempat adiknya terus bergantung pada bantuan berbagai alat.

Pandangannya mengabur, saat perawat membawa sang adik yang sudah ditutup kain putih hingga bagian kepalanya.

“Tidak! Ra-fa-sha, jangan tinggalkan aku, Dek!”

Deadline Cinta NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang