٩19٩

797 67 0
                                    

Sesampainya di rumah segera aku mencari kotak P3K.Setelah menemukannya segeralah aku menuju ke ruang kerja Dokter Dustin, dia memang mempunyai ruang kerja di rumah karna mungkin dia kerap kali membawa data yang belum diperiksa ke rumah,dan mengerjakannya di rumah.

"A." Aku memanggilnya,dia menoleh ke arahku dengan senyum hangatnya yang pas di wajah tampannya.

"Iya?." Dia bertanya.

"Sini aku obatin dulu luka Aa,takutnya infeksi kalau di biarkan." Dia mengangguk dan membiarkanku mengobati lukanya.

Ketika aku mengobatinya dapat kulihat dia terus melihatku lamat-lamat,setelah selsaipun dia masih tetap menatapku.

"Ayy." Dia memanggilku,aku tidak menjawab,sengaja menunggu apa yang akan ia ucapkan selanjutnya.

"Saya sadar bahwa saya mencintai kamu,sewaktu kamu tidak ada saya kehilangan kamu,saya kehilangan separuh bagian diri saya,terasa hampa.Maaf telat menyadarinya hingga kamu merasakan sakit." Tubuhku seperti beku ketika mendengar perkataannya,sungguh aku sangat bersyukur padamu ya Allah,karna engkau yang memudahkan segalanya.

Tangisku pecah kembali, lalu kuhamburi dia dengan pelukan.
"Akupun mencintai Aa,sangat!."

"Ayy." Suara panggilan Dokter membuatku merenggangkan pelukanku,dan tatapan kami bersibobrok.

"Kamu cantik!."Dua kata itu...dua kata itu..mampu membuatku beku dengan wajah yang mungkin sudah memerah.

" A..apaan si,aku kan dari dulu gini-gini aja."Lalu kututupi muka memerahku dengan kedua telapak tanganku.

Dia menarik paksa tanganku yang menutupi wajahku.
"Gak usah di tutupi,kamu tambah cantik kalau lagi bhulsing gini lho!." Setelahnya Dokter Dustin terkekeh dengan menyebalkan.

"Apaan si Dokkk,udah ah aku maluuu!." Dan bahakan tawanya terdengar setelah aku berucap seperti itu.

"Bukan Dok tapi A." Sangkalnya.

"Iya,iya.Aa!."

Gedoran pintu tiba-tiba terdengar ketika Dokter Dustin baru saja duduk santai di bantal besar lesehan di karpet dekat ranjang,mulutnya terus mengunyah keripik pisang.Andaikan ini terjadi beberapa bulan yang lalu,aku..ingin seperti ini,bersender di dadanya yang bidang,sambil menikmati drama Turki di laptopnya.Aku baru mengetahui bahwa selera tontonan kami sama,aku dengannya lebih suka menonton film timur tengah,contohnya seperti film Turki.

"Saya mencintai kamu." Dia mengucapkannya lagi,membuatku berdebar kembali.

Dan ucapannya itu membuat senyumku terbit karnanya,aku suka mendengarnya berkata manis!.

"Tidak bosan Aa terus mengucapkannya?." Tanyaku padanya,kepalaku mendongkak di senderannya.

Kepalannya tampak menggeleng dengan senyum yang berwibawa.
"Sampai mulut saya berbusapun,saya tidak akan pernah bosan mengatakan itu.Sudah cukup saya menyakiti hati kamu dengan ucapan saya yang menyakitkan." Di akhir senyumnya dia nampak tersenyum miris,mengingat perilakunya dulu.

"Tidak perlu di ingat A,aku ikhlas,aku ridho menjalaninya." Dia hanya mengangguk samar menimpalinya.

"Terimakasi Ayy,terimakasi."Ucapnya.

"Aden,Neng,ini ada Aden besar." Suara panggilan itu tiba-tiba terdengar,itu suara Bi Onoh,dia asisten rumah tangga kami.

"Astagfirallah A,lupa tadikan ada yang ngetuk pintu!." Ucapku.

"Yaudah biar saya yang keluar,kamu tunggu aja di sini ya." Dia berkata sembari mengelus pucuk kepalaku yang tertutup jilbab.

"Ih engga mau ah,aku mau ikut sama Aa aja ya?." Ucapku dengan wajah sememelas mungkin,pasalnya rada bingung juga dengan kedatangan Bang Omar, padahalkan ini bukan hari libur semester,ataupun libur hari-hari tertentu,tidak mungkin dia sengaja ke sini sedangkan Abu masih sekolah TK di Bandung sana,ya anak itu sudah memasuki taman kanak-kanak.

Senandung Hati Ayyina(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang