DALILA
"Tumben bawa baju ganti."
Ternyata matanya Michiko lumayan jeli. Padahal baju ganti itu sudah ku sembunyikan di dalam lemari, di balik paper bag pula supaya tidak ada yang lihat. Mau ku isi di dalam tas, tetapi tasku tidak muat karena kepenuhan.
"Antisipasi kalau pulang telat," kataku asal.
"Biasanya juga pulang telat," ucap Michiko benar adanya. Aku memilih mengabaikan gadis itu agar dia tidak kembali berbicara.
Dari semalam aku terus kepikiran ajakan Merdeka. Dia mengajakku nonton? Serius atau bercanda? Soalnya kami tidak kembali membahas hal itu karena Bara yang ikut nimbrung. Merdeka jadi salah tingkah, aku juga ikutan salah tingkah. Jadinya kami berdua sama-sama diam. Sementara aku bawa baju ganti untuk antisipasi jika memang jadi nonton di bioskop. Aku tidak terlalu berharap, hanya untuk jaga-jaga saja.
Pertandingan persahabatan dilakukan menjelang sore hari. Kasian panas-panasan. Sebenarnya niat awal akan dilakukan pagi hari, tetapi masih ada kegiatan belajar mengajar sehingga dipindah jadi sore hari. Sebenarnya ada pilihan bagus yaitu di siang hari, sayangnya sekolah kami tidak punya lapangan basket indoor. Sekarang sudah jam pulang sekolah, banyak siswa yang bertahan untuk tidak langsung pulang, mereka ingin mendukung tim basket sekolah kami. Aku juga salah satunya, masih ada tiga puluh menit. Sehingga waktuku kuhabiskan di ruangan ekskul kami untuk memperbaiki beberapa tulisan di laptopku.
"Merdeka cakep ya," puji Michiko.
Baru sadar? Bahkan aku sadar sejak lama. Aku memperbesar foto yang diambil Rusli, aku ikutan mengamati foto itu bersama Michiko. Foto tim basket yang sedang pendinginan. Beberapa dari mereka berkerumun, kelelahan, dan jelas terlihat habis dibantai habis-habisan oleh coach Eli.
"Yang ini aja?" tanyaku meminta pendapat.
"Iya, Bara dan Merdeka ganteng di sini," ucap Michiko. Aku juga setuju.
Aku mengedit beberapa laporan, mengubah kembali foto yang akan kugunakan. Hari ini aku juga akan menonton pertandingan mereka untuk mengisi kembali beberapa space berita yang kukosongkan. Tak lama Rusli datang menghampiriku.
"Sudah mau mulai," katanya. Aku dan Michiko segera bergegas.
Woah, satu kata itu cukup untuk menggambarkan suasana saat ini. Rasanya seperti berdesak-desakan saat nonton konser Countryroad. Semuanya ingin berada di paling depan agar dapat melihat pertandingan. Untungnya aku bertugas menulis berita untuk mereka sehingga mendapat tempat khusus bersama Rusli. Michiko? Menyelip di antara kami berdua.
...
MERDEKA
"Ho ... Ho ... Ho ... Ha!!" Itu cara kami saling menyemangati.
Aku masuk ke dalam lapangan bersama yang lain. Hari ini Bara terlihat begitu bersemangat. Apalagi ditonton banyak adik kelas. Mereka tidak sampai meneriaki nama kami, seolah-olah kami ini idola. Cukup bersorak, meneriaki nama sekolah kami. Semoga tidak rusuh.
"Deka, tuh ada gebetan lo," kata Bara cekikikan. Aku mengikuti arah pandangnya.
"Udah tahu." Sebelum dia beritahu, aku sudah menyadari keberadaan Dalila duluan.
Kami bersiap-siap diposisi masing-masing. Aku dan yang lainnya saling berpandangan begitu tebakan coach Eli benar. Tim lawan menggunakan 3-2 zone defense. Biasanya digunakan apabila tim lawan mempunyai shooter hebat. Mereka akan menjepit inside player tim lawan. Sepertinya aku target mereka. Dulu mereka juga menggunakan strategi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Merdeka Tetap Merdeka
Teen FictionMerdeka tidak lahir pada tanggal 17 Agustus, punya dua adik perempuan, dan kini dia akan segera punya adik lagi. Walaupun namanya Merdeka, keseharian Merdeka tidak semerdeka namanya. Di sekolah, Merdeka menjadi penyalur surat cinta untuk adik pertam...