♠ dari

221 55 5
                                    

“Halo, Umji? Dahyun kubawa ke klinik fakultas.... Perutnya Dahyun sakit gara-gara sambal bakso.... Iya, sekarang lagi diperiksa sama dokter kliniknya. Nggak usah khawatir.... Nggak, aku bakalan anterin dia pulang. Oke, oke.... Iya, sama-sama.”


Hanbin mengakhiri sambungan pembicaraannya dengan Umji. Kala ia memasukkan ponselnya ke saku celana jinsnya, dokter klinik yang memeriksa Dahyun di ruangan perawatan pun datang menghampirinya. Hanbin berdiri dari kursi tunggu, dan langsung menyerbu sang dokter dengan pertanyaan, “Gimana, Dok, keadaan Dahyun? Dia baik-baik aja, kan?”

Dokter muda bernama Jessica itu tersenyum mendengar kekhawatiran Hanbin. “Untungnya sakit yang dialami Dahyun nggak terlalu parah sampai menginfeksi ususnya. Iya, penyebabnya memang dari makanan pedas, tapi ya itu, untungnya nggak sampai dia yang harus dirujuk ke rumah sakit biar dapat penanganan lebih lanjut,” papar Jessica. “Saya juga sudah memberi obat untuk Dahyun. Tunggu rasa sakitnya berkurang, baru dia boleh pulang.”

Hanbin tidak bisa menyembunyikan rasa leganya lagi. Beban berat dan beragam pemikiran buruk yang menyiksanya sedari tadi kini luruh dengan cepat. Pemuda itu tersenyum senang, mengucapkan banyak terima kasih pada Jessica, sebelum perempuan itu meninggalkan Hanbin untuk kembali ke mejanya.

Hanbin lantas memasuki ruang perawatan, dan menemukan satu tempat tidur yang tertutupi korden; sedang tiga lainnya dibiarkan terbuka dan kosong. Ia berdiri di luar korden, merasa gugup sekaligus takut jika Dahyun menolak kehadirannya. Maka dari itu, Hanbin berujar hati-hati, “Dahyun, aku boleh masuk?”

Tidak ada jawaban.

“Dahyun?”

“Masuk aja.”

Hanbin tersenyum kecil, dibukanya korden tersebut dengan hati-hati, sampai ia menemukan Dahyun yang tidur menyamping sambil memejamkan matanya. Seketika itu pula, ada sesuatu yang menyengat dada Hanbin saat ia melihat Dahyun yang tampak rapuh di hadapannya. Begitu besar keinginan Hanbin untuk memeluk tubuh itu dan membisikkan sesuatu di telinganya; bahwa gadis itu akan baik-baik saja, tetapi keinginan itu harus dipendamnya. Ia hanya takut Dahyun kembali memberikan jarak yang lebih panjang lagi di antara mereka.

“Tasnya Umji masih ada sama aku, kan?”

Hanbin mengembuskan napas. “Iya.”

“Kalo gitu, aku mau nemuin Umji buat ngembaliin tasnya.”

Dahyun hendak beranjak dari ranjang rawat, tetapi dengan cepat Hanbin menahannya dan memberinya tatapan tegas. “Perutmu masih sakit. Aku tahu itu. Jadi, kamu nggak boleh ke mana-mana sampai sakitnya ilang.”

Dahyun mengerutkan keningnya tak suka. “Tapi...”

“Aku temenin kamu di sini.”

“Apa?” Dahyun tertawa sarkastik seraya menghindari tatapan Hanbin. “Aku mau pulang...”

“Aku bakal antar kamu pulang, tapi nanti,” potong Hanbin, tak terbantahkan.

Mereka bertatapan dengan bersitegang, tetapi akhirnya Dahyun lebih dulu memutus pandangan mereka dan kembali merebahkan tubuh ke posisi semula, disertai amarah yang terjebak di dadanya.

Tidak apa. Tidak apa Dahyun bersikap seperti itu kepadanya. Yang paling penting, Dahyun menurutinya dan menunggu rasa sakitnya hilang untuk bisa pulang.

Hanbin menarik sebuah kursi kecil dari sebelah nakas, lalu mendudukkan dirinya di samping ranjang rawat Dahyun. Dipandanginya punggung si gadis mungil yang masih tampak marah; terlihat dari caranya bernapas. Lalu, begitu saja, seulas senyum muramnya terbit.

Demi apa pun, Hanbin benar-benar merindukan gadis ini. Kim Dahyun.

*****

Gaesss mampirin kuyy! Jangan lupa tinggalkan vote serta komentarnya. Makasiih 💕

 Makasiih 💕

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hujan | Hanbin ft. DahyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang