Sepulang bekerja Raizel segera menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. rumahnya tampak sepi karena Mamanya juga sedang sibuk mempersiapkan untuk acara pertunangannya bersama Ayya tiga hari lagi. Semalam Raizel juga sudah membicarakan apa saja yang perlu ia beli dengan Ayya. Mulai dari pakaian, mulai dari baju tidur, gaun, dan juga kebaya yang akan Ayya pakai untuk hari pertunangan mereka. Raizel juga baru tahu jika ia harus membeli peralatan mandi, tas, sepatu dan apapun yang diinginkan Ayya. Tentunya, cincin pertunangan.
Sembari bercermin, Raizel mencoba menarik napas panjang berkali-kali untuk menghilangkan rasa gugup dalam dadanya. Ia juga memijat pangkal hidungnya setelah merasakan kepalanya yang kembali terasa sakit. Raizel baru ingat kalau sejak pagi tadi ia hanya makan sepotong roti. Tapi Raizel tak mau membuat Ayya menunggu. Ada banyak barang yang harus mereka beli hari ini. Setidaknya ia masih punya waktu sampai besok.
Raizel tersenyum kecil masih tidak menyangka jika ia dan Ayyara benar-benar akan menikah. Meski jalanan mereka sempat bercabang, ia bersyukur bisa kembali bertemu Ayya di ujung perjalanannya. Raizel hanya berharap jika ia juga menjadi satu-satunya tempat untuk Ayya pulang.
Sudah siap dengan sweater abu-abu dan parfume kesukaan Ayya, Raizel meninggalkan kamarnya dengan membawa dompet dan ponselnya. Sudah cukup membuat Ayya menunggu selama satu tahun. Kali ini, ia tidak akan pernah membiarkan Ayya menunggunya bahkan untuk satu menit. Raizel menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju Emerald hotel tempat sang calon istri bekerja. Raizel tertawa sendiri mengingat saat ini ia sudah bisa menyebut Ayya sebagai calon istrinya.
Lima belas menit perjalanan, Jeep yang dikendarai oleh Raizel mulai memasuki pos keamanan menuju lobi hotel. Karena jarak yang cukup jauh, Raizel juga tidak akan membiarkan Ayya berjalan. Saat mobil Raizel mulai mendekati lobi, ia mengambil ponselnya dan berniat menghubungi Ayya. Namun, Raizel malah menggelengkan kepala dan membuang napas kesal setelah melihat Ayya yang berlari menuju mobilnya lalu membuka pintu mobil Jeep itu dengan senyuman sumringah.
"Zel..." sapa Ayya sembari menjatuhkan pantatnya di jok samping Raizel.
"Sayang..."
"Ya?" tanya Ayya dengan senyuman lebar.
"Kamu bisa nggak sih, nggak lari-lari kayak barusan? Kamu pakai heels. Kalau kamu jatuh terus kenapa-kenapa gimana?"
"Tapi aku nggak jatuh." Ayya meringis.
"Ara..."
"Iya. Iya. Aku nggak akan lari-lari lagi. Yuk berangkat sekarang. Nanti keburu tutup."
"Ke tempat biasa ya?'
"Iya. Emang kamu masih inget?"
"Ukuran celana kamu aja aku masih inget."
"Bohong!"
"Ukuran bra kamu aku juga masih inget."
"Kamu, mentang-mentang kita udah mau nikah ngomongnya bra yaa..."
"Bercanda. Biar nggak tegang."
"Bercandaan kamu itu malah bikin tegang."
"Oh ya?" Raizel tertawa terbahak-bahak.
"Aku deg-degan deh Zel. Kamu juga nggak?"
"Enggak dong. Aku malah seneng banget kita udah mau sah."
"Setelah lamaran, kita ngapain lagi?"
"Banyak ... kalau tanggal pernikahan udah ketemu. Kita cari gedung. Kita foto Pre wedding. Terus urus surat-suratnya juga. Banyak ya?"
"Iya juga."
Raizel menoleh lalu mengulurkan tangannya untuk membelai kepala Ayya dengan lembut. "Nggak usah tegang Sayang... semuanya pasti lancar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Through The Night
Aktuelle Literatur[MATURE ROMANCE] DIHAPUS SEBAGIAN (Sad story! Kalau nggak mau nangis jangan dibaca.) "Karakter, organisasi, tempat, perusahaan, pekerjaan dan kejadian dalam tulisan ini hanya fiktif." __________________________________ ―semuanya terlalu indah sekal...