♠ kenangan.

285 51 10
                                    

Hujan sore itu, turut serta membawa segala kenangan antara Dahyun dan Hanbin yang pernah mereka ciptakan, tanpa satu pun terlewatkan. Dahyun menatap hampa tirai hujan yang membelenggu langkahnya di bawah naungan atap kampus, sendirian. Umji sudah pulang lebih dulu bersama Donghan yang notabene merupakan kekasihnya dari fakultas berbeda. Tadinya, Dahyun sudah ditawari tumpangan oleh Umji, mengingat Donghan berkendara menggunakan mobil pribadi, tetapi Dahyun dengan cepat menolak halus. Ia hanya tidak mau mengganggu momen sepasang kekasih itu di dalam mobil, atau lebih tepatnya, Dahyun tidak mau menjadi obat nyamuk dadakan nantinya.

Mengembuskan napas panjang, Dahyun masih teringat pada pengakuan Hanbin semalam; tentang perasaannya yang ternyata tidak pernah berubah untuknya.

Hanbin masih menyayanginya, begitu pun Dahyun. Hanya saja, Dahyun seakan kesulitan sekadar menjawab pertanyaan sederhana tersebut. Yang Dahyun lakukan justru menangis tanpa suara, membuat Hanbin refleks memeluknya, menenangkannya dengan cara mengusap bahunya lembut, tanpa berkata apa-apa.

Setelah itu, Hanbin berpamitan pulang. Ia tidak memaksa Dahyun untuk menyahuti permintaannya malam itu, tetapi Hanbin tetap memberikan senyum terbaiknya, mengusak sayang puncak kepala si gadis, lantas berpamitan pada kedua orang tua Dahyun untuk pulang dikarenakan hujan sudah berhenti.

"Kamu belum pulang?" Suara setengah berteriak seorang gadis menyesaki pendengaran Dahyun yang masih betah menjelajah alam lamunan.

Itu Lee Hayi. Ia berada di kursi penumpang depan mobil pribadi yang dikendarai oleh seorang pemuda. Entahlah, mungkin temannya? Hayi lantas berbicara sebentar pada si pengemudi mobil, lalu beranjak keluar dari sana dan memayungi wajahnya dengan telapak tangan sembari berlari kecil menghampiri Dahyun.

Dahyun hanya memandangi sosok Hayi tanpa mengedip. Mau apa dia kemari?

"Hai, aku Hayi," kata Hayi tanpa membuang waktu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Sepupu Hanbin."

Uluran tangan Hayi masih belum bersambut, sebab Dahyun terjebak dalam kondisi di mana tubuhnya sulit digerakkan. Jantungnya berdebar keras, sementara kedua tangannya mulai mendingin karena gusar.

"A-aku Dahyun." Akhirnya, Dahyun berhasil membalas jabatan tangan itu, membuahkan senyum kecil di bibir Hayi.

"Udah tahu, kok. Dari Hanbin."

Dahyun membalas senyuman itu canggung.

"Kamu nungguin siapa? Kenapa belum pulang? Mau sekalian pulang bareng aku?" tawar Hayi, hangat. Seakan fakta yang dijabarkan Hanbin semalam soal Hayi yang sulit bersosialisasi dengan orang baru adalah kebohongan besar.

"Nggak apa-apa, Hayi, nggak usah. Aku mau nunggu ujan berhenti aja sebelum pesen ojek online," tolak Dahyun.

"Ooh...." Hayi mengangguk-angguk. "Kukira kamu lagi nungguin Hanbin," sambungnya, lantas menyengir lebar.

"H-hah?" Dahyun gelagapan, pipinya dihiasi semburat merah. "Nggak."

Kali ini, Hayi menunjukkan lengkungan yang tulus di bibirnya, seraya mengusap-usap lengan Dahyun yang terbalut kemeja lengan panjang. "Hanbin sering cerita soal kamu ke aku," katanya. "Dia... masih sayang sama kamu. Dia selalu nyalahin dirinya sendiri karena dengan mudahnya mengiakan kata putus itu tanpa dipikirin lebih dulu."

Dahyun menggigit bibir bawahnya keras. Baiklah. Sekarang, reaksi apa yang harus Dahyun berikan?

"Kalau kamu juga merasakan hal yang sama, nggak ada salahnya, kan, buat memulai hubungan kalian dari awal lagi? Maaf, bukan maksud aku sok ikut campur masalah pribadi kalian. Cuma... aku kasihan lihat Hanbin sering galauin kamu terus. Cewek-cewek yang naksir Hanbin pun mundur teratur saat tahu Hanbin masih belum bisa lupain kamu. Inget, dua tahun hubungan itu nggak mudah dilupain gitu aja. Apalagi move on."

Hujan | Hanbin ft. DahyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang