Sepuluh: Kaca Bertuan.

2.9K 435 29
                                    

"Lima belas menit."


Lisa mendudukan dirinya pada bangku besi panjang, menatap lurus kedua biji mata Jungkook, urung buka suara--menunggu kepergian penjaga bangsal.

"Hai." ucapnya, persis setelah pintu ruangan ditutup.

"Hai juga." jawab Jungkook, pria itu mengamati tampilan Lisa yang terlihat terlalu serius. Kemeja merah sopan lengan panjang dan rok hitam konservatif sebagai bawahan, ditambah kalung nama yang menggantung di depan dada.

Jungkook menukikkan satu alis kirinya. "Ini rumah penampungan, kalau kau datang ingin mewawancaraiku, sebaiknya besok saja."

"Eh, bukan." Lisa mengibaskan tangan. "aku kemari membawa sesuatu." Tangkas, gadis itu membuka tas slempang berukuran sedang kemudian mengeluarkan beberapa berkas yang dibalut map coklat.

"Apa?" Jungkook meraih map tersebut.

"Aku mencalonkan menjadi pengacaramu, aku yakin kau butuh pengacara yang andal, kan? Tentu aku, selain itu aku juga pandai bicara." Lisa tersenyum pongah menatap Jungkook.

"Yakin?"

Gadis itu mengagguk antusias.

Jungkook menerawang sejenak, setelah beberapa detik, ia menjulurkan tangan dan disambut oleh Lisa. "Deall."

"Kau tenang saja, Jungkook. Aku akan membantumu."

"Oke. Tapi, kau akan melupakan wawancara?"

"Itu masalah gampang, coba lihat, ini hari ke-tiga, artinya dua hari lagi masa kontrak wawancara akan dicabut dari pusat, kemungkinan aku akan dilempar untuk mewawancarai orang yang lebih mentereng di mata dunia. Presiden Indonesia, misalnya?" Lisa mengedikkan bahu. "but, itu bukan masalah besar, karena tinggal ambil cuti panjang dan banting stir menjadi pengacaramu lalu kau membayarku tiga kali lipat."

"Hah?"

"Tiga kali lipat. Kupikir itu juga kurang cukup, so kau membutuhkan orang yang egois dalam artian lain, bukan? It's me. Aku bisa mempertahankan argumen yang aku miliki. Ingat, bertepatan dengan pencabutan kontrak, sidang pertama akan dilaksanakan."

"Apa ini pemerasan?"

"Hello Tuan Jeon." Lisa menggeleng tidak percaya. "kau mau mendekam di balik jeruji besi? Tidur di kasur yang keras? Kekurangan gizi? Mau?"

Jungkook mengedikkan bahu. "Aku sih tidak apa."

"Tidak apa katamu, nasib perusahaanmu bagaimana?"

"Ya paling bangkrut, kalau tidak bangkrut disita bank."

"Astaga." Gadis itu mengusap pelipis. "dengar, aku akan memenangkanmu, bagaimana pun caranya, walau diperkenalan pertama kita kau merendahkanku."

"Mengapa kau berambisi sekali?"

"Eh?"

"Aku curiga."

"Curiga apa?"

"Ada udang di balik batu."

Lisa mengetuk meja pelan. "Aku ini bersikap baik, jadi jangan salah sangka. Kalau tidak mau ya tidak apa."

"Ya sudah."

"Ya sudah aku pulang."

"Oke. Hati-hati."

"Pria sinting."

"Terima kasih."

"Maaf, nona. Waktu besuk melewati batas. Dengan hormat kami meminta Anda keluar."

Lisa berkacak pinggang, berdiri lantas mengambil map coklat yang tergeletak di meja.



×+×



Gadis itu melamun di hadapan laptop, kopi bercangkir putih yang dipesan setengah jam lalu, sudah pasti dingin tersentuh udara.

Lisa mencopot kacamata pelindung radiasi, meletakkannya di samping cangkir kemudian menopang dagu menggunakan kepalan tangan.

Ia menghela.

"Mengapa krisis minyak bumi sudah hilang kabar sejak dua hari lalu?" gumamnya pelan.

Gadis itu menjatuhkan punggung pada sandaran kursi kayu. "Repotnya hidup di sekeliling bedebah, persaingan tidak sehat, tekanan mental. Huh, omong kosong macam apa."

Ia memejamkan mata sesaat, sebelum akhirnya kembali terbuka akibat ponselnya berdering dari atas meja.

"Ya?"

"..."

"Sudah tidak."

"..."

"Untuk apa?"

"..."

"Oke, tunggu, setengah jam aku sampai."

"..."

"You too."


×+×


"Lisa-ya." Jimin menoleh dengan wajah antusias, pria itu mendudukkan dirinya di samping Lisa.

"Apa yang kau lakukan di ruang kerja Jungkook?"

"Menyusun lembaran kertas, apa lagi."

Lisa mengagguk menatap tumpukan kertas di atas meja.

"Kau tau, sore nanti kantor ini akan di segel."

"Secepat itu?"

"Iya, para penanam saham kecewa, mereka merasa telah ditipu habis-habisan."

"Tapi bukannya masalahnya adalah Jungkook yang menanam saham, tapi mengapa para penanam saham di perusaan Jungkook yang kecewa?"

Jimin menggeleng tidak tau.

"Aku semakin tertarik dengan kasus ini, Jim. Bisa kau ikut membantu ku?"

"Maaf, Lisa. Sebenarnya ada yang perlu aku bicarakan."

"Apa?"

"Sore ini aku akan berangkat ke Praha membereskan keuangan Jungkook, kemungkinan lima hari kita berpisah. Kau tak apa?"

Lisa menunduk sambil mengagguk, wajah gadis itu nampak muram. "Aku pasti akan merindukanmu."

"Hey, sekarang era moderen, kita masih bisa video call. Jangan terlalu primitif."

"Tapi itu beda, Jimin. Nanti kalau, kau tertarik dengan wanita di sana, bagaimana?"

"Tidak akan."

"Kalau kau diapa-apakan oleh wanita di sana, bagaiamana?"

"Tidak."

"Kalau kau berdansa dengan wanita jalang, bagaimana?"

"Ti-"

"Kalau digoda, bagaimana?"

Jimin menangkup kedua pipi Lisa, "Tidak akan Lisa, paling jika aku pulang aku membawa anak."

"Setaaan."

×+×

With || Lizkook✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang