04 - Too late, am I?
"Kaow, Mawin kapan Mew masuk? Bagaimana keadaannya?" tanya Art yang baru saja bergabung dengan meja panjang tempat Mawin dan Kaow menyantap nasi kari mereka.
"Kamu lihat disana, Nong nya duduk disana! Kenapa nggak tanya langsung ke Nong Gulf sih?!" Ujar Mawin kesal. Moodnya memang akan selalu buruk saat seseorang membuat kegiatan makannya tidak khidmat.
"Ckk, kamu tahu kan Gulf selalu kurang ajar padaku?" Art bergumam setelah melirik ke arah meja Gulf yang gaduh karena ada tiga manusia yang sangat rusuh disana.
"Makanya kalian harus budayakan hidup harmonis dan rukun. Heran," komentar Kaow.
"Gulf, kapan Phi mu bisa mulai sekolah?" suara nyaring Mawin mengudara di kantin. Yang disebut namanya mengangkat kepala sebagai respon.
Art merasa beruntung karena Mawin bersedia membantunya mencari tahu.
"Nggak tahu. Masih pemulihan," jawab Gulf seadanya. "Heh, kenapa matanya?!" Intonasi Gulf meninggi saat Art melihat ke arahnya antusias mendengar Gulf menjawab Mawin.
"Ckk nggak penting," Art berdecak sambil melenggang meninggalkan kantin.
"Aku menemukannya, Gulf!" seru Boat yang saat ini duduk persis di hadapan Mild. Boat menutup buku yang sejak tadi dibacanya. Gulf menghentikan aksinya yang sedang memicingkan mata ke arah Art yang berjalan dengan angkuh melewatinya. Kini fokus Gulf kembali pada topik obrolan melanjutkan sebelumnya. "Golongan darah bukan satu-satunya penentu apakah sedarah atau tidak. Yang paling valid itu test DNA."
"Jadi test DNA ya?" Gulf bergumam.
"Gulf, kamu masih usaha? Kamu sangat ingin menjadi saudaraku, begitu?" tanya Mild lalu tertawa dengan raut bodohnya.
Boat melirik sekilas pada Mild lalu memutar bola matanya jengah. Mild memang selalu tidak masuk akal, tidak bisa serius. "Apa sayang?" Mild menggoda Boat yang memicingkan mata ke arahnya.
"Fuck..." desis Boat dengan raut datar.
Gelak tawa Mild mengudara lalu detik selanjutnya dia memasang raut sok misterius, melirik satu persatu lawan bicaranya. "Jadi kamu percaya sekarang kalau kamu anak pungut?" tanya Mild lirih.
"Bocah tengik! Kenapa kamu pergi saat Malaikat membagikan otak sebelum kamu lahir?!" Gulf habis sabar.
"Bukankah kamu akan tes DNA?!"
"Ya bukan aku, brengsek!"
"Terus? Aku? Demi dewa, Gulf meskipun Gramdma ku sudah tua dan pemarah tapi aku tidak sedikitpun memiliki rencana meninggalkan Grandma. Berhenti berharap kita bersaudara dan kamu membawaku tinggal bersamamu, Ai Gulf?!" Ujar Mild panjang.
Boat menyerah pada gilanya seorang Mild. Kepalanya sudah pusing dan kini Boat hanya bisa meletakkan kepalanya di atas meja sambil membuang nafas kasar.
Gulf memberikan senyum terbaiknya pada Mild yang memasang wajah gusar. Mild berangsur tenang lalu nyengir kikuk dan detik berikutnya Gulf menjejalkan bakso pedas ke dalam mulut Mild.
"HAHH!! ANAK IBLIS INI!!" Mild terpekik saat rasa pedas dan panas memenuhi mulutnya.
×××
Siang itu Gulf sengaja mangkir mengikuti ekskul sepak bola karena dia sudah tidak sabar untuk menemani Mew di rumah Sakit. Mew pasti kesepian karena hari ini Mama sangat sibuk di butik dan Papa tidak pernah memiliki waktu banyak karena kesibukannya di perusahaan property yang ia pimpin.
