٩1٩

2.1K 126 15
                                    

   "Kita akan sarankan kamu lapangan kerja."

   Itu yang kudengar dari mulut Bu Herna, sungguh aku sangat senang mendengarnya, dan aku benar-benar bisa menjadi perawat walaupun hanya dari Farmasi Kesehatan, dari SMK SDM. Tapi setidaknya cita-cita ku menggelar ladang amal tercapai.

   "Alhamdulilah Bu, terimakasih!" Ucapku tulus bercampur senang, Bu Herna hanya tersenyum simpul menanggapiku, dan kembali lagi fokus pada dokumen-dokumen murid yang diurusnya saat ini.

   Aku terdiam dengan sematan-sematan tanda tanya yang tersemai dalam otakku, sedangkan telingaku fokus mendengarkan lagu anak Palestina yang berjudul Kasih Palestina, yang diputar Bu Herna untuk mengusir kejenuhan.

   Dan pertanyaannya kemana aku akan di kirim, kemana aku akan di salurkan?

   " Maaf Bu, boleh saya bertanya lagi?" Tanyaku, dan asal kalian tahu ini adalah pertanyaan kesekian sembari tanganku yang membantunya menyiapkan berkas para murid, membuatku tidak enak hati karena terus bertanya.

   Bu Herna tersenyum dan memandangku, seakan raut wajahnya berujar silahkan.

   "Saya akan di salurkan kemana Bu?" Tanyaku akhirnya.

   Bu Herna terdengar berdeham sejenak, dan mulai berujar.
   "Dari sekian banyaknya peluang kerja, kamu kebagian dan kami pilih bekerja di Praktek Dokter sebagai asistennya, yang kadang juga bisa menggantikan tugas di Nurse Station." Jelasnya.

   Asisten Dokter!? Perempuan atau laki-laki? Berganti tugas dengan Nurse Station tentu itu akan sangat menyenangkan.

   "Tapi saya tidak tahu juga, bisa jadi kamu hanya menjadi asisten dokter saja."Jelasnya lagi. Aku mengangguk saja mengiyakan.

   " Bu dokternya perempuan?" Tanyaku berdebar, rasanya jika dokter laki-laki takut cinlok, tapi mana mungkinlah dokter, tampan, mapan dan menawan mau dengan seorang upik abu lulusan Farmasi, tapi jangan salah, skill keperawatanku sudah terlatih dan terasah.

   "Oh bukan Neng, dokternya laki-laki." Nah itu Bu Herna jika sudah muncul sisi akrabnya dia akan memanggil siswinya 'Neng'.

   Aku diam, laki-laki ya? Canggung nanti, hanya itu kata yang melintas dalam benakku, dari SD, SMP, bahkan SMK aku selalu membuat benteng dengan pria entah kenapa, rasanya benteng itu terbuat oleh sendirinya.

   " O...oh, laki-laki ya Bu."Ucapku sembari senyum tak ikhlas, tapi tak lama kemudian senyumku berubah tulus, daripada tidak berkerja sama sekali lebih baik cari-cari pengalaman saja dengan mengasisteni seorang dokter, dokter yang sudah punya tempat praktek sendiri lagi.

   "Tenang atuh Neng jangan canggung, hehe." Kekehan Bu Herna itu entah kenapa bagaikan ledekan bagi gadis berumur 18 tahun itu, ya aku tentunya, yang sedang memilah kertas formulir.

   " Engga kok Bu, cuman takut canggung aja nantinya." Balasku sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal.

   "Wajarlah pertama mah, nanti juga engga."Ucapnya.
   " Oh iya!" Serunya, membuatku menolehkan pandang lagi pada Bu Herna.

   "Apa Bu?" Tanyaku.

   " Namanya Dokter Iman." Tuturnya. Aku mengangguk lagi sebagai jawaban.

   Dan tanpa kuketahui, itulah awal dari takdir tuhan yang digariskan untukku, untuk hambanya yang bernama Ayyina.




***

Tbc.

Jangan lupa Vode dan comennya ya;).

Love Author.Asalammualaikum!.

Senandung Hati Ayyina(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang