Jungkook mengangkat gelas anggur, mempersilahkan gadis di hadapannya untuk bersulang. Kini keduanya tengah berada pada makan malam mewah sudut luas bangunan apartemen.
"merci." (Terima kasih) ucap pramusaji berambut pirang setelah berlalu membawakan makanan pembuka.
"Apa semua orang Prancis tidak dapat melafalkan huruf 'R' ?"
Lisa bertanya dari sebrang meja kayu penuh ukiran, rambut satu bahunya disisir rapi dengan baju formal namun terkesan santai.
Jungkook mengedikkan bahu, tidak tertarik. "Kau berasal dari Thailand?"
"Ya?"
"Sudah berapa lama tinggal di Korea?"
"Em--" gadis itu menerawang. "belum terlalu lama, kira-kira empat tahunan."
"Well, cukup baik, untuk golongan orang yang baru beradaptasi. Omong-omong, kau benar lulusan Universitas Inggris?"
Lisa menghentikan sendok yang hendak ia masukkan ke dalam mulut. "Apa tampilanku meragukan?"
"Jangan sensi dulu, hanya saja cukup aneh rasanya."
"Aneh bagaimana?"
"Lupakan."
Seorang pramusaji berperawakan sama seperti tadi, kembali menghampiri meja Jungkook dan Lisa membawa nampan coklat berisikan dua mangkuk kecil berwarna putih. Menu utama rupanya.
"Jung, boleh aku bertanya?" Lisa membuka kalimat setelah pramusaji itu berlalu meninggalkan senyuman.
"Silahkan." ucap Jungkook sambil tangannya mengelap sendok menggunakan tisu putih, pandangannya tidak teralihkan.
"Menurutmu, bagaimana rasa masakan restoran ini?"
Jungkook menatap Lisa. "Lidah orang berbeda-beda."
"Ish." Lisa mendesis. "Kau teman bicara yang buruk."
Jungkook mengedik, "Begitulah."
"Kau tau, aku baru pertama kali makan malam dengan biaya semahal ini."
"Benarkah?"
Lisa mengagguk mantap.
"Asal kau tau juga, satu mangkuk sup kita sebesar satu bulan gaji officer di kantorku. Bisa dibayangkan?"
Lisa manggut-manggut mendengarkan, gadis itu melanjutkan makanannya setelah tadi berhenti untuk minum. "Dulu saat aku masih kecil aku ingin sekali menjadi orang sepertimu."
"Mengapa?"
"Ya, karena menyenangkan, duduk diam tapi tau-tau kartu ATM penuh oleh saldo." Lisa tertawa kecil. "namun ketika menginjak sekolah menengah, cita-citaku berubah menjadi seorang polisi."
Jungkook menatap Lisa, memperhatikannya lekat.
"Saat itu umurku empatbelas tahun mendapati ayah sedang membaca koran di kursi belakang rumah, karena penasaran aku meminjam koran tersebut, membacanya dengan serius sampai dahiku berkerut." Lisa terkekeh samar.
"Dalam koran tersebut berisi berita seorang pemuda lulusan universitas besar mendapat gelar doktor, aku sempat tidak percaya. Hell, diusia semuda itu, duapuluh-dua tahun?" Lisa menatap Jungkook, pria itu masih menatapnya. "Ayahku bilang, aku harus seperti dia, pintar dan berbakat."
Lisa menjeda kalimatnya, gadis itu menyesap gelas anggur di hadapannya. "Mulai detik itu aku mengganti haluan cita-citaku, menyusuri bagaimana kehidupan orang itu, sekolah dimana, lulusan apa, berapa nilai ujiannya, intinya semua.
"Aku sangat semangat belajar, suatu saat bercerita pada temanku tentang cita-citaku yang baru, namun temanku malah menepuk pundakku, berkata bahwa 'setiap hari kita dihancurkan ekspetasi masing-masing dan mimpi-mimpi yang mati membuat kita patah hati, hanya karena terlalu sibuk memikirkan jadi apa, kita sampai lupa'."
Lisa tersenyum menatap Jungkook. "Mulai detik itu aku sadar, walaupun sampai sekarang belum maksud dengan kalimat temanku, namun aku dapat menangkap bahwa, mimpi kita adalah suatu hal yang mengalir begitu saja, bukan dari tiruan ataupun tekanan, hanya keinginan bukan dorongan."
Jungkook melepas kedua sendoknya, Lisa menatap Jungkook dengan senyum tulus. "Dan kau tau siapa sosok itu, yang ingin aku lampaui?"
"Siapa?"
"Kau."
"Aku?" Pria itu melebarkan matanya, telunjuknya menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, semua orang seumuranku menginginkan derajat sepertimu, para orangtua menyekolahkan anaknya agar kelak bernasib beruntung sepertimu. Kami semua ingin sepertimu, namun dibalik semua itu, ada yang diam-diam aku perhatikan darimu."
"Apa itu?"
"Hidupmu sepi, maaf sebelumnya bukan karena aku lancang. Kau terlalu semu untuk dunia moderen, lihat, diusia yang tergolong sudah matang, kau masih belum memiliki pasangan karena alasan sibuk mengurusi dunia virtual."
Tatapan pria itu jatuh pada mangkuk sup yang masih tersisa seperempat.
"Aku sadar, harta bukan segalanya. Menatap uang banyak malah membuatku kalap, lupa dunia, amit-amit-nya membuat tanganku mengambil beberapa lembar yang bukan hakku."
Lisa tersenyum menatap seorang pramusaji yang lebih dulu tersenyum padanya. Ia melanjutkan kalimat. "Motivasiku mewawancaraimu karena aku ingin tau rasanya menjadi orang yang paling disorot dunia, wajahmu ada pada setiap majalah, pakaianmu dijadikan sentral tiruan, digemari banyak kaum wanita.
"Namun sayang, kau sebenarnya tidak lebih dari kupu-kupu bersayap emas yang terjebak pada ladang bunga." Lisa menatap Jungkook lamat. "Kau dibutakan oleh uang, surat berharga, dan jabatan."
Jungkook hendak membuka suara namun urung, getaran ponsel di saku jasnya membuat pria itu menyelipkan tangan untuk meraih benda tersebut.
"Halo."
"...."
"Sekarang?"
"...."
"Baik. Persiapkan penerbangan segera, kirim lima sampai tujuh orang untuk membantuku bersiap."
Lisa menatap Jungkook bingung. "Ada apa?"
"Aku harus kembali ke Korea Selatan, penyumbang saham kelas dunia menawarkan perjanjian. Kau ikut sekarang, soal biaya sewa apartemen biar aku yang tanggung."
"Maks--"
"Sudah cepat, jangan banyak bicara, lima belas menit lagi kita keluar dari sini."
×+×
KAMU SEDANG MEMBACA
With || Lizkook✔
FanfictionFrom here we are begin. Stared : 05022020 Finished : 26022020