22

10K 531 41
                                    

Tari pov

Setelah kejadian tadi malam, aku dan ustad fahmi benar benar menjadi seperti orang lain. Tak ada tegur sapa atau pun percakapan singkat, apa memang harus begini akhirnya. Sebenarnya harapanku setelah kejadian itu hubungan kami bisa menjadi lebih dekat, ya walaupun itu salahku sendiri karna aku mengatakan apa yang berada di hatiku. Tetapi wanita mana yang mau di perlakukan seperti ini, tapi memang inilah takfir pernikahanku

Sayang cepatlah tumbuh agar umi memiliki teman untuk berbagi cerita dan mengukir senyum tulus bersama batinku sembari mengelus lembut perut datarku

Ya allah berikan aku satu saja malaikat yang akan membuat rumah tanggaku menjadi lebih baik, bukan aku terlalu lemah menjadi istri. Tetapi aku sadar tak semua hal bisa di paksakan, dan aku tak ingin memaksanya bila ia tak bahagia bersamaku.  Dan memang pernikahan ini tak ia harapkan tetapi aku menikmati pernikahan ini walaupun ia tak tak menganggapku

Saat ini aku tengah memematut diriku di cermin, aku menggunakan bedak tipis dan mengoles lipblam di bibirku agar tidak terlalu pucat. Aku tengah bersiap siap untuk berangkat ke pesantren, koper dan tas sudah di bawa turun oleh ustad fahmi. Setelah selesai mematut diri, aku berjalan menghampiri foto pernikahan kami yang terletak di atas meja kecil samping tempat tidur

Hanya karna cinta aku tetap bertahan, dan karna cinta pula aku tetap berjuang. Aku akan pergi dari hidupmu bila nanti kau sendiri yang menyuruhku untuk pergi gumamku

Setelah itu aku berjalan keluar kamar dan menuruni tangga, aku melihat di ruang tamu sudah berkumpul mama, papa, ustad fahmi dan mbak kayla

" pagi semua " sapaku yang ku usahakan seceria mungkin

Aku tak ingin kedua orang tuaku mengetahui keadaan rumah tanggaku yang sebenarnya

" pagi juga sayang " jawab mama dengan senyum manis

" pagi sweet heart " jawab papa dengan senyum manis

" pagi dek " jawab mbak kayla dengan lembut

" pagi " jawab ustad fahmi dingin

Aku hanya tersenyum kecut saat mendengar jawaban yang terkesan dingin keluar dari mulut ustad fahmi, mungkin ia benar benar akan melupakanku. Aku juga harus belajar melupakannya agar kelak jika ia menceraikan aku, aku tak akan terlalu sakit dan terpuruk terlalu lama

" tari sini duduk dulu " ucap mama

" iya ma " jawabku

Aku pun mendudukan diriku di sebelah kanan mama

" kenapa nggak duduk di samping suami kamu? " tanya papa

" hehe nggak papa kok pa, mama mau ngomong apa " ucapku

" jadi begini, kan hari ini kamu mau ke pesantren sama suami kamu jadi mama dan papa mau pergi ke luar negri karena perusahaan papa yang di sana ada masalah dan papa harus turun tangan " jelas mama

Aku pun menghela nafas lelah

" baiklah jika itu keputusan kalian " jawabku

Kenapa semuanya pergi, lantas aku bagaimana. Aku seperti hidup sendiri saat ini, suamiku memilih wanita lain, mama dan papa akan pergi. Dan aku tak mungkin menceritakan masalahku kepada umi dan abi. Ya Rabb kuatkanlah hati hamba dan berikan kesabaran untuk hamba menjalani ujian hidup yang kau berikan untuk hamba, karna hamba yakin kau juga akan memberi jalan keluar untuk semua masalah hamba

" yasudah kalo begitu kami berangkat ke pesantren dulu ma, pa " pamit ustad fahmi

" assalamualaikum " ucap kami ( aku, ustad fahmi, dan mbak kayla)

Gus, Ana Uhibbuka Fillah [ Proses Penerbitan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang