Shadow

271 54 104
                                    

•---•

Pagi itu, sebelum sang surya benar-benar menunjukkan diri --Areum dilanda kegelisahan untuk yang kesekian kali. Ia baru saja mendapatkan mimpi buruk yang selalu menghantuinya. Peluh bercucuran membasahi keningnya. Berbagai rasa ketakutan kini telah menggerogoti diri Areum.

Kenapa akhir-akhir ini ia jadi memimpikan hal yang sama --melihat bagaimana seseorang dibunuh tepat di depan matanya sendiri yang sukses membuat dirinya merasa ketakutan. Ditambah lagi beberapa reka adegan yang menurutnya deja vu terus menerus berputar bagai kaset rusak didalam mimpinya.

"I can't stand anymore."

Dengan langkah gontai Areum melangkah ke kamar mandinya. Hari ini Davion berjanji akan mengajaknya ke suatu tempat --yang katanya bisa membuat perasaan Areum semakin membaik --jadi dia harus mempersiapkannya dengan sebaik mungkin pula.

"Gosh!" Tiba-tiba Haneul masuk ke dalam kamarnya. "Tumben sekali pagi buta seperti ini kau sudah sangat rapi?"

Areum mendengus. Haneul dan kebiasaannya--selalu masuk tanpa izin.

"Aku ada janji."

Sebelum Haneul menaruh rasa curiga buru-buru Areum melanjutkan ucapannya. "Dosenku meminta bertemu denganku, anak kelas lainnya juga."

"Is that too early?"

"Mau menumpang kamar mandi lagi?" Areum langsung mengalihkan pembicaraan.

Beruntungnya Haneul langsung mengingat tujuan awalnya datang ke kamar Areum dan langsung melupakan kecurigaannya dengan Areum saat itu juga.

"Oh, iya." Haneul menepuk dahinya, "Aku ingin meminjam kamar mandimu. Bloody hell, padahal aku sudah menghubungi tukang untuk memperbaiki dan sampai sekarang mereka belum datang."

Setelah memastikan Haneul telah berada di dalam kamar mandinya --barulah gadis itu menghela napas lega. Setidaknya kali ini ia bersyukur, Haneul jika menyangkut urusan kamar mandi ia akan dengan mudah melupakan dunianya.

Areum melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "I still have much time."

Davion dan Areum sepakat untuk saling temu di tepi danau --persis ketika kejadian beberapa hari lalu terjadi.

Mengingat hal itu tiba-tiba saja jantung Areum berdebar kencang. Areum tidak mengerti, mengapa setiap ia berada di sekitar lelaki itu tubuhnya akan bereaksi lain. Seperti ada yang menariknya --seolah mengatakan kalau mereka itu sebenarnya memiliki sesuatu --yang Areum tidak pahami sama sekali.

"Aarrgh..."

Saking tidak fokusnya Areum dengan keadaan sekitar ia tidak sengaja menabrak wanita tua berjubah hitam, sedangkan beberapa makanan yang terbungkus di dalam keranjangnya ikut terjatuh ke tanah.

"My Godness, i'm so sorry  ma'am." Areum terkejut bukan main, buru-buru ia membantu wanita tua itu berdiri dan memungut semua makanan yang terjatuh ke tanah tadi.

"It doesn't a matter, young lady." 

Wanita tua yang tak sengaja Areum tabrak tadi tersenyum menenangkan. "It was my fault."

Areum merasa sangat bersalah dan menyesal. Baginya ini adalah kesalahannya yang terlalu fokus dengan pikirannya sendiri ketimbang memperhatikan sekitar.

"Trully i'm sorry, sepertinya makanan yang ada di keranjang nenek rusak. Aku harus menggantinya berapa?"

"Tak perlu nona cantik," Tangan penuh kerutan halus itu mengambil sesuatu di dalam kantung jubah hitamnya dan mengulurkan sebatang makanan manis --yang selalu menjadi simbol kasih sayang. "Anggap saja hadiah, aku lihat dari wajahmu, sepertinya akhir-akhir ini kau banyak pikiran."

The Tales of AvexionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang