Solum Avexion-- sebuah tempat nan indah yang dihuni berbagai klan yang di sebut Bangsa Aves.
Namun, keindahan sebuah tempat tak menjamin kedamaian. Perang dingin antar Klan Columbidae--Merpati dan Cygnus--Angsa, membuat Klan Merak sebagai pemimpin B...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ada dua hal yang menjadi hal favorit Bae Areum. Hal pertama yaitu langit senja. Ia menyukai perpaduan warna langit saat mentari beranjak kembali ke peraduannya. Lembayung, dengan merah muda mendominasi. Kombinasi warna yang bagi Areum selalu berhasil memberinya ketenangan tatkala melihatnya.
Gadis itu bersyukur memiliki apartemen dengan sebuah jendela besar yang memungkinkannya menyaksikan pemandangan indah tersebut hampir setiap hari.
Jika ia berkesempatan untuk pulang cepat dari kampus, Areum dengan sengaja akan menyisihkan waktu sore harinya untuk sekadar duduk di kursi ruang makan dan menatap langit serta mentari Edinburgh yang menembus jendela apartemennya. Duduk diam, tanpa melakukan atau memikirkan apapun. Membiarkan waktu bergulir hingga tahu-tahu gelapnya malam menyapa.
Namun, sore ini agak berbeda. Areum duduk di kursinya seperti biasa, pandangan terarah ke luar jendela. Tetapi, banyak hal yang terlintas di benaknya.
Siapakah dirinya?
Darimanakah asal-usulnya?
Areum tahu dirinya adalah seorang mahasiswi jurusan psikologi Universitas Edinburgh, tinggal di sebuah unit apartemen bersama seorang kawan.
Tetapi, bagaimana dengan keluarganya? Kota kelahirannya? Pendidikan sebelum-sebelumnya? Mengapa setiap kali Areum mencoba mengingat apapun, tak ada hasil apapun selain kepalanya terasa sakit?
Sebenarnya, pertanyaan ini sudah cukup lama timbul di hati Areum, dan membuatnya semakin resah sebab tak kunjung menemukan jawabannya.
Bel pintu apartemennya yang berdenting membuyarkan lamunan gadis Bae itu untuk sesaat. Areum menoleh. Belum sempat ia beranjak dari kursi, pintu tersebut sudah terbuka. Seorang gadis lain masuk. Ekspresi gembira jelas tergambar di wajahnya.
"Oh, my dear Areum ...." Gadis itu memberi sebuah pelukan longgar pada Areum yang kini sudah berdiri di samping kursinya. "Kau tidak mengunci pintunya tadi?"
Areum merespon dengan senyum merasa bersalah. "Aku kelupaan, Haneul-a."
"Ini bukan kali pertama. My Gosh, kau dan sifat pelupamu itu ...." Gadis bernama lengkap Lee Haneul itu tertawa kecil.
"Omong-omong, kau terlihat sangat gembira. Apa ada sesuatu menyenangkan terjadi?" tanya Areum.
Haneul memiringkan kepalanya ke kiri. "Uhm, sebenarnya tidak juga. Aku gembira karena berhasil menghakhiri hari ini dengan baik. Tidak penting," Ia mengibaskan tangannya. "Aku malah lebih penasaran denganmu. Ada apa dengan ekspresi murungmu itu? Bukankah kau mengatakan bahwa menatap langit senja selalu membuat perasaanmu membaik?"
Areum menghela napas. "Seharusnya. Tetapi kurasa tidak untuk hari ini."
"Ada apa?"
"Ada beberapa pertanyaan yang kupikirkan akhir-akhir ini." Areum menatap dwinetra Haneul dan mengenggam erat tangannya. "Haneul-a, kau sahabatku 'kan? Kau mengenalku dengan baik 'kan?"