16

10.6K 461 9
                                    

Tak terasa pernikahanku dengan mas fahmi sudah berjalan satu minggu, tetapi tak ada kemajuan dalam hubungan rumah tangga kami. Semua berjalan secara monoton, tak ada yang spesial dalam rumah tangga kami. Kehidupanku masih berjalan seperti saat aku belum menikah, yang membedakan hanya aku harus berbagi ranjang dengan seorang ikhwan yang berstatus sebagai suamiku.

Entah terkadang aku berfikir jika mas fahmi mau menikah denganku hanya karna kasian terhadap papa yang saat itu sedang sakit . Tapi jika aku berfikir seperti itu kenapa rasanya dadaku sesak sekali, apakah seperti ini rasanya mencintai tanpa dicintai, rasanya dadaku sesak sekali, dan kenapa mataku rasanya memanas. Tanpa ku sadari air mataku menetes. Dengan sedikit kasar aku mengusap air mata ini, aku tak ingin ada orang yang tau bahwa saat ini aku dalam titik dimana disitu aku terlihat lemah. Cukup aku dan Robbku yang tau

Ceklek

" assalamualaikum " ucap orang tersebut

Suara itu sudah tak asing lagi bagiku, ya itu suara mas fahmi

" waalaikumusalam " jawabku

Setelah menutup kembali pintu kamar kami, mas fahmi berjalan menuju sofa yang berada tidak jauh dari ranjang kamar kami. Ia pun meraih laptop yang berada di meja mengetik sesuatu dengan raut wajah yang serius. Kupikir itu pekerjaannya yang tertunda, Aku ingin menanyakan sesuatu yang sudah beberapa hari ini ingin ku tanyakan, tetapi aku takut mengganggu kesibukannya. Akhirnya aku memberanikan diri bertanya kepadanya

" mas " panggilku

" ya " jawabnya tanpa melihatku sama sekali

" apakah kita tak akan kembali ke pesantren? " tanyaku

" rencananya besok kita akan kembali kepesantren " jawabnya

Setelah itu keadaan kembali hening

Kenapa mas fahmi tidak memberitahuku jika besok akan kembali ke pesantren, tak begitu pentingkah aku dalam hidupmu mas, sampai kau tak meberitahuku atau meminta pendapat dariku ,astagfirullah haladzim maafkan aku ya allah karena telah suudzon terhadap suamiku sendiri batinku

" mas " panggilku lagi

" ya " jawabnya dengan nada sedikit kesal, mungkin karna aku banyak tanya

" mas kenapa waktu itu mau menikahiku, sedangkan kita tak pernah bertegur sapa, bahkan bertemu saja bisa dihitung jari " tanyaku

Aku bisa melihat jika mas fahmi sedikit terkejut atas pertanyaanku, aku tetap menunggu jawaban yang keluar dari bibir nya. Sudah cukup lama tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Aku hanya tersemyum kecut. Sungguh sekarang aku tau jawaban dari pertanyaan yang telah lama mengganjal dihatiku

" dari keterdiamanmu aku telah mengetahui jawabannya mas " ujarku

Setelah itu aku beranjak dari dudukku, aku berjalan keluar dari kamar. Setelah sampai di ambang pintu aku menengok kebelakang

" jika tak berniat untuk bersama, tolong jangan buat saya jatuh cinta " ujarku

Setelah itu aku benar benar keluar dari kamar dan meninggalkan mas fahmi sendiri, aku tak pernah menyangka jika semua yang ku pikirkan tentangnya yang tak tulus denganku benar adanya. Dan hati ini terasa seperti di tusuk ribuan pisau, rasanya sangat sakit. Bukan seperti ini pernikahan yang ku inginkan, dulu aku memang menginginkan mas fahmi menjadi imam dalam solatku, tapi tidak dengan cara seperti ini. Aku menginginkan pernikahan yang didasarkan cinta dari kedua belah pihak bukan hanya satu pihak.

Tapi apa boleh buat, semua ini telah terjadi. Pernikahan impianku tak akan pernah terjadi. Ya, sedari kecil aku memang mempikan sebuah pernikahan yang bertemakan putih biru, dengan seorang lelaki yang aku cintai dan mencintaiku, tapi apalah dayaku jika tuhan menakdirkan hidupku seperti ini

Gus, Ana Uhibbuka Fillah [ Proses Penerbitan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang