MERDEKA
Tertolong oleh sopir ayahku yang tiba tepat waktu. Aku sempat kelimpungan oleh gadis itu. Menyebalkan sekali kenapa aku tidak bisa bertindak tenang seperti biasanya. Bahkan hingga saat ini—di depan mobil yang menjemputku, aku menatap Bara dan Dalila bergantian.
"Aku pulang duluan ya," kataku pada gadis itu dengan suara yang terdengar kaku. Aneh, gadis itu juga terlihat tidak seperti biasanya. Dia sedikit menghindariku.
Kali ini Bara menepuk pundakku. Dia mendorongku masuk ke dalam mobil. Kaca mobil kuturunkan untuk menunjukkan sopan santunku. Bara menunduk, mendekatkan kepalanya. Dia berbisik di telingaku.
"Nggak perlu berterima kasih." Bara seperti cenayangan. Senyum miringnya sampai terngiang-ngiang hingga aku tiba di rumah. Tapi masih wajah Dalila yang malu-malu menatapku yang lebih membekas di kepalaku. Padahal aku kan tidak bilang suka padanya, tetapi kenapa dia harus malu? Aku jadi curiga.
Malam ini rasanya begitu panjang. Aku ingin segera tidur-tiduran karena sudah numpang mandi di rumahnya Bara tadi. Sepertinya malam ini aku bisa bermimpi indah. Begitu tiba di kamar aku langsung berganti pakaian. Posisi tumpukan bajuku tidak ada yang miring, sepertinya baru saja diatur oleh Mbak Noor.
Tok! Tok! Tok! Mendengar bunyi pintuku diketuk, langsung saja kubuka pintu itu. Rupanya ada Isabella yang menggendong si bungsu. Liora manis sekali menggunakan baju tidurnya yang kubeli dari hasil tabunganku.
"Baba!" panggil Liora dengan suara penuh semangat, sepertinya karena melihat wajahku. Kurentangkan tanganku lebar-lebar, Liora langsung berpindah ke pelukanku.
"Bentar ya, Bang. Nanti aku balik lagi," ucap Isabella yang berlalu pergi. Namun sebelum pergi, dia meletakkan susu Liora di atas meja belajarku.
Jadi malam ini Liora mau tidur denganku—tetapi di pertengahan malam pasti diculik oleh orangtuaku yang juga ingin tidur bersama si bungsu. Kamarku ini sudah seperti tempat penitipan anak. Di lemari tidak hanya ada bajuku saja, ada juga bajunya Liora. Bahkan pempersnya juga ada.
Ku ajak Liora tidur di atas kasurku, sementara aku menyalakan laptop. Sengaja ku jauhkan laptopku dari jangkauan si bungsu, jangan sampai 959 episode One Piece dilenyapkan begitu saja oleh tangan tidak berdosanya.
"Baba?" tanya Liora, dia belum bisa tidur—mungkin karena suara dari anime yang kuputar di laptopku. Kutepuk-tepuk ringan si bungsu yang kini posisi tidurnya berpindah di ketiakku—tempat favoritnya Isabella dulu.
"Haus?" tebakku. Kemudian ku sodorkan susu yang tinggalkan Isabella tadi, tetapi malah dilempar oleh Liora. "Dingin, ya?" tebakku lagi. Ku ubah suhu AC kamar agar tidak terlalu dingin lagi. Lalu keberikan selimut di atas tubuh mungil Liora, yahh, juga dilempar.
"Babababa!" Liora ingin memegang laptopku. Tentu tidak kuizinkan. Laptopku adalah aset berhargaku. Lagi pula aku akan lebih ikhlas jika Liora mengotak-atik ponselku yang sepi notifikasi walaupun itu malam minggu sekalipun.
Tiba-tiba terlintas ide di kepalaku untuk mengamankan laptopku yang berharga. Ku rogoh ponselku kemudian membuka YouTube. Setelah itu aku melakukan pencarian video dengan keyword 'suara kucing memanggil sesama kucing'.
"Liora," panggilku. Kuletakkan ponselku tidak jauh dari Liora yang tentu saja jauh dari ujung kasur agar dia tidak jatuh. Akan tidak lucu jika tiba-tiba Liora berakrobat jatuh ke lantai, yang ada malah aku yang diomeli oleh satu keluarga.
Miaw miaww meawww muurrrrr miawww meawwrrr
Liora celingak-celinguk mencari sumber suara yang ternyata berasal dari ponselku. "Baba? Baba?" tanya Liora yang mulai bergerak mencari sumber suara. Kubiarkan saja dia dan kembali fokus ke laptop.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekali Merdeka Tetap Merdeka
Roman pour AdolescentsMerdeka tidak lahir pada tanggal 17 Agustus, punya dua adik perempuan, dan kini dia akan segera punya adik lagi. Walaupun namanya Merdeka, keseharian Merdeka tidak semerdeka namanya. Di sekolah, Merdeka menjadi penyalur surat cinta untuk adik pertam...