Dua: Hak dan Asasi.

7.6K 859 36
                                    

Tepukan tangan riuh pada ruangan simetris selebar duapuluh-lima kali duapuluh-lima meter dengan kursi berundak bersarung hitam, menggema ketika moderator menyambut tamu pria berjas hitam juga sepatu mengilap yang membungkus telapak kakinya.

Ia melangkah menuju mimbar lantas menyesuaikan tinggi mic kecil pada mimbar tersebut agar pas pada mulutnya. "Kalian mengganggu waktu tidurku." ucapnya santai.

Peserta konferensi antarbangsa tertawa.

Jeon Jungkook yang berada pada mimbar sana, menjadi objek utama yang dilihat, wajahnya ramai pada layar kamera, ponsel-ponsel, layar televisi. Sebenarnya ia cukup muak untuk berada di tempat ini, tempat yang begitu asing dengan ratusan orang tidak dikenalnya yang membanggakan latar belakang masing-masing. Apalah itu pialang, petinggi sekuritas, direktur perusahaan raksasa, CFO, CEO, dan masih banyak gelar lagi yang mentereng di ujung nama. Namun, yang perlu ia lakukan hanyalah membagi luang waktu berbicara selama satu jam dengan alasan umum, bayarannya besar.

"Terima kasih untuk snack-nya tadi, Bapak Presiden." Jungkook melirik meja paling pojok. "sangat enak sekali mengalahkan jajanan kaki lima."

Peserta prakrisi keuangan dunia kembali tertawa.

"Dalam sesi pagi ini kita akan membuka soal hak juga asasi." Jungkook menekan tombol remot kontrol, dalam sekejap layar proyektor menyala. "Salah satu pulau pada benua Asia penghasil emas terbesar di dunia mengalami krisis kemiskinan. Well, ini sangat aneh, ada yang tau?"

Ruangan hening, Jungkook menjentikkan jarinya. "Menarik, pulau sumber emas namun penduduknya tidak tau menau soal di bahwa permukaan rumahnya mengandung ber ton-ton emas. Sampai exspedisi luar negara mengeksplor besar-besaran hak mereka."

Peserta konferensi manggut-manggut memerhatikan.

"Ada istilah lain selain 'penjarahan'? Lalu solusi apa yang akan Presiden kalian gunakan sebagai terobosan untuk mencegah keteledoran negara kalian?"

"Maaf Tuan, saya menyela." Seorang peserta konferensi berkata tidak sabaran dengan sengau dalam bahasa Inggris khas Asia Tenggara membuat seisi ruangan menoleh.

"Sesi tanya-jawab tersedia dalam duapuluh menit terakhir." Moderator bergegas mengingatkan.

"Tidak apa. Silahkan." Jungkook mengagguk mempersilahkan.

"Eh?" Moderator tersebut menatap Jungkook tidak paham.

"Terima kasih." Peserta tersebut berdehem. Dasinya miring, rambutnya berantakan, wajahnya kusut, pasti sedang banyak tekanan. "Saya pikir, kami tidak perlu menghabiskan waktu untuk mendengarkan cerita seperti sesi Akademis seharian penuh. Jauh-jauh saya datang kemari untuk mendapat pencerahan dari orang seperti Anda, bukan pertanyaan-pertanyaan yang kami sudah paham. Tuan, Anda dipuji banyak media karena kemampuan Anda menciptakan penanggulan maupun manipulasi keuangan. Kami butuh itu, kami lelah. Perusahaan sudah oleng kiri-kanan bingung bagaimana cara menstabilkan akibat krisis tersebut. Kami butuh keputusan dan solusi."

Gumaman setuju terdengar dari banyak kursi.

Jungkook terkekeh kecil, menyikut moderator di sampingnya. "Akhirnya aku tau mengapa aku di bayar mahal untuk menjadi pembicara dalam konferensi ini. Pak presiden, nanti tolong kirimkan tagihan kepada seluruh peserta."

Peserta konferensi riuh tertawa.

Jungkook mengusap wajah, menunggu ruangan kembali kondusif. "Hanya ada satu solusinya. Re-ka-ya-sa. Dari zaman firaun sampai zaman Persia hanya itu solusinya. Percuma saja sekolah sampai ujung dunia jika kalah dengan pedagang es kaki lima. Baik aku contohkan seperti ini, sebuah perusahaan majalah mengirim 'wartawan terbaik' untuk mewawancaraiku supaya konsumen meningkat. Tapi untungnya, 'wartawan terbaik' itu lumayan cantik, namun sayangnya ia sudah punya kekasih. Mau lihat? Itu yang di pojok ruangan, yang sedang menelfon kekasihnya."

Peserta serentak menoleh.

×+×

With || Lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang