Part 12 Bimbang

9.6K 308 34
                                    


#Menjelang_Open_PO

🌷🌷🌷🌷

Nabila masih terbaring lemah di bednya. Rasa pusing dan mual menambah kondisi tubuhnya menjadi ringkih. Ravael masih setia menungguinya sambil terus membujuk agar istrinya itu mau membuka mulut untuk mengunyah makanan.

“Sayang, aku mohon buka mulutmu. Kau harus makan demi calon anak kita. Ayolah,” ucap Ravael setengah frustasi melihat istrinya terus menggelengkan kepala.

“Ayolah, apa perlu kupanggilkan Oma untuk memaksamu makan?” ucap Ravael lagi.

“Tidak tidak usah, Mas. Kasihan Oma repot harus datang ke sini,” jawab Nabila.

“Kalau begitu kau makan biar cepat pulih dan bisa cepat pulang.”

Akhirnya Nabila membuka mulutnya dan mulai menerima suapan dari suaminya walau hanya sedikit. Perutnya masih terasa mual.

“Sudah cukup, Mas.”

“Baik, tapi nanti harus makan lagi. Sekarang ayo diminum obatnya,” ucap Ravael sambil menyodorkan dua butir obat di telapak tangannya.

Nabila menerimanya dan memasukkan obat pemberian Ravael ke mulutnya. Diteguknya air putih beberapa tegukan untuk meloloskan obat ke lambung.

Saat Ravael membantu Nabila untuk berbaring lagi, tiba-tiba ponsel di saku celananya bergetar. Diusapnya layar benda pintar itu dan sebuah  foto yang dikirim oleh Amera sukses membuat Ravael membekap mulutnya. Seketika dia mendekat ke bed sang istri dengan raut wajah gelisah.

“Sayang, aku harus pergi sekarang ada urusan mendadak. Nanti Mbok Nah dan Mang Dirman kusuruh ke sini menemanimu,” kata Ravael terburu-buru, dia bahkan lupa untuk sekedar mengecup kening sang istri.

Nabila menatap kepergian sang suami dengan penuh tanda tanya dan rasa bingung. Apa sebenarnya yang terjadi? Nabila membatin sendiri.

Ravael berlari menuju tempat parkir. Secepat kilat membuka pintu mobil dan mengemudi dengan kecepatan tinggi. Tak perduli suara klakson dan umpatan pengemudi lain karena Ravael mengemudikan mobil layaknya pembalap.

Dia tidak boleh terlambat sampai di hotel tempat Amera menginap. Beberapa kali tangannya memukul stir dengan kasar.

Kurang dari 20 menit Ravael sampai di hotel tempat pacarnya menginap. Dengan berlari dia menuju kamar Amera dan langsung mendobrak pintu kamar hotel itu.

Pikirannya terlampau kalut. Urusan ganti rugi bisa diurusnya nanti. Saat matanya menangkap sosok yang tergeletak di lantai dengan ceceran darah di pergelangan tangan, Ravael pun memekik.

“Amera! Tolong!”

Mendengar keributan, beberapa pengunjung hotel dan seorang office boy yang kebetulan melintas segera mendekat.

“Bantu aku membawa gadis ini ke rumah sakit!” perintah Ravael.  Mereka pun langsung membawa tubuh Amera ke lobi hotel.

Kegaduhan pun tak dapat terelakkan. Resepsionis hotel segera menghubungi ambulan rumah sakit terdekat. Tidak berselang lama ambulan pun datang membawa Amera dengan suara sirene yang meraung-raung.

Ravael terduduk di samping tubuh kekasihnya yang terkulai tak berdaya. Air matanya pun menetes.

“Amera kumohon bangunlah! Jangan berbuat bodoh seperti ini, aku mohon bangunlah!”

Ravael mengguncang-guncangkan tubuh Amera. Tubuh itu tidak bergerak sedikitpun, matanya terpejam, hanya tinggal denyut nadinya yang melemah.

Ambulan pun sampai di rumah sakit, lalu Amera segera mendapatkan pertolongan. Dua jam lamanya Ravael belum diizinkan masuk menemui kekasihnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Deadline Cinta NabilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang