08 - Its okay, I've done.
Hujan turun deras di sekitar Pratunam saat seorang pemuda dengan jas hujan kuning cerah yang ia kenakan malam itu berjalan mendorong sepeda miliknya. Langkahnya berhenti saat melihat seseorang terbaring di depan kios makanan laut yang sengaja ia tutup sejak pagi. Pemuda itu meninggalkan sepeda miliknya lalu berjalan ke arah laki-laki yang berbaring tanpa alas di atas lantai yang basah. Dengan segera pemuda berkulit putih itu menyentuh tubuh laki-laki yang berbaring meskipun dia merasa takut.
"Nong krab?" Pelan pemuda itu menggoncang tubuh laki-laki yang berbaring.
Tidak ada reaksi apapun.
"Nong... Nong krab..? Apa kamu baik-baik saja?" Pemuda itu masih berupaya.
Khawatir jika terjadi hal yang buruk pada anak yang mengenakan seragam sekolah itu si pemuda lantas beranjak. "Seseroang bisa membantuku??!" Serunya di tengah derasnya hujan.
Sayangnya malam sudah larut dan hujan turun sangat deras. Pratunam yang biasa ramai oleh wisatawan nampak lengang saat itu. Tidak ada yang mendengar pemuda itu teriak.
"Argh!"
Merasa usahanya sia-sia pemuda itu kembali menghampiri laki-laki yang masih berbaring di depan kiosnya. Ditariknya nafas dalam sebelum dia bersiap menggendong laki-laki itu.
Tiba-tiba saja laki-laki berseragam itu buka matanya saat orang asing yang panik itu hampir berhasil menggendongnya, "Er.. Phi," ucap laki-laki itu dengan suara serak.
"Oih. Nong kamu baik-baik saja?" Tanya pemuda itu panik.
"Ah ya, aku hanya istirahat di tempat ini," ujarnya sambil beranjak duduk.
"Apa yang dilakukan anak sekolah sepertimu tengah malam begini?".
"Aku berjalan-jalan tadi."
"Ckk. Aku tidak percaya. Kamu pasti memiliki masalah. Mungkin kamu anak yang biasa merusak kiosku saat kalian berkelahi antar sekolah? Dan kamu takut pulang karena Ayah mu akan membunuhmu, huh?"
"Ao. Tidak Phi."
"Lalu?"
"Aku memang pergi dari rumah tapi bukan karena itu."
Pemuda itu mengamati dengan seksama. Kulit putih yang bersih, arloji mahal untuk seuluran anak sekolah di pergelangan tangan kirinya, tubuh yang bagus. Sangat tidak mungkin jika dia gelandangan kan?
"Lalu? Orangtuamu bermasalah?"
"..."
Pemuda itu menghela nafas singkat, "Ini kios milikku. Masuk lah. Mungkin ramen akan membuatmu hangat."
Sudah hampir satu jam dua laki-laki itu duduk di sebuah ruang kecil di bagian belakang kios. Ada banyak makanan yang disiapkan si pemilik kios yang memperkenalkan namanya Tong. Tong pemuda yang ramah dan sangat baik. Itu kesan yang langsung Mew dapatkan dari pemuda pemilik kios seafood itu. Kepada Tong yang merupakan orang asing bagi Mew, ia berani bercerita banyak hal. Mew tidak mengerti, tapi cara Tong berbicara membuat Mew ingin lebih jauh berdiskusi.
"Aku akan membiarkan mu berada di kiosku sampai kamu tenang. Tapi aku tidak akan membiarkanmu melewatkan sekolahmu, mengerti?"
"Tapi Phi? Saat pergi ke sekolah aku akan bertemu adik ku?"
"Aku tidak peduli. Bahkan jika kamu harus bertemu kedua orangtuamu yang datang ke sekolah untuk mencarimu pun aku tidak peduli."
"Ao. Phi?"
"Kamu hanya perlu berdamai dengan perasaanmu. Kamu sekarang hanya sedang shock, itu saja. Tenanglah dan berfikir dengan baik. Kamu seharusnya menghadapi situasi ini, bukan menghindarinya. Kamu tahu, masalah ada untuk dihadapi bukan untuk dihindari."
Mew diam sambil kepalanya menunduk.
"Kamu adalah seseorang yang beruntung. Meskipun mereka bukan orangtua kandungmu tapi mereka sangat sayang pada mu. Apa kamu mau merasakan menjadi aku, Mew? Aku ingat, waktu itu usiaku tiga tahun saat Mae menitipkan ku ke sebuah panti asuhan. Menyedihkan bukan? Aku sangat ingat seperti apa Mae memaksa petugas panti menerimaku. Iya, aku dibuang saat itu. Dan dari tahun ke tahun aku dan semua temanku berlomba untuk bisa diadopsi keluarga kaya supaya hidup kami lebih baik. Tapi aku tidak sekalipun dipilih. Sangat menyedihkan, memang." Tong menerawang lurus ke depan saat ia bercerita panjang. "Sementara kamu? Kamu ada di rumah sakit saat itu terjadi. Artinya ini hanya masalah takdir kenapa kamu bisa menjadi bagian dari keluarga itu. Tidak ada yang salah Mew. Kamu tidak dibuang sepertiku."
Mata Mew memanas. Seketika dia teringat seperti apa Mama dan Gulf tadi menangis tepat di depan matanya. Itu hal yang sangat menyakitkan untuk Mew.
Mew tertunduk lalu menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan kedua tangannya yang menompang di atas lutut. Bahu Mew bergerak dengan ritme yang perlahan semakin cepat. Tong tahu, Mew mulai menangis.
"Tidak ada yang melarangmu menangis. Aku juga sering melakukannya hehe. Kadang menangis membuat beban kita sedikit hilang," ujar Tong sambil menepuk bahu Mew simpatik.
•
•
Art menajamkan pandangannya saat mendapati seorang laki-laki tampan turun dari van merah lalu melambaikan tangan ke arah pemuda yang masih duduk di atas van merah yang melaju pergi setelah anak itu turun. Art bergegas menghampiri laki-laki itu dan menautkan tangannya.
"Phi Mew! Phi membuat Art khawatir, tahu?"
Mew menoleh terkejut, "Oh, kenapa khawatir?" Tanya Mew.
"Gulf menelfon dan berkata Phi pergi. Art fikir tidak bisa bertemu Phi lagi."
"Hey, itu berlebihan," Mew terkekeh hambar.
"Uhm. Seharusnya Art tahu itu. Phi tidak akan bisa jauh dariku hehe. Ayo kita masuk," ajak Art sambil membawa Gulf berjalan bersamanya.
"Euh ngomong-ngomong, siapa laki-laki yang ada di atas van merah itu Phi?"
"Oh. Phi Tong, dia akan menjadi guru les Phi."
"Oh, dia tampan. Seperti Phi Mew hehe. Bahkan Art tadi sulit membedakan kalian huh."
"Hehe, itu berlebihan Art."
"Oh, lihat Phi, teman-teman mu sedang menjaga pintu gerbang. Ckk masih saja memgerjai junior. Apa kalian bersenang-senang dengan itu, huh?" Komentar Art jengah saat melihat Mawin dan Kaownah terus meniup peluit mereka saat membantu Guru menjaga pintu gerbang dan memberi hukuman murid yang tidak tertib.
"Itu memamg tugas mereka, Art."
"Oh iya, benar hehe."
Art dan Mew berjalan menghampiri Mawin, Kaownah dan Guru Run yang masih berdiri di dekat gerbang memgawasi beberapa murid yang masih melakukan skoat jump.
"Ai Gulf, lihat Phi mu sekarang ada disini apa kamu tidak malu dihukum di depan Phi mu? Huh, bebal sekali!" Celoteh Mawin.
Sebentar.
Mew????
Gulf berhenti melakukan skoat jump lalu melihat ke arah yang Mawin maksud. Dan itu benar. Phi nya benar-benar ada disana. Dan itu benar Phi nya datang bersama Art. Dan itu sangat benar Art berhasil membawa Gulf.
PRITTTT
Kaownah meniup peluit panjang membuat Mawin terlonjak dan reflek mengusap telinganya yang kebas. "Ai Gulf, siapa yang menyuruhmu berhenti?!"
Gulf nampaknya benar-benar harus berhenti. Ia ingat apa yang telah ia sepakati. Art memenangkannya. Telak.