Jungkook dan Lisa berjalan pada setapak yang cukup lengang. Keduanya sampai empat jam yang lalu di stasiun Busan.
Lisa menyelapkan kedua telapak tangannya pada saku sweter kuning yang dikenakan, kaki jenjangnya terbungkus jeans hitam, sementara telapaknya dibalut sepatu kets putih.
Kilatan samar warna-warni di langit yang gelap terlihat dekat, seiring kaki mereka menuju sumbernya. Kini mereka sampai pada tepi sungai besar di Busan, tempat pesta perayaan lampion.
"Untung kita menggunakan pakaian santai, jika mengikuti idemu menggunakan pakaian formal pasti akan terlihat sinting." Jungkook terkekeh menggenggam pembatas jembatan.
Lisa menoleh, "Tapi, pesta lampion di Prancis seperti itu pakaiannya."
Jungkook mengangguk membenarkan, tidak ingin mendebat lagi, hanya terfokus pada gugusan kembang api warna-warni dengan arak-arakan lampion berbagai macam bentuk yang terlihat dari seberang sungai tempatnya berdiri.
"Kau tau." Jungkook buka suara, matanya masih terpaku pada arak-arakan lampion. "dulu saat aku umur delapan tahun, aku selalu menonton pertunjukan ini bersama kakek."
Lisa menoleh, sedikit mendongak menatap Jungkook, "Lalu?"
"Lalu aku pernah bertanya pada beliau tentang apa hal yang menarik dari sekedar lampion kertas yang beraneka bentuk."
Lisa mendengarkan dengan baik, cukup tertarik dengan arah pembicaraan.
"Kakekku menggeleng-geleng sambil tertawa kecil, ia berkata bahwa memang tidak ada yang menarik, sebenarnya kumpulan lampion hanyalah selarik kertas yang biasa dilupakan juga yang harganya begitu terjangkau, namun bukan soal nominal atau apapun, melainkan soal kesederhanaan yang mampu membuat orang lain merasa senang."
Jungkook tersenyum membayangkan. "Jujur, sampai saat ini aku tidak tau mengapa aku bisa sampai pada posisi yang begitu tinggi seperti sekarang, sejak kecil aku ingin menjadi relawan atau dokter sebagai alasan agar dapat berguna bagi banyak orang. Kakekku juga pernah berkata bahwa, kau dapat merasa berguna jika kehadiranmu bermanfaat bagi orang lain."
Lisa mengembalikan tatapannya pada arak-arakan lampion, biji matanya turun menatap pantulan cahaya di permukaan sungai. "Aku pikir orang sepertimu sudah tidak memiliki hati."
Jungkook tersenyum, masih tidak berniat mengubah arah pandang. "Ya. Aku memang sudah tidak memiliki hati."
Lengang sejenak, letupan aneka ragam warna pada langit terdengar lebih bising dan ratusan lampion berkertas putih yang diterbangkan terlihat begitu mengaggumkan, terbukti bahwa ini adalah puncak acara perayaan lampion.
"Orangtuamu pasti bangga."
Jungkook mengangguk, menatap langit. "Apa kelihatannya begitu?"
"Iya."
"Tidak, mereka tidak akan bangga, mereka juga tidak akan pernah puas dari yang aku kerjakan. Mereka hanya ingin meminta lebih, lebih, dan lebih."
Lisa memasang sekelumit senyum. "Orang tidak akan tau pikiran orang lain, walaupun DNA mereka sama."
Jungkook mengguk lantas tertawa kecil, sampai kedua alis Lisa bertaut. "Hey! Mengapa suasananya melankolis begini? Kita ke mari untuk menikmati perayaan, bukan?"
Lisa balas tertawa sambil menggeleng kecil, "Kau yang mulai."
"Ya, ya, ya." Jungkook menyilangkan tangan. "Omong-omong, sudah berapa lama kalian pacaran?"
"Dengan?"
"Dengan Jimin, masa dengan aku."
Lisa terkekeh, mengusap wajah. "Sudah dua tahun lebih empat bulan."