Gulf memasuki ruang Mew sambil menenteng dua plastik besar berlogo sebuah resto fastfood. Mew yang terlihat berjalan terhuyung dari jendela menuju ranjang nampak nyaris jatuh. Gulf bergegas mendekat, menahan tubuh Mew sebelum sempat roboh.
"Apa yang Phi lakukan?!" Gulf memarahi Mew.
"Langitnya cerah. Phi bosan melihat atap sepanjang hari," jawab Mew.
"Phi, hanya tunggu Gulf pulang dan Gulf akan membawa Phi pergi keluar. Ini berbahaya Phi berjalan sendiri, tahu?!"
"Nong seharunya pulang sore kan? Nong memiliki ekskul bola kan?"
"Libur."
"Bohong. Sekolah kita bahkan mengikuti turnamen dalam waktu dekat, ekskul tidak akan libur. Bohong pada phi kan?"
"Ya sudah... iya, bohong. Gulf ingin menemani Phi, itu saja."
Mew menatap kecewa pada Gulf lalu menghempaskan tangan Gulf yang masih menahan kedua lengannya. Mew kembali berjalan ke arah brankar lalu menaiki brankar dibantu Gulf.
"Phi...?"
"Selama Nong masih berbohong Phi tidak akan bicara pada Nong!" jawab Mew dingin.
"Iya. Maaf Phi, Gulf tidak bohong lagi. Janji..."
"Janji?"
"Iya janji."
"Masih ada sesuatu yang Gulf sembinyikan dari Phi?"
Huh?
Guld menelan ludahnya paksa. Gulf terdiam seribu bahasa, dia seperti terhakimi atas pertanyaan Mew.
"Gulf, pagi ini Papa pergi ke rumah Sakit tempat Mama bersalin dulu dan Papa meminta petugas Rumah sakit malihat data persalinan di tanggal phi lahir. Dokter mengatakan, Phi lahir dengan golongan darah yang sama dengan Mama Papa dan Gulf."
Gulf seperti tersambar petir di siang bolong saat mendapati kenyataan itu dari sang Papa.
"Gulf, kamu harus berjanji nak, Gulf harus tetap menyayangi Phi, ya? Sementara ini cukup kita berdua saja yang tahu. Papa akan membicarakan ini dengan Mama. Phi Gulf yang sebenarnya di luar sana semoga baik-baik aja. Tumbuh dengan baik. Ada di tengah keluarga yang membesarkannya dengan baik." Masih sangat jelas diingatan Gulf bagaimana suara Papa bergetar menahan dirinya agar tidak menangis, bagaimana tubuh Papa bergetar menahan kecewanya. Gulf masih mengingatnya sangat jelas.
"Hngg... nggak ada kok," jawab Gulf diiringi cengiran lebar.
Mew memicingkan matanya pada Gulf. "Seingat Gulf tidak ada rahasia lagi hehe," kekeh Gulf hambar. "Sudah lah Phi, jangan marah terus menerus. Lihat, Gulf membawa makanan untuk Phi ada kentang goreng, cheese burger dan Mc-flury! Siapa yang semalam merengek ingin es krim?" ujar Gulf renyah.
"Okay, damai!" jawab Mew semangat lalu memasang senyum lebarnya yang lucu.
Melihat Phi nya tersenyum cerah, Gulf ikut tersenyum. Dua pasang netra saling melihat ke dalam satu sama lain. Waktu seperti berhenti. Dalam hati masing-masing berbisik tentang betapa besarnya rasa yang mereka miliki untuk satu sama lain. Rasa yang salah namun juga ingin mendapatkan pembenaran di waktu yang sama.
Ciptaan Tuhan yang seperti ini, mana mungkin Art rela melewatkannya. Gulf saja yang lambat sadar. Bukan, bukan hanya lambat sadar. Gulf benar-benar terlambat atas Mew.
×××
ALAFYU ♡