Jungkook manggut mengerti, ia melirik jam tangan hitam yang melingkar pada pergelangan kirinya. "Sudah jam setengah dua belas malam, mari pulang."
Lisa mengagguk. Keduanya berjalan berdampingan meninggalkan sungai berair tenang.
×+×
"Selamat malam." Lisa melambai di depan pintu hotel pada Jungkook sebelum akhirnya menutup pintu, kamar mereka berhadapan.
Jungkook balas melambai, kemudian masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu. Ia berjalan menuju ranjang, mematikan lampu lantas berkemas hendak tidur.
Pria itu menarik selimut hingga sebatas tengkuk setelah tadi mengganti pakaian tidur dan mematikan lampu utama. Jungkook memejamkan mata, mencoba mengistirahatkan tubuhnya.
Sayangnya, suara dering telepon kabel yang tertempel di dinding kamar terdengar melengking tanpa ampun, Jungkook refleks mengambil bantal, menutupi telinga sambil menyumpah serapahi penelepon keparat di seberang yang tidak tau etika, kemudian berusaha mengabaikan.
Namun tidak sesuai harapan, deringnya berbunyi sampai sekian kali. Pria itu mendengus mengkal melempar bantal, ia merampas paksa gagang telepon, besok ia berjanji akan memerintahkan selusin anak buahnya untuk mengusut penjaga hotel berkelas mahal ini, agar mengganti nada dering, apa tidak ada menejer keramahtamahan hotel yang berinisiatif menggati dering, jazz atau getar, bila perlu beep?
"Maaf pak."
"Kau tau pukul berapa, Jinhyun?" Sialan, si penunggu meja depan hotel rupanya, beruntung Jungkook mengenali suaranya.
"Eh? Pukul..."
"Ini lewat tengah malam Jinhyun. Bukankah aku sudah berpesan untuk menolak panggilan yang mampir ke kamarku." Jungkook berseru, wajah lelahnya terlihat makin kusut.
"Maaf, pak. Tapi, ini mendesak."
"Peduli setan, bahkan--" Jungkook mengumpat, hendak menumpahkan jutaan kosakata makian beradap yang ia miliki, namun pintu hotel terlanjur diketuk.
Jungkook menoleh, apa lagi?
"Ada yang memaksa ingin bertemu, bapak. Mereka sudah saya peringatkan bahwa bapak tidak bisa bertemu karena perlu istirahat, namun mereka memaksa naik. Tidak ada yang berani menahannya, pak. Tapi, setidaknya saya harus memberitahu bapak sebelum mereka sampai." Jinhyun berujar dengan intonasi yang lebih manusiawi.
Jungkook meletakkan gagang telepon, bergerak menuju pintu lantas memutar kenopnya, dua orang berjaket kulit hitam, topi hitam, celana hitam, dan sepatu boots hitam berdiri tepat di depan pintu, salah seorang menagguk hormat.
"Selamat malam Tuan Jeon."
"Malam."
Salah satu dari mereka membuka topi, menjulurkan tangan kepada Jungkook. "Sangat terhormat dapat bertemu orang seperti Anda."
Jungkook menarik juluran tangannya, "Langsung saja, apa tujuan kalian kemari, kuharap kalian tidak lupa ini jam berapa."
Seorang bertopi maju selangkah sambil memberikan amplop putih panjang kepada Jungkook. "Kami Tim Penyidik Negara, membawa surat perintah pemeriksaan Anda karena masih diduga saham Anda bersangkutan dengan PT. Minyak Bumi ilegal."
Jungkook menaikkan satu alisnya. "Kalian salah, para tuan. Aku tidak pernah menaruh saham apapun, rata-rata orang yang menaruh saham pada perusahaanku."
"Maaf, seluruh penjelasan, boleh dijelaskan bersama aparat di kantor. Mari ikut kami, berikan tangan Anda."
"Aku bisa jalan sendiri."
×+×
KAMU SEDANG MEMBACA
With || Lizkook✔
FanfictionFrom here we are begin. Stared : 05022020 Finished : 26022020